••11••

13 1 0
                                    

'Sayang'?
Walaupun itu adalah kata yang di ucapkan dalam kalimat meledek, namun itu mampu membuat Muti tak bisa melupakannya. Tanpa Muti sadari saat mengingatnya senyum manis pun tergambar jelas diwajahnya.

..Ceklek...

Alva masuk ke ruangan dimana Muti berada. Ia mendapati pemandangan yang lucu, si Muti yang senyum-senyum sendiri. Alva mendekatinya perlahan, sebisa mungkin tak menimbulkan suara.

"Ehm!" . Alva berdehem namun Muti tak menyahut.

"Ehm,, ehm". Sekali lagi.

"Halo"

"Hai"

"Muti"

"Telmi!!". Kali ini Alva meninggikan suaranya dan melambaikan tangannya di depan mata Muti.

"Ha? Ya sayang?" Jawab Muti spontan karena kaget tanpa disadarinya.

"Ha?". Alva sedikit kaget. "Aduh sayang jangan nglamun terus dong". Lanjutnya dengan nada manja yang dibuat-buat.

"Idih apaan sayang-sayang!"Muti bergidik jijik.

"Kan kamu tadi yang bilang ya aku tinggal nerusin aja lah".

"Masa sih?". Tanya Muti tak percaya.

"Iyaa!.. gini-gini pendengaranku masih normal nona!"

"Emang kamu denger apa?"

"Ha? Ya sayang?. Gitu ". Alva mengulangi ucapan Muti.

Ya ampun, apa iya?. Aduh bodohnya aku. Ini memalukan. Batin Muti, tanpa sadar pipinya sedikit memerah.

"Mikirin apa sih?. Mikirin aku ya?". Tanya Alva menaikkan satu alisnya.

"E... enggak. Ke PD an lo".

"Wajahmu gak bisa bohong. Tu lihat pipimu merona". Alva menyentuh sekilas pipi Muti dengan telunjuknya. "Secara logika dan pada umumnya pipi memerah itu karena menahan malu atau marah, dan kelihatannya aku sedang tidak berbuat ulah padamu. Jadi kemungkinan besar kamu sekarang lagi malu karena kepergok sama orang yang sedang muter-muter di kepalamu". Lanjutnya panjang lebar seperti rumus matematika dengan gaya seperti seorang guru memberi penjelasan.

"Ngomong panjang amat mas, udah kaya pidato". Muti sedikit melongo.

"Tapi benerkan". Ucap Alva sok cool dengan menarik sedikit kerah bajunya ke atas.

"Idih, gak bener sama sekali!". Muti berlagak sewot.

"La terus kamunya mikirin apa atuh neng?"

Ini orang kok pake logat sunda segala sih?. Batin Muti.

"E.. itu.. anu.. panas". Ucap Muti sedikit gelagapan.

"Apa yang panas?". Tanya Alva polos.

"E... ruangan ini lah".

"Hei gak lihat apa di atasmu!". Alva menunjuk ke atas. Pandangan Muti mengikuti arah yang di tunjuknya.

Aduh gawat!. Sejak kapan di situ ada AC. Batin Muti panik.

Alva menyipitkan matanya dengan tatapan menyelidik serta seringai menggodanya.

Aduh kalau sampek kepergok aku mikirin dia, bisa malu bertahun-tahun nih. Batin Muti bingung dengan keringat yang mulai muncul di kulitnya.

"Aduh!!". Pekik Muti kesakitan.

"Eh kamu kenapa? Ada yang sakit? Mana yang sakit? Aku panggilin dokter ya?". Tanya Alva dengan raut wajah sangat khawatir.

"Gak kok perih aja, pulang yuk. Udah sore ntar aku dicariin".

"Oke, sini aku bantu". Alva membantu Muti untuk berjalan keluar dari rumah sakit.

Yeeeee.... berhasil, akhirnya dia gak nanya-nanya soal apa yang aku pikirin tadi. Hufh,,, semoga aja dia lupa. Batin Muti senang karena berhasil mengalihkan pembicaraan Alva. Muti hanya berpura pura kesakitan, karena sebenarnya setelah diobati suster tadi rasa sakitnya sudah berkurang.

Sesampainya ditempat motor Muti bingung bagaimana dia akan naik ke motor itu. Berangkatnya tadi dia bisa naik karena di gendong Alva, kan tidak mungkin dia minta di gendong.

Muti menatap sejenak Alva lalu terdiam. Namun tiba-tiba Alva langsung mengangkat Muti dan mendudukannya di jok belakang motornya.

Muti memekik kaget hingga membuat matanya membulat sempurna. Alva hanya menyahutnya dengan tersenyum menampakkan deretan giginya yang rapi.

Tanpa ada basa basi Alva langsung membawa Muti pulang.

"Eh lupa" . Alva lebih melambatkan laju motornya.

"Apa yang lupa?. Ada yang ketinggalan di rumah sakit?". Tanya Muti bingung.

"Tidak"

"Lalu?"

"Rumahmu dimana?". Ucap Alva dengan cengengesan.

"Oh itu, di jalan Merpati nomor 32"

"Oke, udah deket berarti"

"Ini ya rumah kamu?" Tanya Alva yang berhenti di depan rumah minimalis sederhana tapi elegant dengan cat putih dan biru muda yang indah di pandang, serta taman bunga didepan rumah menambah rasa nyaman saat memandangnya.

"Oh iya". Jawab Muti setelah menengok rumah itu.

Alva menggendong Muti ala bridal style memasuki pekarangan rumah lalu menurunkannya di depan pintu.

Tok...tok..tok...

Hening..

Tok...tok...tok.. Alva mengulangi ketukannya.

Ya sebentar!... . Jawaban dari dalam rumah.

...ceklek...

Pintu terbuka menampakkan wanita paruh baya dengan rambut sebahu yang digerai. Kelihatannya habis mandi.

TELMI KuadratTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang