"Bagaimana? Enak bukan main, kan?" Baru saja Jungkook menyuap suapan pertama, Taehyung sudah bertanya dengan menggebu.
"Astaga, Tae. Biar Jungkook menelan dulu," dumel Luna lantas memukul bahu Taehyung yang hanya meringis sebagai balasan.
"Wah, Lun. Benar-benar enak. Kau belajar private dimana?" Ujar Jungkook yang kentara sekali sedang mengikuti alur permainan Kim Taehyung.
"Tangannya Luna itu sudah diberi anugerah Tuhan. Sayur buncispun bisa jadi makanan sekelas wagyu steak." Dalam hati, Luna hanya sanggup berujar. Dasar pembual!
Jungkook terkekeh kecil. Merasa terhibur dengan drama singkat mereka barusan.
"Ck, sudah. Cepat habiskan sarapanmu, tuan-tuan."
"Baik, Nyonya," balas Taehyung dan Jungkook serempak.
"Tae, aku mau ke rumah Bibi Nam setelah ini. Sudah janji akan mengasuh ponakannya." Taehyung mengernyit heran. Pasalnya, Luna bahkan tak pernah mengungkit tentang tugas mengasuh anak.
"Sejak kapan?"
"Baru hari ini. Bibi Nam bilang gajinya cukup besar karena orang tua anak itu kaya."
"Kenapa tak Bibi Nam saja yang jaga?"
"Dia ada urusan di pasar. Takut terjadi apa-apa kalau dibawa kesana."
"Aku kira kau sudah paham bahwa aku tak suka jika kau bekerja, Na."
"Tae, aku hanya mencoba membantu. Jangan perlakukan aku seperti pengidap cacat. Aku masih punya kaki dan tangan yang sehat."
Melihat perdebatan sepasang kekasih itu, Jungkook cuma bisa menatap bingung. Antara sedih karena tak dianggap dan canggung karena mendengar pembicaraan mereka.
"Maksudku bukan begitu, Na. Siapa juga yang bilang kau cacat? Aku hanya tak ingin kau lelah. Cukup aku saja. Sudah tugasku memenuhi pemasukan kita."
Luna mendecih tak percaya. Kedua tangan di lipat depan dada.
"Tae, apa pernah di benakmu berpikir bahwa aku keberatan? Aku enggan untuk terus menerima. Aku juga ingin memberi. Membalas semua kebaikanmu. Walaupun aku kekasihmu, tetap saja kau tak punya kuasa akan diriku. Aku lelah berdebat denganmu, Tae. Tak bisakah kau mengerti bahwa kau mengekangku terlalu erat?"
Taehyung stagnan. Ada yang remuk di ujung hatinya saat melihat sebulir bening mengalir melewati pipi bulannya.
Jungkookpun sama. Agaknya jadi sedikit paham problema pasangan labil di hadapannya.
"Na," ujar Taehyung lirih sambil meniti langkah menuju Luna. Hendak memeluk, tapi langsung ditepis.
Luna mengusap air matanya. Memilih bangkit dan memakai jaket Taehyung. Memang sejak awal mereka selalu berbagi pakaian.
"Aku akan pergi tak perduli responmu, Tae. Aku harap kau mengerti perasaanku setelah aku pergi. Kuharap kau merenung, Tae," gumam Luna lantas memilih pergi meninggalkan dua sahabat itu.
"Luna!" Melihat hyungnya akan berlari mengejar, Jungkook jadi terpaksa ikut campur. Menahan lengan yang lebih tua hingga menyebabkan sang empunya menengok marah.
"Lepas, Jung!"
"Jangan dikejar, hyung. Biarkan Luna sendiri dulu. Kau juga sudah dengar omongannya tadi, kan? Renungi kesalahanmu, hyung."
"Memang dimana salahnya?! Aku cuma tak mau dia bekerja untukku. Sudah tugasku menafkahi kami berdua. Dia berada di apartemenku, jadi aku yang harus menanggungnya. Lagipula, selama ini dia tak pernah meminta apapun dan selalu mau menerima apa yang kuberi. Apa kau tahu sakitnya perasaan kecewa karena tak mampu menyenangkan kekasihmu seperti orang-orang di luar sana?! Aku tahu! Dan rasanya mau mati saja tiap Luna kelihatan menginginkan sesuatu di etalase yang kami lewati namun tak berani meminta. Aku merasa seperti sampah, Jung."
Jungkook diam. Dia tahu rasanya kecewa, tapi dalam konteks yang berbeda. Didekatinya Taehyung, menepuk bahu pria itu dua kali guna menetralisir amarah.
"Tumpahkan saja semuanya padaku, hyung. Biar aku yang gantian menjadi pendengarmu sekarang."
...
"Jadi, kau tak pernah tahu apa rahasia Luna? Dia tak pernah gamblang pada perasaannya?"
"Dia itu penyimpan rahasia profesional. Sejak awal bertemupun begitu."
"Ngomong-ngomong, bagaimana ceritanya kalian bisa bertemu?"
Taehyung mengulas senyum tipis. Melempar ingatan ke saat ia pertama bertemu Luna.
"Ketemu begitu saja. Malam itu malam yang dingin. Langit baru saja menangis. Aku sedang dalam perjalanan pulang setelah berbisnis, la-"
"Tunggu. Kau masih berdagang benda haram, hyung?" Taehyung tertawa parau. Memandang Jungkook dengan raut sendu.
"Mau bagaimana lagi? Dunia ini takkan mau menerima pecundang sepertiku."
Jungkook tak suka saat Taehyung kelihatan murung akan nasibnya. Jadi, ketimbang membiarkan topik 'Taehyung dan barang haram' mengarak ke permukaan, ia lebih memilih topik sebelumnya.
"Lalu, bagaimana? Kau bertemu Luna? Apa itu pertemuan yang romantis seperti di drama-drama, hyung?"
"Mana ada yang begituan. Tidak. Malah aku bertemu dengannya di saat paling buruk dalam hidupnya." Taehyung menelan ludah getir, tenggorokan rasanya kering bukan main. Hatinyapun sedang ia siapkan untuk tak sakit.
"Apa?"
"Saat itu dia hamil, Jung. Hamil anak dari bapak kandungnya sendiri. Dia dicabuli ayahnya sejak tahun pertama sekolah menengah atas."
Boom!
Bomnya baru saja diletuskan.[]
Wishes list for Taehyung:
4. Hope V always be Taehyung who handsome.💜 chanju4n
KAMU SEDANG MEMBACA
мσση αη∂ ηιgнт.✔
Fanfiction[ тαεнүυηg's sρεcιαℓ вιятн∂αү ρяσנεcт ] tαєhчung punчα duα вulαn. tαpí, чαng sαtu khusus untuk dírínчα. pun sínαrnчα tαkkαn pєrnαh pαdαm wαlαu mαlαm hílαng dígαntíkαn fαjαr. lunα nαmαnчα. вulαnnчα. Started on December 16, 2018. Finished on December...