••08••

30 4 2
                                    

Mata Muti mulai menjernih terlihat seorang pemuda memangku kepala Muti yang tadi tak sadarkan diri.

"Hei kau sudah sadar?"

Muti hanya menatap kearah pria itu.

"Hei". Pria itu melambaikan tangannya didepan mata Muti yang sukses membuyarkan lamunannya.

"Ha?. Ya". Jawab Muti singkat dan pelan karena kepalanya masih pusing.
"Aku siapa?". Lanjut Muti dengan wajah polos.

"Apa kau amnesia?"

"Namaku Tera Lalita Mutia bukan Amnesia!". Jawab Muti setengah berteriak namun dengan memegangi kepalanya.

"Itu kau ingat"

"Ingat apa?"

"Namamu"

"Aku memang ingat"

"Lalu kenapa kau bertanya padaku?"

"Bertanya apa?"

"Siapa aku?". Pria itu mengulangi pertanyaan Muti.

"Kenapa kau bertanya padaku?. Aku saja tak tau siapa kau".

"Itu pertanyaanmu tadi bukan aku bertanya padamu". Pria itu memutar bola matanya dan menghembuskan nafas jengkel.

"Lalu?". Tanya Muti polos.

"Lalu apanya?"

"Siapa aku?"

"Bukannya tadi kau ingat masa sekarang lupa". Pria itu menatap kearah Muti yang masih tidur dipangkuannya keheranan.

Apa gara-gara kebentur pemikirannya jadi salah jalur?. Batin pria itu.

"Ha?.. hemm.. oh maksudku kau".

"Ooh, kalau tanya yang jelas dong. Namaku Alvarino riza. Panggil saja Alva"

"Dan tadi aku sudah bilang siapa namaku jadi panggil saja aku Muti. Atau terserah asalkan masih tetap namaku". Muti tersenyum.

"Kau bisa bangun?". Tanya Alva membantu Muti duduk. Mereka masih berada dipinggir jalan yang sama.

"Aaw". Suara Muti kesakitan, terlihat lengan bajunya sedikit sobek dengan darah yang mewarnai sobekan itu.

"Kau terluka. Kita langsung kerumah sakit saja ya". Pinta Alva.

"Tidak usah aku hanya ingin pulang. Terima kasih ya sudah menolongku". Ucap Muti tersenyum sambil memegangi sikunya.

"Apa mungkin kau akan menyetir dengan keadaan seperti ini?"

"Mungkin bisa, kan belum mencoba".

"Kalau begitu biar ku bantu berdiri". Dengan sigap Alva mengulurkan tangannya membantu Muti.

"Aduh!". Pekik Muti yang kembali terjatuh namun segera ditangkap Alva.

"Kenapa dengan kakimu?"

Muti melihat kakinya yang terluka dengan beberapa memar yang terasa nyeri sehingga membuatnya tidak mampu berjalan.

"Kakimu sepertinya terluka karena tertimpa motor tadi, kau tak mungkin menyetir dengan keadaan yang seperti ini. Kita harus kerumah sakit dulu agar lukamu cepat di obati".

Muti hanya menjawab dengan mengangguk pasrah. Alva merangkul Muti menuju motornya.

"Bagaimana dengan motorku?" Ucap Muti mendadak mencari motornya.

"Bukannya khawatir pada keadaanmu ini malah kau khawatir pada motor". Alva menggeleng.
"Motormu baik-baik saja, denyut nadinya juga masih ada, dia masih hidup dan tadi motormu masih bernafas jangan khawatir". Lanjutnya enteng.

TELMI KuadratTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang