Bab X

3 1 0
                                    

" aku pulang.. "

" sayang, kamu jalan kaki? " tanya ibuku.

" iya.. ayah bilang mau menjemputku, tapi terlalu lama jadi aku langsung pulang saja. "

    Aku berjalan menuju kamar tidurku, rasa kesal sebenarnya tidak ada namun sengaja aku membuat suaraku terdengar sedang marah.
     Ibu menyusulku dan memberiku handuk kering tebal agar badanku lebih hangat. Aku tidak menolak juga tidak mengatakan apa-apa.

" ayahmu sedang ada penelitian besar sayang jadi maafkan dia. " rayu ibuku.

    Aku tersenyum jahil, aku tidak pernah merasa kesal bahkan marah karena ayah tidak menjemputku hari ini. Justru karena itulah aku dapat menghabiskan waktu lebih lama dengan jashend. Jika saja ayah menjemputku aku tidak akan pernah tau apa yang ada di hati Jashend.
     Bahagia, yah... Banyak yang bilang bahagia itu sederhana, ternyata benar. Bertemu dengan jashend saja aku sudah bahagia apalagi harus menerima cintanya, bukan bahagia lagi tapi sangat amat bahagia.

" ibu akan mengambilkan teh hangat, kamu mandi dan ganti baju terus kebawah ya.. "

    Dari raut wajah ibuku, dia sangat kawatir denganku. Seingatku aku tidak pernah sakit ataupun harus kerumah sakit untuk kontrol kesehatan dan periksa yang lainnya. Ayah dan ibu lebih senang memberiku vitamin untuk ku minum dari pada membawaku kerumah sakit untuk periksa kesehatan.
      Aku bersyukur tidak pernah mengalami sakit parah sampai dilarikan kerumah sakit. Tapi setelah dipikir lebih dalam bukannya itu Ganjil.

                         ~♥~♡~♥~

" bagaimana.. ? "

" hemm ini mah enak banget bu. "

    Aku terus meminum teh buatan ibuku, juara banget deh.

" bagaimana sekolahnya tadi? "

" seperti biasa bu.. teman-teman ku menertawakanku karena aku tidak bisa olahraga. "

" sabar sayang. "

     Suara ibu sangat lembut juga belaian hangatnya semakin menenangkanku.

" ibu.. seingatku aku ini tidak pernah sakit ya? "

" sakit.. "

    Ibu sedikit terkejut mendengar perkataanku. Dari ekspresi wajahnya sepertinya ibu sedang menyembunyikan sesuatu.

" ibu.. ibu tidak apa-apa? "

" iya, ibu baik.. kenapa tiba-tiba menanyakan hal itu? "

" ya.. karena seingatku aku tidak pernah sakit.. itu tidak wajarkan bu. "

" sayang, bukannya itu baik ya? "

      Baik.. ! Bagiku itu tidak wajar.

" ehmm baiklah. "

    Puas tidak puas, aku harus mengalah saat ini. Ini bukan saatnya untuk berdebat, apalagi yang dipermasalahkan hanya hal yang sepele. Ibu benar menjadi sehat itu baik, tapi...

" ayah pulang. "

   Terdengar suara ayah dari ambang pintu rumah. Aku dan ibu langsung menyambut kedatangan ayah. Baju ayah basa kutup, padahal ayah membawa mobil. Koper besar dan berat yang di bawa ayah juga mencurigakan, tidak seperti biasanya saja. Wajah ayah terlihat lelah.

" biar ibu bantu. "

    Ibu menawarkan bantuan kepada ayah yang disambut hangat. Aku hanya memperhatikan saja, tidak ada sedikitpun inisiatif untuk membantu. Lagi pula aku juga tidak tau untuk apa koper besar itu. Jika aku membantu mungkin akan membuat ayah juga ibu semakin kerepotan. Aku putuskan pergi membuatkan ayah teh hangat saja.

" ini sangat berat yah.. memangnya apa yang ada di dalamnya? "

" ini adalah bahan untuk penelitian ayah bu, isinya adalah perangkat kasar dari robot yang akan ayah dan teman ayah gunakan. "

    Membuat robot? Untuk apa semua itu, bukankah dunia ini penuh dengan pengangguran, kenapa tidak mempekerjakan mereka saja? Gumanku dalam hati.

" kenapa harus membuat robot? "

" ayah tidak bermaksud meciptakan robot bu, hanya saja ini perangkat kasarnya saja, bukan berarti ayah akan membuat robot. " kata ayah di susul dengan tawa kecil.

    Aku membawakan teh hangat ayah dan memberikannya. Ayah melihatku dan tersenyum penuh terimakasih. Aku membalas senyum ayah dan aku berharap ayah suka dengan teh buatanku.

" maafkan ayah ya sayang, ayah tidak bisa menjemputmu. "

  Aku sampai lupa jika aku sedang ada drama kecil. Berpura-pura marah dan kecewa. Aku merebahkan diri di sofa, tanpa menjawab perkataan ayah. Ibu melihatku penuh harapan, mungkin berharap aku menjawab perkataan ayah dengan kata  aku memaafkanmu ayah.

" kamu marah kepada ayah ya? Ayah rasa ayah pantas mendapatkannya. "

" bukankah tidak baik jika marah terlalu lama? " sahut ibu.

   Aku menghelah nafas. Memejamkan mata dan menegakkan posisi dudukku.

" ayah tau aku harus pulang jalan kaki, lalu hujan turun. "

" ayah tau, ayah minta maaf ya. "

" dan ditambah aku kehujanan, kalau aku sakit bagaimana? "

" kamu kehujanan..? "

    Nada bicara ayah tiba-tiba saja meninggi, sepertinya dia sangat kawatir dengan kondisiku.

" ayah tidak usah cemas, bukankah aku tidak pernah sakit. "

" ahh iya, benar juga. "

    Tawa menyelimuti keluarga kecilku. Aku tau mereka berdua sangat menyanyangiku. Begitupun dengan ku.
     Telphone ku berdering. Ayah dan ibu memperhatikanku. Aku melihat layar phonecellku ternyata Jashend.

" aku boleh angkat telphone dari agli? "

" tentu sayang. " jawab ayah.

" aku sayang ayah.. " kataku sambil lari menuju kamar.

Hallo
*hay
Kenapa menelphone ku?
*salahin nih tangan, tiba-tiba pengen telphone kamu
Kenapa tangannya yang salah?
*kalau begitu, salahkan saja dirimu
Aku, kenapa jadi aku yang salah
*karena wajah kamu selalu berputar-putar diotakku
Jangan mulai jashend
*kamu sudah pikirkan tentang tadi sore
Tadi sore? Memangnya tadi sore ada kuis ya?
* iya kuis teka teki cinta, bagaimana kamu sudah pikirkan?
Jashend aku harus turun.. karena ibu sudah memanggilku untuk makan malam.
*tapi...

   Belum selesai jashend menjawab aku langsung mematikan phonecellku. Sedah jadi kebiasan saat jashend menggodaku atau merayuku, aku pasti langsung salah tingkah. Aku tidak bisa berpikir dengan benar, juga udara terasa memanas disekitarku.
     Ini belum waktunya makan malam, alasan yang terlintas saat ini hanya itu. Aku memasuki kamar, udara dingin mulai mengganggu ku. Dari balkon aku melihat seperti seorang pria seumuran dwnganku sedang bersembunyi diantara pepohonan sedikit jauh dari rumahku, tapi aku masih bisa melihatnya dengan jelas.
     Dia sepertinya sedang mengawasi seseorang. Gerak geriknya mencurigakan, baju yang dia gunakanpun terlihat seperti baju para pereman jalanan. Sweter polos bewarna abu-abu dengan jeans biru muda sedikit compang camping. Aku mencoba melihat lebih banyak jelas lagi.
    Aku memegang pinggiran balkon kamarku, mencondongkan badan kedepan. Tidak bisa.. aku tidak bisa melihat lebih dari itu.

" sayang.. "

   Ibu memanggilku dari balik pintu kamar. Aku menoleh kesumber suara untuk menjawabnya. Setelah ity melihat kembali ke pada pria itu, tapi dia sudah pergi. Tidak ada dia disana, entah sejak kapan dia pergi. Aku hanya berbalik setenfah menit.. Mungkin, tetapi dia sudah tidak ada.
   Jalanan disitu juga terlihat sepi tidak ada pejalan kaki sama sekali. Hari juga semakin gelap saja, sulit sekali untuk melihat lebih jauh dikondisi gelap seperti ini.
    Aku mengibaskan tanganku. Mencoba melupakan apa yang sempat terjadi beberapa menit yang lalu, siapapun itu aku harap tidak ada niatan buruk padaku juga keluargaku.

In the Dark and In the LightTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang