Bab IX

4 2 0
                                    

    Sejak kapan langit cerah berubah menjadi mendung, udara dingin menusuk-nusuk kulitku. Ayah terlambat lagi menjemputku, padahal ultimatumku sudah sangat jelas tadi pagi untuk menjemputku lebih awal hari ini.
    Agli sudah lama pergi, di sekolah hanya ada aku dan beberapa murid yang tidak aku kenal, aku rasa mereka tidak satu kelas denganku. Aku melihat gelang pemberian jashend, cantik sekali jika ku pakai. Ingatan tadi siang muncul kembali dan berhasil membuatku tertawa sendiri.
     Mungkin ini pertama kalinya aku harus tersenyum karena seorang pria, kecuali ayahku. Hidup ku tidak sebebas kedua orang tuaku yang dengan mudah membawa teman kantor mereka. Aku juga sering pindah rumah karena pekerjaan ayah, jadi memiliki seorang kekasih tidaklah muda bagiku.

" belum di jemput? "

    Dari mana jashend kenapa masih di sini? Tapi apapun alasan dia di sini, aku bersyukur bisa melihatnya sebelum pulang.

" iya, ayahku sepertinya telat lagi. " jawabku sewajar mungkin.

" sepertinya ayahmu lupa jika punya anak gadis. " goda jashend.

" apaan sih, enggaklah.. Lagian ngapain kamu di sini? "

" aku tadi dari perpus. "

" ngapain? "

" cari buku, ngapain lagi."

" iya tau, tapi buku apa? "

" cari buku, gimana sih naklukin hati shendiela Smit. "

    Tiba-tiba saja udara memanas disekitarku. Mungkin wajahku kini sudah merah padam seperti tomat. Jashend melihatku lalu tertawa ringan.

" kayaknya ayahmu belum datang juga, keburu sore nih. "

" hmm iya juga ya. "

" barengan sama aku aja yuk. "

   Yah aku mau jashend, aku sangat mau. Ingin rasanya aku menjawab pertanyaannya seperti itu, tapi malu.. lagi-lagi itu alasanku.

" sepertinya menunggu saja tidak akan ada hasilnya. "

   Aku melangkahkan kakiku di ikuti jashend. Suasana canggung tercipta tidak satupun dari kita yang berbicara. Hanya saling curi pandang saja.

" jadi, ayahmu kerja apa di sini? " jashend anggkat bicara.

" ayahku seorang profesor, dia sedang ada penelitian di sini. "

" pantas saja kamu tidak bisa olahraga. " celetuk jashend.

" lalu ayahmu? "

   Jashend tidak menjawab, aku rasa dia sedang ada masalah dengan keluarganya.

" ahh aku salah bertanya ya? Maafkan aku. " aku mencoba menarik kembali pertanyaanku.

" tidak ada yang salah dengan pertanyaan itu. "

  Aku tidak menjawab, hanya memperhatikan jashend.

" ibuku meninggal saat aku berusia 10 tahun, tinggal aku dan ayah saja, sekarangpun juga seperti itu. " jelas jashend lirih.

    Suasana seperti inilah yang tidak kusuka, melihat orang yang ku sayangi menunjukkan sisi kelamnya. Kenangan pahit yang sebenarnya tidak ingin ku usik.

" maafkan aku. " aku hanya dapat mengatakan itu.

" lalu ayahku menikahi seorang janda kaya, masih dari kota ini. Lalu beberapa tahun menikah dengan janda itu ayahku mempunyai seorang anak perempuan. Saat itu udara di sini terlalu dingin untuk bayi yang masih rentang terkena penyakit dan akhirnya mereka pindah. "

" apa kamu ditinggal sendiri? "

    Sial... kenapa harus menanyakan hal yang dapat memperburuk suasana.
    Jashend tersenyum pahit mendengar perkataanku.

In the Dark and In the LightTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang