Sesampainya di rumah sakit, Alva langsung turun duluan dari motornya lalu membantu Muti berjalan masuk ke tempat atministrasi.
"Mbaknya kenapa mas?". Tanya suster yang berada di tempat atministrasi.
"Baru kecelakaan sus". Sahut Alva dengan nada khawatir.
"Baiklah, namanya siapa?"
"Emm... Te..TELMI..". Muti langsung menginjak kaki Alva karena ucapannya.
"Aduh!!". Alva menoleh ke arah Muti yang langsung menatap tajam kearahnya.
"Apa?". Tanya Alva polos.
"Tera Lalita Mutia. Bukan TELMI!!!!". Bisik Muti dengan nada jengkel.
"Siapa mas?. TELMI?". Tanya suster memastikan.
"Em, bukan bukan. Maksud saya Tera Lalita Mutia". Jawab Alva cengengesan.
"Mas anggota keluarganya?"
"Eem.. i..iya".
"Mas ini siapanya?"
Alva terlihat bingung menggaruk kepalanya yang tidak gatal.
"Ee... saya.. sa... saya kakaknya"
"Baiklah tanda tangan disini ya". Suster itu menyerahkan selembar kertas dan bolpoin pada Alva yang langsung di tanda tangani olehnya.
"Kakak dari hongkong!". Ucap Muti sedikit berbisik.
"Udah, yang penting kan aman.". Sahut Alva dengan cengiran tak berdosanya.
Seorang suster datang kearah mereka dengan membawa sebuah kursi roda. Dengan sigap Alva mendudukkan Muti di kursi roda itu, lalu berjalan disamping Muti menemaninya ke ruang pemeriksaan.
Di ruang pemeriksaan, dokter menyuruh Muti untuk berbaring di tempat yang sudah disediakan. Suster yang mengantar Muti mendekati Muti untuk membantunya berpindah.
"Biar saya saja sus". Tawaran Alva yang mendapat anggukan dari suster itu.
Alva tidak membantu Muti berdiri tapi langsung mengangkatnya dan merebahkannya di tempat yang sudah di sediakan. Muti kaget dengan hal yang dilakukan Alva, matanya membulat tak percaya.
"Dia adik saya kok dok". Ujarnya santai. Mendengar itu Muti mengerutkan dahinya tak percaya, yang dibalas Alva dengan menaik turunkan alisnya.
"Bersihkan lukanya sus". Perintah dokter pada suster itu.
Ini pasti sakit. Batin Muti.
Saat suster membersihkan lukanya Muti meremas seprai tempatnya berbaring karena rasanya sangat perih dan sakit. Alva yang melihat itu menggapai tangan Muti dan menggenggamnya. Muti terlihat bingung dengan apa yang dilakukan Alva. Alva tersenyum ke arah Muti memberi isyarat bahwa dia hanya ingin membuat Muti merasa tenang.
Muti menoleh ke arah Alva tidak berani melihat luka yang sedang dibersihkan suster. Ketika sakit lebih terasa Muti menggenggam erat tangan Alva dan memejamkan matanya membuat Alva menatapnya khawatir.
"Tolong lebih pelan sus". Ujar Alva pada suster yang tengah membersihkan luka Muti. Suster itu menjawabnya dengan anggukan. Muti membuka matanya menatap Alva dengan tatapan kaget, bingung, kagum dan tak percaya bahwa orang yang baru ia kenal begitu pengertian.
Alva menatapnya santai lalu tersenyum lebar pada Muti sampai memperlihatkan deretan gigi putihnya yang rapi.
"Nah selesai". Ucap suster yang langsung mendapat perhatian dari Alva dan Muti.
Muti melihat tangan dan kakinya yang sudah di perban lalu Alva pergi dari samping Muti menuju tempat dokter.
"Adik saya tidak apa-apa kan dok? Gak ada yang parahkan? Dia tak perlu rawat inap kan dok? Gak ada benturan yang berbahaya kan dok? Tidak ada luka dalam yang perlu di khawatirkan kan dok?" . Pertanyaan bertubi-tubi tanpa jeda yang begitu saja terlontar dari mulut Alva dengan nada penuh ke kehawatiran membuat sang dokter terkekeh. Muti sedikit tersenyum dengan segala kekhawatiran Alva.
"Tidak ada yang perlu dikhawatirkan mas, semua telah kami tangani. Lukanya memang cukup parah tapi syukurlah tidak ada yang berakibat fatal dan hari ini dia sudah boleh pulang".
Alva langsung menghela nafas lega selega-leganya.
"Mas ini sepertinya sangat khawatir ya, beruntung sekali adik mas punya kakak yang sangat perhatian".
"Itu sudah kewajiban seorang kakak dok". Sahut Alva penuh kepercayaan diri sambil melirik kearah Muti yang masih terbaring dengan menaikkan satu alisnya, yang di jawab dengan putaran bola mata bosan oleh Muti.
"Ini resep obatnya, silahkan anda ambil di apotik ya mas, biar adik mas beristirahat dulu di sini menunggu masnya kembali"
"Baik dok". Alva mengambil secarik kertas yang di berikan dokter lalu berjalan keluar ke arah pintu. Beberapa detik setelah lenyap dari balik pintu Alva kembali membuka pintu itu "Eh jangan nakal ya adikku sayang, nurut sama bu dokter". Sambungnya seolah sedang menceramahi anak kecil.
Muti yang mendengar itu langsung melotot " Hei!! Sudah cepat pergi sana kau pikir aku anak kecil yang mau mengobrak-abrik tempat ini apa?!!". Ucap Muti geram.
"Mungkin". Sahut Alva menaikkan bahunya dengan seringai jahilnya.
"Sudah-sudah, mas cepatlah ambilkan obat untuk adikmu jangan di ajak ribut mulu". Potong dokter perempuan itu melerai.
"Tu dokter aja tau siapa biang keributannya". Ucap Muti sewot.
Alva hanya cengengesan lalu segera pergi ke ruang apotik. Dokter menggelengkan kepalanya melihat tingkah 2 orang remaja itu.
"Dia sudah pergi, sekarang tenangkan dirimu. Kau ini kan sedang sakit". Ucap dokter itu sambil memeriksa luka Muti.
"Iya dok terima kasih". Jawab Muti dengan senyuman di wajahnya. "Apa saya boleh pulang sekarang dok?". Lanjut Muti.
"Kalau sekarang belum boleh, kakakmu kan belum kembali. Nanti setelah kakakmu kembali membawakan obatmu kau baru boleh pulang". Dokter itu tersenyum ke arah Muti.
"Oh iya, em.. baik dok". Sahut Muti membalas senyuman dokter itu.
Setelahnya, dokter itu pergi untuk memeriksa pasien lain. Muti terdiam menatap langit-langit ruangannya yang berwarna putih. Kembali mengingat hal-hal yang baru saja terjadi, kecelakaan yang mempertemukannya dengan pria menyebalkan namun begitu perhatian padanya. Lalu mengingat satu kata yang membuat Muti tak percaya kalau dia mendengar itu 'adik SAYANG?'.
KAMU SEDANG MEMBACA
TELMI Kuadrat
HumorCerita seorang perempuan yang suka TELMI, LoLa, dan gagal paham namun Dia tidak suka jika ada yang mengatakan kalau Dia TELMI. Pertemuan tak terduganya dengan seorang lelaki membumbui hidupnya atau lebih tepatnya hatinya yang sejak lahir hambar~...