••09••

17 3 1
                                    

"Hahahahaha.. sangat lucu". Ucap Alva memegangi perutnya karena tertawa.

"Hei aku tidak sedang melucu Tuan!"

"Apa kau tau?. Ekspresimu saat marah memang lucu. Apa kau tidak sadar ha?"

Muti hanya menatapnya tajam.

"Oh, oke oke aku berhenti tertawa". Alva menarik nafas berusaha menghentikan tawanya.
"Oke Telmi aku sudah berhenti tertawa apa kau puas?". Lanjutnya dengan ekspresi meledek.

"Kau bilang siapa? Telmi?!!". Muti semakin melotot. "Namaku bukan Telat Mikir ya!. Ingat itu". Muti mengarahkan telunjuknya ke arah Alva.

"Aku tidak bilang kau Telat Mikir." Alva cengengesan. "Walau itu memang benar". Lanjutnya pelan namun Muti masih mendengar itu. Muti semakin menatap tajam kearah Alva walau sambil menahan sakit di tangan dan kakinya.

"Jangan menatapku seperti itu, nanti kamu naksir lagi". Ucap Alva sambil menyisir rambutnya ke belakang menggunakan jari tangannya,  bergaya sok cool.

"Idih apaan". Muti bergidik jijik.

"Haha, oke oke. Kau ini sedang sakit masih bisa-bisanya marah-marah padaku yang telah berbaik hati mau menolongmu". Nada Alva seperti akting drama memasang wajah sedih yang dibuat-buat yang di balas tatapan datar dari Muti.

"Kenapa kau panggil aku seperti itu?". Tanya Muti masih dengan tampang datarnya.

"Coba kau sebutkan lagi namamu?". Pinta Alva.

"Muti"

"Nama lengkapnya". Alva memutar bola matanya bosan.

"Tera Lalita Muti.."

"Tu kaann!. Kalo di singkat kan pas jadi TELMI". Potong Alva sebelum Muti menyelesaikan ucapannya. Muti hanya melongo mendengarnya,  yang hanya dijawab cengiran tak berdosa dari Alva.

"Tap..tapi kan itu bukan namaku". Muti tak mau kalah.

"Kau bilang tadi kan terserah aku memanggilmu siapa yang penting masih namamu. Itu kan juga masih namamu kan Nona". Sahut Alva dengan menaik turunkan alisnya.

"Hufh.. oke yang sehat ngalah". Muti mendengus kesal.

"Hei terbalik Nona. Disini kau yang sakit!"

"Kalau kau tau aku yang sakit, kenapa kau terus mengajakku berdebat". Jawab Muti dengan tatapan lemah.

"Kau yang memulainya". Alva melipat kedua tangannya di dada. Tak mau kalah.

"Ya ampun, rasanya aku ingin menangis berhadapan denganmu. Aku hanya menannyakan motorku. Apa itu salah?." Muti menggelengkan kepalanya.
"Bukankah kau yang memulai . Seenaknya saja mengganti nama orang!.". Lanjutnya.

"Baiklah baiklah.. aku sudah menelvon temanku , dia bekerja di bengkel sekalian aku menyuruhnya untuk memperbaiki motormu dan membawanya ke bengkel tempatnya bekerja".

Seketika Muti membelalakkan matanya.  Tak menyangka orang yang menyebalkan ini begitu baik.

"Jangan menatapku seperti itu, aku memang baik dari lahir jadi gak usah kaget". Jawab Alva menaikkan satu alisnya dan mencondongkan tubuhnya ke arah Muti.

"Ah ya ya.. aku akui kau baik dan terima kasih untuk kesekian kalinya, tapi jangan seperti itu! "

"Memang aku kenapa? Tampan ya?". Tanya Alva polos.

"Ih.. iya tampan, sampai-sampai aku ingin menonjokmu karena ekspresimu tadi". Muti sewot.

"Masih sakit juga mau nonjok-nonjok".
"Oh dan soal nama tadi ku rasa itu lebih bagus, serta lebih mudah ku ingat". Lanjut Alva dengan cengiran tak berdosanya.

"Apa?!!!". Muti menatap tajam kearah Alva, saat akan mengangkat tangan "Aduh". Pekik Muti yang sampai lupa kalau tangannya sekarang terluka.

"Udah tau sakit juga masih ngajak ribut, kita berangkat kerumah sakit sekarang".
Ucap Alva santai yang langsung naik ke motornya membonceng Muti kerumah sakit.

Perasaan aku yang jatuh dari motor, dan aku juga yang terbentur tapi kenapa orang ini yang konslet ya?. Aneh. Batin Muti keheranan.

Duk.

"Aduh, jangan ngerem mendadak dong kepalaku jadi kena helmmu nih". Ucap Muti sambil mengusap-usap dahinya yang mulai merah. Alva terkekeh lucu mendengar ucapan Muti.

"Faktor jalan nih". Jawab Alva namun tetap fokus pada jalan.

"Bilang aja sengaja! Jalanan ini gak ada yang berlubang tau, kau pikir aku tidak hafal jalanan sini!".

"Hahaha, ya baiklah. Kalau kau tak mau kebentur lagi makanya pegangan dong"

Ini orang cari kesempatan dalam kesempitan aja. Batin Muti

Dengan terpaksa dan wajah pasrah, Muti sedikit memegang pinggang Alva atau lebih tepatnya jaket yang Alva kenakan.

Merasa Muti yang ragu berpegangan padanya, Alva menemukan ide jahil di kepalanya. Ia mengegas motornya lebih kencang. Otomatis Muti yang kaget dan takut jatuh mengeratkan pegangannya di pinggang Alva.

"Pelan-pelan dong, kamu lagi bawa orang sakit ni!." Teriak Muti dari belakang.

"Tenang aja, gak akan aku jatuhin buat yang kedua kalinya. Ini biar cepet aja". Alasan Alva dengan senyuman bahagia atau mungkin kemenangan.

Muti hanya menghela nafas panjang, pasrah.

♡☆♡

Selamat Hari Ibu Semua 😘 22/12/2018

Terima kasih sudah membaca
Jangan lupa kepoin lanjutannya.☆

TELMI KuadratTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang