Setelah konversasi singkat yang cukup menyedihkan, dua sobat lama itu memilih duduk di ruang tamu. Tentu sebelumnya sudah membereskan bekas sarapan mereka.
Taehyung bersandar pada salah satu sofa yang beberapa bagiannya terlihat per menyembul. Sedangkan, Jungkook dengan hati-hati duduk di sofa lain.
Mereka saling diam. Yang satu menunggu empunya apartemen berbicara, yang satu lagi melamun memikirkan entah apa.
"Kalau kau jadi aku, apa yang akan kau lakukan, Jung?" Tanya Taehyung di sela keterdiaman mereka. Jungkook tampak berpikir.
"Aku tak bisa memikirkan jikalau aku jadi hyung. Tapi, menurutku, ada baiknya hyung memberi ruang gerak untuk Luna. Mau bagaimanapun pasti rasanya sesak jika harus diam disini. Apa kau pikir menunggu orang terkasih itu selamanya menyenangkan, hyung? Bisa jadi, saat ini Luna sedang bimbang akan perasaannya."
Taehyung menoleh karena terkejut. Dipandanginya yang lebih muda dengan raut tak mengerti. Jungkook menghembus napas berat karenanya.
Hyungku yang satu ini ternyata tak peka masalah wanita, rutuk Jungkook dalam hati.
"Begini lho, hyung. Namanya manusia pasti punya rasa bosan. Ibaratnya, aku yang suka minum banana milk. Saking sukanya aku selalu meminumnya setiap hari. Lantas, suatu hari pasti dalam diriku ada rasa jenuh. Terlalu bosan meminumnya hingga malah membuat aku tak sudi melihat benda itu lagi. Nah, dalam kasus hyung kurasa ini masalah serupa."
"Maksudmu, sebanyak apapun rasa cinta Luna, jika aku terus membuatnya diam disini dan hanya menungguku pulang dengan selamat, dia juga akan bosan?"
"Gotcha! Kurasa hyung harus memberikan sedikit me-time untuk Luna. Memberinya tiket jalan-jalan atau semacamnya. Wanita pasti suka hal demikian."
Taehyung meletakkan telunjuk dan jempol di bawah dagu, tampak menimang-nimang perkataan Jungkook yang masuk akal.
Memang akhir-akhir ini hubungan mereka agak renggang. Walau masih bercengkrama, ia tahu ada yang berbeda dari bulannya.
"Baiklah, Jeon. Terima kasih untuk sarannya. Sangat membantu," ujar Taehyung sembari melempar senyum lebar.
Jungkookpun balas dengan memberi cengiran senang. Ikut bahagia melihat mood Taehyung yang agaknya membaik.
"Tentu. Bukan masalah besar. Omong-omong, ceritakan lagi lanjutan kisahmu dengan Luna, hyung! Aku ingin mendengarnya."
"Yah, jadi aku menemukan dirinya meringkuk di sudut gang. Dia berusaha menyembunyikan dirinya dari cahaya lampu jalan. Aku bahkan mengira dia itu setan penunggu gang."
"Lalu, hyung takut?"
"Iya, aku takut. Tapi, rasa penasaranku lebih besar. Jadi, kudekati Luna dan mendapati penampilannya yang mengenaskan. Aku masih ingat betul letak luka-luka lebam di tubuh Luna," jelas Taehyung sedikit gemetar. Ia mengingat betapa sengsaranya Luna dulu. Mencoba menerima kenyataan bahwa ia hamil dari bapaknya sendiri, lantas janin itu malah tak sanggup bertahan karena psikis Luna yang terguncang.
"Bagaimana dengan bayinya?"
"Tak selamat. Mentalnya terlalu terguncang hingga janinnya tak kuat. Setelahnya, ia jadi begitu depresi. Butuh setahun untukku membuat Luna menjadi seperti sekarang." Mata pemuda bermarga Kim itu berkaca-kaca. Ia tahu, walaupun bayi di perut Luna bukanlah anak yang wanita itu harapkan, Luna tetap menganggap anak itu sebagai anugerah Tuhan.
Luna itu terlalu baik untuk dunia yang kejam ini. Agaknya Taehyung harus protes pada Tuhan ketika ia berada di neraka esok. Ia akan meminta Tuhan memberi takdir bahagia untuk Luna setelah ia pergi. Tak apa harus mendekam di neraka selamanya, asal Luna bahagia.
"Jadi, sudah dua tahun kalian menjalin hubungan?"
"Eoh."
"Lalu, hyung belum melamar Luna?"
"Aku sudah punya belasan niat, Jung. Pernah suatu malam, saat aku hendak melamarnya, ia sepertinya sudah tahu rencanaku. Dan dengan lancarnya ia bilang bahwa ia belum sanggup menjalin hubungan yang sah. Ia punya trauma akan sebuah hubungan resmi dan akupun paham betul perasaannya."
"Luna itu tipe yang susah digapai, ya?"
"Iya. Dia sulit karena dia spesial," ujar Taehyung sambil tertawa kecil.
"Tapi, apa hyung tak mau bersikap tegas? Bisa jadi setelahnya Luna akan luluh."
"Aku tak mau begitu, Jung. Itu pemaksaan hati namanya. Lagipula, aku sudah tahu sebesar apa cintanya padaku begitupun sebaliknya. Tak masalah. Asal kami selalu bersama, itu sudah lebih dari cukup."
"Setelah punya pacar, sikapmu melankolis sekali ya, hyung? Jadi, penyair saja sana," canda Jungkook yang dibalas kekehan oleh Taehyung.
"Tidak ah. Nanti tak bisa dekat-dekat Luna karena dikerubungi fans."
"Wah, kepalamu besar sekali ya, hyung."
"Haha. Oiya, memang kau tak ada acara hari ini, Jung?"
Jungkook kelihatan berpikir sejenak, lalu maniknya melotot lebar.
"Aish, aku lupa ada janji kencan dengan seseorang. Gawat sekali ini!"
"Dasar pelupa! Cepat pulang sana! Sampaikan salamku pada eomeonim." Jungkook hanya mengangguk sebagai balasan. Tangannya sibuk mengambil barang belanjaannya.
"Sini. Biar aku yang bawa. Cepat pakai sepatumu."
"Gomawoyo, hyung. Aku pulang dulu. Terima kasih untuk sarapan enaknya."
"Sering-sering main."
"Oke," balas Jungkook sambil berlari menjauh.
Taehyung cuma bisa geleng-geleng kepala dibuatnya. Dongsaengnya tidak berubah banyak. Ia yakin betul Jungkook bisa menepati janjinya kalau ia sudah pergi esok. Tinggal katakan yang sejujurnya pada bocah itu dan dia akan menuruti pintanya. Kkeut![]
Wishes list for Taehyung:
5. It doesn't matter when you cry. But, i hope you'll never drop tears again, oppa.💜 A-taesthetics
KAMU SEDANG MEMBACA
мσση αη∂ ηιgнт.✔
Fanfiction[ тαεнүυηg's sρεcιαℓ вιятн∂αү ρяσנεcт ] tαєhчung punчα duα вulαn. tαpí, чαng sαtu khusus untuk dírínчα. pun sínαrnчα tαkkαn pєrnαh pαdαm wαlαu mαlαm hílαng dígαntíkαn fαjαr. lunα nαmαnчα. вulαnnчα. Started on December 16, 2018. Finished on December...