Chan memandang sendu wajah tenang Hyunjin yang berbaring tak sadarkan diri di atas kasurnya.
Wajah favoritnya itu sangat pucat, bibir di balik alat oksigen yang juga menutupi hidung bangirnya itu terlihat membiru akibat terlalu lamanya dia kedinginan di bawah guyuran hujan.
Kepala Chan pening rasanya, ingin sekali ia menghancurkan monitor jantung yang terus bersuara mengganggu indera pendengarannya.
Suara dari benda yang terus menampilkan pola zigzag itu mengganggunya, mengganggu suasana hatinya yang begitu cemas.
“Kenapa sih? Kenapa kakak gak pernah becus jagain kamu?”
Chan mengusap dengan sayang surai kelam Hyunjin. Sebelah tangannya yang bebas menggenggam erat tangan dingin lelaki manis itu.
“Kamu sakit apa aja kakak baru tahu sekarang”
Chan menyalahkan diri atas semua hal ini, ia tidak bisa menepis hal ini. Chan benar-benar payah hanya untuk melindungi Hyunjin.
“Seharusnya kakak peka saat dulu kamu sering ngeluh dada kamu sakit, seharusnya kakak gak pergi ngebawa rasa kecewa saat kamu mutusin kakak tanpa kakak mau tau apa alasannya”
Seumur hidupnya, Chan tidak pernah menangis. Ia dikenal oleh teman-temannya sebagai lelaki yang kuat. Tak pernah menangis meski Hyunjin memutuskannya saat itu.
Tapi melihat keadaan Hyunjin yang sekarang, wajah yang pucat dan tubuh yang semakin kurus, membuat Chan merasa amat sakit dalam lubuk hatinya.
“Kak, aku pengen putus!”
“Kita udah gak cocok, aku bosen sama kakak”
“Dengan apa yang udah kita lewatin, kamu bilang bosen?”
“Oke, kalau itu mau kamu, kakak gak nyangka ada saatnya kamu bikin kakak bener-bener kecewa”
Seharusnya Chan tahu saat itu, Hyunjin tidak benar-benar serius dengan ucapannya.
Bosan?
Tidak ada kata bosan bagi Hyunjin dalam segala hal mencintai Chan.
Di hari Hyunjin memutuskan hubungan mereka dan Chan pergi membawa rasa kecewa. Seharusnya Chan kembali saat itu, dan melihat betapa hancurnya Hyunjin, betapa kencang tangisnya atas penyesalan terbesar memutuskan hubungan mereka.
Chan buta oleh kecewa dan rasa sakit hatinya, ia tidak tahu Hyunjin lebih sakit, baik fisik, mental, dan juga hatinya.
“Maafin kakak, darl”
Chan mengecup kening Hyunjin cukup lama, menyalurkan rasa sayangnya yang amat besar melalui kecupan yang entah Chan harus menyebut ini yang terakhir kalinya atau..entahlah.
Tidak, Chan tak bisa hidup dengan rasa penyesalan yang akan menghantuinya sempanjang hidup.
Maka dari itu, ia beranjak, pergi dari ruangan rawat Hyunjin, menuju ruangan Minhyun yang tak jauh jaraknya.
Chan mengetuk pintu putih itu, kemudian masuk saat sang pemilik ruangan mengizinkannya.
“Mau apa kesini?” tanya Minhyun, yang sama sekali tak mengalihkan pandangannya dari kertas-kertas di atas meja.
“Gimana hasil pemeriksaan Hyunjin tadi?”
“Gue bukan spesialis penyakit jantung”
Dokter muda itu menatap Chan sekilas, sebelum kembali mengalihkan atensinya.
“Harusnya lo tanya itu sama dokternrya Hyunjin, tugas gue cuma jaga dan cek keadaan fisiknya”
“Tapi gue yakin dokternya Hyunjin pasti ngasih tau lo kan, bang?”
Minhyun menghela napas, ponselnya bergetar, menampilkan notifikasi sebuah pesan masuk dari ibunya.
Pria itu terus menatap layar ponselnya yang masih menyala, bukan pada pesan yang datang, melainkan pada layar kunci ponselnya yang sengaja ia pasang potret dirinya bersama sang adik disana.
Chan pun melihatnya, di foto itu Minhyun dan Hyunjin saling merangkul dan tersenyum amat bahagia.
Chan paham jika Minhyun sangat menyayangi adiknya, maka saat ia kembali menatap lelaki itu, mata Minhyun telah terlihat berkaca-kaca.
“Hyunjin harus secepatnya dapat donor, keadaan dia makin memburuk”
Minhyun mengusap wajahnya dengan kasar, menghapus setitik air mata yang turun tanpa bisa ia halangi.
“Jika terus dibiarkan, lo sendiri tau apa konsekuensinya tanpa perlu gue kasih tau kan?―”
“Gagal jantung itu penyakit yang serius, meski Hyunjin udah ngelewatin pengobatan secara maksimal, jika dia masih ngeluh sakit, hanya ada dua pilihan”
Minhyun menatap Chan dengan matanya yang tampak memerah.
“Transplantasi jantung, atau kehilangan nyawanya”
Chan menunduk, tangannya mengepal kuat.
Demi orang yang dia cintai bukan?
Pria Aussie itu kembali mengangkat kepalanya, menatap wajah Minhyun dengan raut serius.
“Bang―”
“Gue yang akan kasih jantung gue buat Hyunjin”
※※※
『PLUVIOPHILE』
※※※
Hehe, jangan hujat aku.
KAMU SEDANG MEMBACA
Pluviophile ; Chanjin✔
Short Story[Complete + Epilog]✓ ❝Setidaknya, aku ingin egois sekali saja, sebelum tak bisa lagi❞ ― hyunjin. warning! ーbxb ーdom, chan! sub, hyunjin!