hurt road

165 27 2
                                    

Taehyung bimbang. Pikirannya berkelana. Terombang-ambing, walau raganya hanya diam saja sedari tadi.

Setelah mendengar kabar yang dibawa Jungkook, pemuda itu menyuruh Jungkook pulang. Ia masih punya rasa malu karena membiarkan Jungkook ikut campur terlalu dalam.

Ini urusannya dan Luna. Jungkook tak usah ambil pusing.

Sebelum pulang, Jungkook berpesan untuk menemui dokter yang memeriksa Luna. Tapi, sejak sejam yang lalu, pria bermargaKim itu hanya termangu.

Ia masih syok. Walaupun, sudah mengira ada sesuatu yang tak beres dengan Luna.

Bulannya belakangan ini begitu sensitif dan emosional, ia juga merasa mual dengan parfum mawar kesukaannya, lalu sering sekali meminta yang aneh-aneh.

Taehyung mengumpulkan segala ingatannya tentang itu dan terkekeh parau.

"Bodoh. Bodoh sekali. Kenapa waktu itu tak pakai pengaman, tolol?!" Gumamnya pada diri sendiri. Tapi, nasi sudah menjadi bubur. Mana mungkin ia bisa mereject kehamilan Luna. Ada baiknya ini semua disyukuri saja.

Pria itu bangkit. Kakinya mati-matian digerakkan. Ia sudah memanggil perawat untuk datang.

Dengan bantuan perawat, ia menaiki kursi roda. Hati Taehyung penuh gelisah. Harus memasang wajah yang bagaimana dia nanti jika bertemu Luna.

Senang, kah? Atau sedih?

Dia bingung. Takut salah bertindak dan membuat Lunanya makin sedih.

Akhirnya, Taehyung sampai di ruangan Luna. Ia mendapati Luna yang terbaring nyaman dengan telapak yang mengelus lembut perut datarnya.

Perasaan Taehyung menghangat kala melihat senyum lebar terukir di ranum merah bulannya.

Memikirkan jika dia memiliki dua nyawa yang harus ia jaga sekarang membuat Taehyung emosional. Matanya berkaca-kaca saat dengan pelan kursi roda itu mendekat.

"Na," panggilnya lembut, ada sedikit gentar disana.

"Tae!" Luna menatap Taehyung berbinar. Ia memeluk pria itu sedikit kepayahan.

"Bayinya tidak apa-apa?"

"Oh! Jungkook sudah memberitahumu, ya? Tenang saja. Aku 'kan kuat," ujar Luna begitu bersemangat. Berbanding terbalik dengan wajah lesu Taehyung.

"Iya. Bulanku memang yang paling kuat. Sudah malam, Na. Ada baiknya kau istirahat."

Saat Taehyung hendak pergi, Luna memegang lengan pria itu.

"Kau tak senang, ya?"

Menatap netra berbinar yang sinarnya meredup itu membuat Taehyung sesak. Ia lekas menggeleng dan menggenggam tangan Luna penuh kasih.

"Aku senang. Senang sekali. Itu berarti kau akan memiliki satu teman di dunia ini selain aku. Lunaku takkan kesepian," ujar Taehyung dengan senyum kecil. Telapaknya berpindah mengelus suari hitam Luna lembut.

Luna mengangguk lantas tertawa.

"Aku konsultasi dengan dokter dulu, ya. Tidurlah, Na. Selamat tinggal. Aku mencintaimu." Taehyung dengan enggan berpaling. Meninggalkan Luna dengan segala kepalsuan dalam senyumnya.

Ia menangis saat meninggalkan gadis itu. Dadanya sesak bukan main. Tenggorokannya gatal sekali.

Ia berhenti di lorong yang sepi. Hanya ia yang ada disana. Dengan segenap kekuatan yang ia punya, ia mencoba batuk. Mengeluarkan rasa gatal dalam tenggorokannya.

Rasa sesak itu makin lengkap dengan rasa perih yang ia rasakan di sekujur tubuh terbalut perbannya. Lengkap sudah penderitaan Taehyung.

Ia akan mati. Ia tahu itu.

Ia bermimpi buruk kemarin malam. Lelaki dengan jubah hitam mendatanginya. Tapi, ia bilang ia butuh sedikit waktu lagi.

Ia ingin mengucapkan selamat tinggal dengan baik.

Besok tanggal 30. Dan Taehyung merasa ia akan mati di hari kelahirannya sendiri.

...

Luna tak bisa tidur saat terbangun pukul 1 malam tadi. Ia merasa ada sesuatu yang terjadi, tapi tak tahu apa itu.

Hatinya benar-benar gelisah. Ia melirik sebuah amplop di meja. Amplop berwarna ungu pastel dengan stiker cinta kekanakan.

Ia mengenali tulisan tangan seperti cakar ayam itu. Tulisan Taehyung.

Dengan tergesa, ia memakai sandal rumah sakitnya. Berlari menuju ruangan Taehyung dan mendapati ruangan itu gelap.

Ada Taehyung dibalik selimut. Terpejam begitu erat. Luna mendekat perlahan. Ia mencoba menguatkan diri kalau-kalau ada sesuatu yang buruk terjadi.

Ada sebuah surat di meja Taehyung. Amplopnya berwarna putih tulang dengan stiker dua bocah sedang main gendong-gendongan.

Disana tertulis, untuk Jungkookie.

Luna meraih Taehyung dan menggerakkan tubuh pria itu. Tapi, Taehyung tak mau bangun.

Luna pantang menyerah. Ia menepuk pipi Taehyung yang penuh lebam agak keras, namun sama saja.

Matanya mulai berkaca-kaca. Dengan gemetaran, ia meletakkan telunjuknya di bawah hidung Taehyung.

Menunggu hingga satu menit dan menyadari tak ada hawa panas yang keluar dari sana.

Taehyungnya sudah pergi.

Luna terjatuh. Ia menangis tersedu. Menyesali keputusannya untuk tak menemani Taehyung.

Menyesali keputusannya untuk tertidur di saat sang kasih meregang nyawa.

Luna meraung, menangis, berteriak. Ia memukul dadanya yang terasa begitu sesak.

Luna berusaha bangkit dan memeluk tubuh kaku Taehyung posesif. Ia ingin mata indah prianya terbuka dan mengatakan bahwa ini semua hanya kebohongan.

Tapi, hingga malam berganti fajar, Taehyung enggan membuka mata. Dan Luna hanya bisa menangis sambil memeluk cintanya yang lenyap.

"Tae, selamat ulang tahun. Ma-maaf karena tak menemanimu. Kuharap Tuhan menyiapkan pesta megah di surga sana."[]

The end.

Happy birthday to our brightest sunshine, Kim Taehyung. You've already 24 years old this day./feeling emo

Always be fine and always be yourself. We purple you to the moon and back.

Thanks for learn me how to love myself and others. Thanks for learn me to enjoy life.

💜A-taesthetics💜

мσση αη∂ ηιgнт.✔Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang