problem

141 30 20
                                    

Lembayung jingga sudah bertengger apik di langit ketika Taehyung berusaha keras menggerakan jemarinya. Pemuda itu mengerjab pelan. Pening bukan main di kepala membuatnya mengernyit sakit.

Ia mencoba bangkit dari lantai dingin kamar mandi. Terseok menuju ruang tamu lantas menjatuhkan tubuh pada badan sofa.

Ia mendongak, mencoba menatap jam di belakang sofa. Sudah hampir pukul 6, tapi bulannya belum juga pulang.

Ia menggigit bibir bawah resah. Harusnya, Luna sudah pulang sejak pukul 3 tadi.

Sedikit terengah, Taehyung memaksa tubuh letih dan remuknya bangkit. Meraih topi di meja dan memakainya. Mau bagaimanapun, ada baiknya menutup diri. Bisa saja ada yang mengenalinya sebagai kurir narkoba.

...

Sudah setengah jam Taehyung menunggu Luna di halte bis, namun sosok wanita itu belum nampak juga. Tentu saja, Taehyung resah bukan main. Berulang kali memainkan jemarinya gusar. Maniknya selalu setia mengawasi bis yang datang.

Kendati begitu, sampai bis terakhirpun, ia tak menemukan Lunanya.

Kring!

Telepon murahnya berdering. Ia mengumpat, mencoba merogoh benda kotak itu susah payah.

Duak!

Pegangannya terlepas. Ponselnya terhempas dan membuat retak di layar kecilnya.

"Lengkap sudah," gerutu Taehyung sambil meraih ponselnya.

Nomor asing terpampang di layarnya. Awalnya, pria itu ragu mengangkat. Tapi, penasaran sekali.

"Yeoboseyo?"

"Ta-tae.. tolong aku," ujar suara di seberang telepon yang dihapal betul oleh Taehyung.

Ia melotot terkejut. Suaranya terdengar panik bukan main saat membalas, "Kau dimana, Na?"

"Di gang dekat supermarket. A-aku mau membeli beberapa keperluan pribadi, ta-tapi tiba-tiba ada sekelompok pria mengejarku."

Taehyung meninju tiang halte emosi. Langsung saja berlari menuju gang yang dimaksud Luna, masih sambil mendengar gumaman Luna.

"Tunggu aku. Tetap disana. Tahan pintu kotak teleponnya dengan apapun. Aku akan sampai dalam beberapa menit," ujar Taehyung sedikit bergetar karena berusaha sekuat tenaga berlari.

"Tae, aku takut."

"Jangan takut. Aku sudah sampai di belokan."

Brak!

"AAA!"

"MOON LUNA! ADA APA?!" Taehyung menengok ke segala arah. Berusaha mencari kotak telepon yang ditempati Luna.

"Me-mereka berusaha merusak pintunya, Tae. Cepatlah," gumam Luna diiringi isakan kecil.

"Ah! Aku menemukanmu, sayang," pekik Taehyung saat maniknya mendapati kotak telepon yang dikerubungi sekitar 5 orang berandalan.

Ia bergegas lari. Menerjang satu diantara mereka dan memberikan cengkeraman pada kerah.

"JANGAN MENYENTUH GADISKU!"

Keempat diantaranya tertawa remeh. Sedangkan, yang ada di cengkeraman Taehyung malah menyeringai.

"Itu pacarmu? Boleh juga." Hal itu diselingi dengam siulan dari berandal lainnya.

Taehyung mendesis. Ia mencoba menahan amarahnya. Tangan mengepal hingga urat-urat terlihat disana.

"Mau kurobek mulut biadabmu?"

"Hahaha. Badan ceking begitu memang bisa?"

Taehyung sudah kehabisan sabar. Ia mendorong pria itu hingga nenghantam tembok.

"Jaga bicaramu di depanku," desis Taehyung tepat di telinga pria tadi.

"Kalau mau pukul, pukul saja! Tak usah sok jagoan kau!" Pekik berandal itu tepat diwajah Taehyung.

Taehyung memejam. Mngumpulkan seluruh kekuatannya pada telapak kanan.

Buagh!

Darah langsung merembes keluar dari mulut pria tadi. Bahkan, beberapa giginya sudah tanggal.

Berandal lain menatap kaget. Sedangkan, Luna yang bersembunyi menatap ngeri. Ini pertama kalinya wanita itu melihat Taehyung semarah barusan.

Taehyung kehilangan kontrol diri. Meninju bertubi-tubi hingga teman-teman berandal pria yang ia pukuli mengernyit takut.

"Ma-maaf!" Pekik pria yang Taehyung pukuli. Taehyung mendecih sebelum meludah di samping tubuh pria itu.

Keringatnya deras melewati tengkuk. Ia menahan sakit di area hati. Seperti ada yang meremas-remasnya. Sakit sekali.

"Ada apa ini?"

Dari ujung gang, terdengar suara rendah nan datar. Berandal yang tak kena pukul langsung menciut mengetahui siapa itu.

"Bo-bos," cicit salah satu diantaranya.

"Aku meminta kalian bersenang-senang, bukan cari keributan."

"Kami hendak bersenang-senang ketika pri-pria ini menghalangi dan memukul Mingyu, Bos," adu yang lain sambil menunjuk ke arah punggung Taehyung.

Si Bos mengernyit ragu. Agaknya mengenal tampak belakang dari pria yang dimaksud bawahannya.

"Siapa kau?"

"Lama tak jumpa, hyung," ujar Taehyung sembari berbalik dan melepas topinya.

Yang dipanggil hyung melotot terkejut, namun itu hanya sebentar. Bibirnya menyungging senyum lebar sambil kaki melangkah mendekat.

"Taehyung! Lama tak jumpa juga. Bagaimana bisnismu?" Taehyung balas tersenyum.

"Lebih baik setelah kau pergi. Sekarang hyung jadi Bos preman, ya?"

"Ya, seperti yang kau lihat. Keren, kan?"

"Eum. Untungnya, bos mereka itu Yoongi hyung. Kalau tidak, sudah kubunuh mereka."

Yoongi tersenyum miring. Menepuk bahu yang lebih muda akrab.

"Maafkan anak buahku. Akan kuperingatkan mereka untuk tak menyentuh propertimu," gumam Yoongi sembari melirik sedikit ke arah kotak telepon dimana Luna meringkuk takut.

"Gomawo, hyung."

"Eiy, pengorbananmu dulu itu lebih besar. Aku berutang nyawa."

"Hahaha. Kenapa mengungkit masa lalu? Aku tak menganggapnya pengorbanan kok."

"Tapi, aku iya. Omong-omong, aku ada pertemuan dengan penguasa wilayah barat, aku harus segera pergi. Sampai jumpa, Tae."

Taehyung hanya mengangguk. Lantas Yoongi dan anak buahnya pergi.

"Na," panggil Taehyung sambil membuka pintu kotak telepon.

Luna langsung saja memeluk Taehyung hingga pria itu sedikit terdorong ke belakang.

"Na, ka-"

"BODOH! TAEHYUNG BODOH!" Pekik Luna sambil menangis.

"Iya. Aku memang bodoh."[]

Describe Taehyung:
1.humor walking💜 A-taesthetics

мσση αη∂ ηιgнт.✔Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang