NOTED!!! udah ganto pindahin ke book tersendiri dan lebih baik baca yang di book terpisah itu daripada yang di sini. yang di sini ga ganto hapus krn masih mau keep komenan pembaca ^^
.
.
.
.
.
Happy Reading
.
.
.
.
.
Hari sudah lewat dari tengah malam, dan daerah di mana Seokjin berpijak sekarang bukanlah pusat kota yang senantiasa bergeliat hidup tak tentu waktu. Keramaian membuat kita menjaga sikap, padatnya lalu lalang manusia terkadang membatasi kita untuk menjadi berbeda agar tidak terlalu mencolok hingga menimbulkan kasak-kusuk negatif dan pandangan menusuk maka ditengah-tengah lahan tak terpakai di pinggir Seoul ini Seokjin meluapkan kekesalannya dengan teriakan lantang.
Masa pada cuaca sedingin ini dia disuruh topless dan diarahkan oleh fotografer amatir yang semena-mena dan suka mengumpat. Tubuh Seokjin tahan banting sih, meskipun menyerah juga setelah dua jam lebih tetapi hatinya tidak sama sekali. Apalagi harga dirinya.
DaekkGu OLStore pastilah tahu kalau Seokjin sudah puluhan kali muncul di berbagai halaman online store, karena itu mereka menyewanya kan. Memang masih jauh dari level profesional tetapi Seokjin bukannya tidak pandai lagi berpose untuk menonjolkan item fashion yang dijual sang klien. Dia juga bukan lagi seseorang yang musti dicereweti harus memiliki ekspresi yang bagaimana, harus bergaya seperti apa ditambah si pemain kamera jelas-jelas tipikal pria sombong yang sok-sok memimpin secara mutlak. Boleh memberikan arahan, yang namanya pemotreran tak akan lepas dari arahan sang forografer tapi sopan santun kan juga harus dijaga apalagi sama seperti modelnya, sama-sama masih amatir. Seharusnya dia mau bekerja sama.
Sejak si fotografer amatir tapi sok profesional datang dan memperkenalkan diri [dengan tidak hormat sekali] hanya kata-kata yang membuat telinga panas saja yang Seokjin dengar. Karena itu Seokjin sudah tidak tahan lagi. Anehnya, staff yang lain malah santai tak mau menegur, mungkin mereka tak bisa berbuat banyak karena sadar diri telah menyewa seorang fotografer murah. Tetapi kekesalan Seokjin tetap bertambah-tambah.
Dia berteriak-teriak dengan rentetan kalimat penuh emosi yang diucapkan begitu cepat [khasnya Kim Seokjin kalau sudah murka] lalu bergegas memakai pakaian lengkap yang memberikan kehangatan pada tubuh menggigilnya. Tanpa membuang waktu lagi, tanpa pamit secara sopan Seokjin berlalu pergi meninggalkan lokasi.
Yang beberapa menit kemudian langsung Seokjin sesali karena daerah itu benar-benar sepi bahkan tidak ada halte bis. Kecil –sangat kecil sekali- kemungkinan taksi lewat, sinyal handphonenya juga tak ada.
"Well done, Kim Seokjin!"
Dan dia tidak mau kembali hanya untuk menelan bulat-bulat harga dirinya.
"Hai, maaf ya tadi marah-marah. Maklum karena cuaca hehehe. Apakah kalian bersedia memberikanku tumpangan pulang- heol! Tidak! Tidak! Hahaha! Mustahil aku akan mengatakan itu!"
Seokjin memilih tetap melanjutkan langkah ditengah-tengah suasana sepi yang hanya bermodal cahaya dari deretan lampu jalan yang menjulang tinggi. Hingga akhirnya setengah jam kemudian dia menyerah untuk berjalan dan memilih beristirahat sebentar. Perutnya mulai lapar, kakinya mulai pegal karena pemotretan. Di sekelilingnya menyeramkan sih, tetapi mau bagaimana lagi fisiknya sudah tidak bisa diajak kompromi.