Pada pukul tiga sore aku baru sampai dirumah. Tidak ada perubahan yang drastis dari gaya ibuku saat menyambut kedatanganku.
" hai.. kamu sudah datang sayang, ayo bersihkan dirimu dan segeralah makan. Ibu tunggu dimeja makan ya sayang. "
Aku tersenyum lemah untuk menjawabnya. Melangkahkan kaki menaiki tangga menuju kamar ku.
Setelah selesai membersikan badan aku turun dan langsung menuju ruang makan. Disana ibuku sudah menunggu dengan beragam makanan yang lazat." sudah selesai?" pertanyaan yang seharusnya tidak perlu ditanyakan.
Lagi-lagi aku hanya tersenyum samar untuk menjawabnya. Entah mengapa dengan perhatian yang terlalu ini aku menjadi tidak nyaman. Dulu banyak temanku yang merasa iri dengan ku tapi aku malah merasa ganjil dengan semua ini.
" bagaimana sekolah barumu ?"
" hmm sangat bagus, aku suka. Aku juga punya beberapa teman baru. " jawabku antusias.
" kalau begitu.. Ibu tidak terlalu kawatir. Kamu bawa ponsel selalukan? "
" aku membawanya ibu tenang saja. "
" hemm baguslah. " kini senyum samar ibu yang terlihat.
" ibu sudah tau kalau kepala sekolah di sekolahku itu teman kuliah ayah dulu. "
" memangnya begitu ?"
" iya bu, tapi penampilannya kurang terlihat tegas. "
" ibu akan tanyakan ayah nanti kalau dia pulang, sekarang makan yang banyak ya. "
Aku hanya mengangguk patuh dan terus melahap makanan dihadapanku. Ibu ku tahu betul makanan apa yang ku suka, dan memang jika dibilang pecinta kuliner, itu benar.
Sore ini selain di habiskan dengan menyantap masakan ibu yang lezat juga untuk membaca novel. Aku suka membaca novel, itu kebiasaan yang sudah ada sejak aku beranjak dari bangku SD. Waktu itu ayahku tidak sengaja menjatuhkan salah satu novel ilmuannya. ceritanya menarik membuat aku terus ingin membacanya dan itu terus berlanjut sampai sekarang." ayah pulang. " salam ayah.
" ahh ayah.. "
" ada apa? " tanya ayah sambil mendekatiku.
" ehh ayah sudah pulang, sini tasnya biar ibu bawa kekamar. "
" ahh iya, tolong ya. "
" ngomong-ngomong kata diela kepala sekolah diela itu teman ayah ya? " tanya ibu sambil mengambil tas kerja ayah.
" emm yah, dia Richad. " jelas ayah.
" wah Richad sekarang jadi kepala sekolah, emm tidak ku sangkah. "
Aku kira ibuku tidak tau jika kepala sekolahku adalah teman ayah, ternyata ibu juga mengenalnya.
" memang pak Richad itu siapa kalian, kok ibu kenal? " tanyaku.
" kan sudah ayah jelaskan tadi di sekolah. "
" hanya itu? "
" kamu ini sangat mirip dwngan ibumu, suka sekali mendesak orang. " kata ayah sambil membelai lembut rambut panjangku.
" itu bagus. " kini ibu yang menyahut dengan senyum kemenangan.
" yah.. Dia dulu mantan ibumu. "
" apa? " kataku sedikit membentak.
Kepala sekolah yang bisa dibilang culun itu mantan ibu. Sungguh mimpi apa dulu ibuku sampai mempunyai mantan yang tinggal di kota kecil berjulukan The Small City. Dan gaya rambutnya, ah.. Membayangkannya saja aku tidak sanggup.
Terdengar suara tawa jahil ayah yang semakin lama semakin mengeras. Ditambah wajah ibu yang sedikit kesal tapi malu-malu itu membuatku ragu akan kebenaran tentang pak Richad sebagai mantan dari ibu." jangan dengarkan jangkrik mengerik. " kata ibu sedikit kesal.
" peribahasa rupannya, jangan menggunakan kata kiasan anak kita tidak mengerti kamu tau itukan. " celetuk ayah dengan tawa yang mengiringi.
" aku mengerti, artinya jangan dengarkan kata ayah, itu membuat telinga sakit. " jawabku sedikit kesal karena merasa diremehkan.
" ahh lupa, anakku yang satu ini memang pandai peribahasa. "
" memangnya anak kalian siapa lagi selain aku...."
" ada. " sahut ayah tiba-tiba.
" ayah. " kata ibu sedikit membentak.
Ayah menelengkan wajah dan seketika seperti teringat akan sesuatu yang salah. Ucapan yang seharusnya tidak ia katakan.
" siapa? " tanyaku ragu.
Baik ayah maupun ibu tidak satupun dari mereka yang menjawab. Ayah hanya menundukkan kepala seperti ingin mencari alasan dan ibu, ibu hanya memalingkan wajah jengahnya.
" anak ku ya... Hanya diela tapi ada satu lagi.. " jawab ayah lirih.
" siapa? " ulangku.
Aku menegakkan badan, bersiap-siap jika ada kata ayah yang akan menyakitkan. Setahuku tidak ada anak lain kecuali aku, tapi kenapa ayah berkata seolah-olah aku mempunyai saudara dan bukan hanya aku anak yang dikandung ibu selama ini.
" dia.. Shendiela Smit. " kata ayah sambil tertawa lepas.
Wajahku yang menegang kini terasa mulai mencair. Yah.. jika dipikir mana mungkin orang tua tega membuang atau menyembunyikan anak kandung mereka dari saudaranya. Kini perasaanku legah, nafasku kembali teratur dan syaraf diseluruh tubuhku kembali seperti semula.
" ahh.. Shendiela ini kakak atau adikku? " kini aku balas mengerjai ayahku.
" hemm dia adikmu." kata ayah sambil menggaruk dagunya yang lancip.
" sudah hentikan pembicaraan ini, diela ayo kita makan malam. "
" apa hanya diela saja? "
" iya karena ayah sudah mengerjai anak kesayanganku, sebagai hukumannya jatah makan malam hangus. "
Aku hanha tertawa mendengarnya. Wajah ayah dibuat semelas mungkin agar ibu mau memaafkannya. Walau begitu, ibu tetap mencintainya.

KAMU SEDANG MEMBACA
In the Dark and In the Light
Fantasy" aku Shendiela Smith lahir dari sepasang suami dan istri yang saling mencintai. mereka bilang aku adalah anak tunggal, tapi aku tidak yakin tentang hal itu. "