Chan membuka matanya yang terasa amat berat. Kepalanya pusing akibat kurangnya terlelap malam tadi.
Semalam, Chan menemani Hyunjin sampai lelaki itu berhenti menangis dan tertidur.
Bukan hanya menemani, tetapi membantu menarik kepercayaan diri Hyunjin tentang hidupnya kembali. Meyakinkan lelaki itu kalau dia dapat bertahan hidup.
Meski sebenarnya, Chan sendiri tak yakin dengan apa yang ia katakan. Tentang Hyunjin yang pasti akan segera mendapatkan donornya. Chan sendiri ragu, apakah Hyunjin akan mendapatkannya atau tidak.
Chan menghela napas, lantas segera mengangkat kepalanya yang ia tidurkan di sisi ranjang Hyunjin, dengan beralaskan kedua lipatan tangannya.
“Hah?”
Pria itu terdiam, melihat kasur Hyunjin yang kosong.
“Hyunjin?”
Chan menolehkan kepalanya ke segala arah. Mencoba mencari sosok Hyunjin yang menghilang di pagi ini.
Ia khawatir, apalagi saat melihat selang infus yang sering Hyunjin bawa kemana-mana menjuntai begitu saja. Bahkan ada sedikit bercak darah yang mengotori lantai.
Chan berdiri, keluar ruangan Hyunjin dengan panik.
Tidak jauh dari jarak ruangan Hyunjin, Chan dapat melihat Minhyun yang berjalan mendekatinya, sepertinya hendak mengunjungi Hyunjin.
Lantas, Chan segera berlari menghampiri lelaki yang lebih tua beberapa tahun darinya tersebut.
“Bang, Hyunjin mana?!” tanya Chan dengan panik.
“Bukannya sama lo semaleman?”
“Dia gak ada bang!”
Minhyun memutarkan bola matanya malas.
“Paling kabur lagi”
Chan memicingkan matanya, alisnya bertaut tak suka mendengar nada santai yang Minhyun lontarkan.
“Kenapa lo keliatan biasa gini, bang?! Adek lo hilang!”
“Udah biasa, paling―”
“Enggak bang ini gak biasa! Dia bahkan gak bawa infusannya!”
Minhyun membulatkan matanya, segera berlari melewati Chan untuk mengecek kamar sang adik.
Benar apa kata Chan, tidak ada Hyunjin di kamarnya. Dan infusan itu tertinggal yang artinya Hyunjin melepaskannya.
Sementara itu di tempat lain, di bangunan paling tinggi di rumah sakit. Sosok Hyunjin berdiri, memandang kosong jalanan di bawah sana.
Hari ini hujan turun amat deras, membasahi tubuh Hyunjin sampai basah kuyup. Aliran airnya terus menuntun darah yang tak hentinya keluar dari punggung tangan kiri lelaki manis itu.
Kepalanya ia tengadahkan ke atas, menikmati sensasi air yang turun menghujami wajah pucatnya.
Tubuhnya menggigil, tapi Hyunjin tetap tersenyum saat hujan makin menderas.
Hyunjin lelah, bukan fisik, tetapi hatinya. Sedari tadi, hujan menjadi saksi bisu betapa derasnya tangis Hyunjin meski air matanya terus hilang, terbawa oleh air hujan yang jatuh.
Hyunjin frustasi, ia ingin menyerah dengan hidupnya, dan membiarkan apa yang sudah menjadi takdirnya Tuhan lakukan.
Yang hanya ingin Hyunjin lakukan sekarang adalah memandangi dunia, dan hujan dengan setia menemaninya. Ia tak ingin siapapun menemaninya, meski itu Chan, orang yang sangat ia cintai sekalipun.
Hyunjin hanya tak ingin merasa berat melepas mereka semua. Mereka yang selalu setia menemaninya, membuatnya bahagia.
“Hello, rain”
Lelaki manis itu berbisik, menyapa tangisan langit.
“Boleh gak aku membuat satu permintaan terakhir?”
Hyunjin menengadahkan kedua tangannya, air hujan yang turun pada telapak tangannya seperti tangan yang sedang menggenggam tangan miliknya.
Ya, meskipun tak ada orang terkasih, setidaknya ada hujan yang menemaninya untuk terakhir kali.
Karena Hyunjin mencintai hujan, setelah keluarganya dan juga Chan.
Deg!
Deg!
DEG!!!
“Akh!”
Hyunjin meremas kuat dada kirinya. Jantungnya seakan diremas kuat tanpa ampun. Dan rasanya begitu sakit.
Apakah ini akhirnya?
Hyunjin terkekeh kecil, sambil sesekali meringis menahan sakit yang amat menyiksa pada jantungnya.
“Aku pengen kamu turun―”
“Menembus, basahin tanah kubur aku saat aku udah pergi nanti”
Lelaki manis itu tertawa lagi, tawa lucu yang selalu membuat orang-orang merasa gemas saat melihatnya.
“Boleh ya?”
Setelah mengatakan kata itu, tubuh Hyunjin terhuyung ke belakang. Dadanya terasa sangat sakit, dan kepalanya terasa begitu pening bukan main.
“Hyunjin!”
Matanya dapat menangkap siluet wajah Chan, yang menopang tubuh tak berdayanya untuk tak menghantam lantai atap rumah sakit yang berbahan dasar semen.
Sebelum kemudian kesadaran Hyunjin hilang sepenuhnya, meski masih dapat ia dengar dengan samar teriakan Chan yang memanggil namanya.
※※※
『PLUVIOPHILE』
※※※
Sekitar 2 chapter lagi selesai, yeay.
KAMU SEDANG MEMBACA
Pluviophile ; Chanjin✔
Short Story[Complete + Epilog]✓ ❝Setidaknya, aku ingin egois sekali saja, sebelum tak bisa lagi❞ ― hyunjin. warning! ーbxb ーdom, chan! sub, hyunjin!