Luna betah memandangi langit di penghujung malam yang terasa agak dingin, tapi hangat. Tentu hangat, karena tubuhnya terbalut tubuh lain. Memroteksinya sampai-sampai angin malam saja tak mampu menyelinap masuk ke rongga.
"Tae, kalau nanti salah satu dari kita mati, apa kita akan jadi bintang? Atau malah terbakar sampai hangus di neraka?" Tanyanya begitu lugu saat ia dapati langit malam terlihat benderang.
Yang ditanya hanya bisa tersenyum kecil, walau dalam ruang terpencil di hatinya merasa sesak. Ia tahu, mati bukanlah hal yang mereka berdua harapkan. Tidak. Tidak sama sekali.
"Kalau kau, tentu akan jadi bintang paling terang, Na. Entah kalau aku. Tubuhku sudah dibasuh dengan dosa." Luna mengernyit tak suka. Telapaknya ia pukulkan pada dada bidang sang kasih.
"Aniya. Kalau aku jadi bintang, maka kau yang jadi galaksi, Tae. Tak akan kubiarkan Tuhan menempatkanmu di bawahku," ucap Luna begitu yakin. Taehyung hanya mampu tertawa, walau di dalamnya tersirat nada terpaksa.
"Jadi, kau mau demo di depan gerbang surga begitu? Tak takut dihunus?"
"Tentu tak takut. Selama aku masih punya kau, Tuhan sekalipun akan ku lawan," ujarnya bersungguh-sungguh.
Mendengar itu, Taehyung merasa kecil. Tak berguna. Seolah hatinya baru diremas oleh rasa malu.
Iya, dia tak seberani wanitanya. Ia pengecut. Seorang penakut yang bersembunyi di balik topeng kelamnya.
"Ayo masuk, Na. Angin malam terasa lebih dingin malam ini." Taehyung berusaha menghentikan topik pembicaraan mereka. Mana ada manusia hidup yang betah membahas kematian. Terlebih itu Taehyung. Ia takut mati.
"Bilang saja mau menghangatkan diri di bawah gelungan selimut."
"Dan kau. Di bawah gelungan selimut dan kau," koreksi Taehyung sambil tersenyum kotak. Luna mendecih tak percaya. Lantas saja telapaknya ia gunakan mencubiti perut kotak Taehyung.
"Mesum!"
"Ehehe. Mesumnya Luna'kan?"
"Taehyung!"
...
Pria itu segera beranjak setelah memastikan bulannya sudah terlelap. Memakai kaos dengan malas dan berlalu menuju balkon apartemen mereka.
Malam ini tidak ada pekerjaan mengantar narkoba, jadi ia bisa bersantai sejenak.
Memilih duduk di bangku reot, jemarinya bergerak gesit meraih sebungkus rokok. Diberinya api pada ujung, menghirupnya dalam-dalam, lalu mengeluarkannya tanpa beban.
Oh, Taehyung jadi berpikir kalau hidupnya itu seperti rokok.
Dihirup hingga sesak lantas dibuang dengan percuma. Rasanya sama seperti itu. Menyakitkan, namun tak dapat protes karena sistemnya memang begitu.
Hanya perlu beberapa menit baginya mendapatkan euphoria terselubung yang ia racik bersama segulung rokok. Matanya terpejam sayu. Bibirnya mengoceh tak jelas, sesekali terkekeh keras.
Sama. Selalu sama. Titik dari euphorianya selalu sama.
Moon Luna. Wanitanya.
Taehyung selalu berhalusinasi tentang kisah mereka. Jika saja ia masih diberi waktu oleh Tuhan, jika saja ia mampu mengeluarkan Luna dari jerat-jerat dosa, jika saja ia memiliki lebih banyak hal indah untuk dibagi. Pasti tak akan semenyesakkan ini. Tak akan senelangsa ini.
Pada akhirnya, kebahagiaan sementara itu akan berakhir dengan Taehyung yang menangis tersedu. Mengusap ingusnya sambil memandang langit nanar.
Kenapa Tuhan memberinya takdir yang begitu buruk?
Ia takkan kuat meninggalkan Luna sendiri. Hanya ia yang dimiliki gadis itu, begitupun sebaliknya.
Moon Luna memang senyatanya adalah bulan milik Taehyung. Bukan matahari. Karena, ia akan merasa terlalu serakah telah merebut bintang paling terang di bumi ini.
Cukup bulan saja. Tak usah muluk-muluk. Bulan milik Kim Taehyung.
Membayangkannya saja sudah membuat ia tersenyum kecil. Bahagia luar biasa. Ada pedih juga sebenarnya.
"Tae?" Langsung saja pria itu dibuat gelagapan setelah mendengar panggilan sang kasih. Memastikan wajahnya tertutupi bayang malam agar Luna tak lihat betapa kacaunya ia.
"Iya. Ada apa, sayang?" Luna mendekat. Memutuskan duduk di pangkuan prianya sambil memeluk erat. Membenamkan kepalanya di bahu pria itu.
"Kenapa dengan suaramu?"
"Efek bangun tidur," ujar Taehyung enteng sembari menghirup nikotin dan tar di tangannya.
"Oh."
Lalu, hanya keheningan yang tercipta. Yang satu sibuk memikirkan mau berbuat apa, yang satu lagi sibuk menahan tangis.
"Apa yang kau lakukan?!" Geram Taehyung saat ia dapati Luna mengambil sepuntung rokoknya.
"Hanya ingin mencoba. Kau selalu bilang akan merokok ketika wajahmu terlihat resah, jadi aku juga ingin merokok. Aku sedang resah, Tae." Lantas saja jemari Taehyung dengan gesit mengambil rokok di tangan Luna. Menyembunyikannya di balik saku celana.
"Tidak. Sampai aku matipun, kau tak boleh terciprat dosa. Tak akan ku ijinkan. Cukup aku saja. Jangan kau," tegas Taehyung sambil mengeratkan pelukannya.
"Tae, kau itu egois," desis Luna sembari terisak kecil.
"Iya. Aku tahu," balasnya parau.[]
Wishes list for Taehyung:
1. Don't be sad anymore. Just be happy.💜A-taesthetics
KAMU SEDANG MEMBACA
мσση αη∂ ηιgнт.✔
Fanfiction[ тαεнүυηg's sρεcιαℓ вιятн∂αү ρяσנεcт ] tαєhчung punчα duα вulαn. tαpí, чαng sαtu khusus untuk dírínчα. pun sínαrnчα tαkkαn pєrnαh pαdαm wαlαu mαlαm hílαng dígαntíkαn fαjαr. lunα nαmαnчα. вulαnnчα. Started on December 16, 2018. Finished on December...