Bagian 1

257 6 1
                                    

Hai namaku Ishani Khan. Biasa dipanggil Ishani. Aku dilahirkan di daerah Agra. Aku beragama Islam. Keluargaku masih termasuk keluarga kecil yang sederhana.
__________________________________

Udara pagi yang mencekam, fajar belum bangun juga, aku mandi dan menunaikan ibadah shalat Subuh. Setelah itu aku harus membantu ibuku memasak di dapur. Setelah semuanya sudah matang segera aku menyiapkan teh untuk ayah yang tengah membaca koran.
Aku menghampiri ayah,
" Ayah, ini tehmu. " ....
" Terimakasih ya, Nak. " ...
Setelah ayah mengambil tehnya aku harus siap-siap untuk pergi kuliah. Aku harus bisa untuk menggapai cita-citaku, ayah dan ibuku telah bekerja keras sebagai penjual manisan untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari dan pendidikanku. Aku tidak boleh mengecewakan mereka, aku harus semangat, semangat.
__________________________________

Hari ini aku memutuskan untuk memakai salwar berwarna merah muda dengan selendang biru tua. Aku membuka lemari bajuku, dan ternyata.....selendang biru tuaku tidak ada, aku mencari di sekitar tempat tidurku namun, tidak ada. Kebingungan sudah menyelimutiku. Ketika membuka tasku, hmmm.... Ternyata di dalam tas. Segera aku memasukkan buku-bukuku di tas. Anting sudah di telingaku. Siap sudah untuk berangkat.

Tidak lupa aku mengucapkan salam untuk mereka yang sibuk membuat manisan untuk segera dijual.
"Aku berangkat dulu ya, Assalamualaikum.".
Tiba-tiba.... Nasibku hari ini sangat tidak beruntung, sandal yang ku pakai biasanya hilang ntah kemana. Tadinya selendang sekarang sandal. Menyebalkan. Aku menghampiri ibuku yang mengemas beberapa manisan.
"Ibu, sandalku di teras kemana ya?...Aku sudah mencarinya tapi tetap tidak ada, Bu.".
Ibuku baru teringat bahwa ia memakainya untuk ke pasar tadi pagi.
"Ohh iya, ibu taruh di belakang rumah, hehe...maaf ya ibu tadi terburu-buru." (Tersenyum).
__________________________________

Setelah mengambil sandalku, aku segera menghampiri halte bis di depan rumahku. Untung saja di depan rumah, kalau tidak, ya sudah tak sampai di universitas. Beberapa menit kemudian, bis sudah berhenti, lebih sialnya lagi aku tersandung batu di depan kakiku. Rasanya sakit, tapi aku harus menahannya, kalau aku teriak, orang-orang akan melihat ke arahku, malah tambah malu lagi. Lagi-lagi tak beruntung. Aku tak mendapatkan kursi. Kursi sudah terisi semua penumpang, terpaksa aku berdiri. Entah ini bertanda ada apa aku tidak tahu. Hanya Allah lah yang mengetahui semuanya. Ada seorang pemuda yang melihatku dengan iba. Lalu ia menawarkan tempat duduknya untukku.
" Nona, kau boleh duduk di kursiku ini.".
Pemuda itu kemudian berdiri. Kebetulan juga kakiku sudah sangat pegal, belum nanti harus berjalan 5 meter lagi untuk ke universitas. Akhirnya aku menerima tawarannya, lagipula aku duduknya cuma sebentar, hehe.
" Terimakasih ya untuk tempat duduknya.".
" Hmm.... Sama-sama.".
Senyuman pemuda itu sangat manis. Aku masih melihat sekali ini ada pemuda yang tak ku kenal peduli dengan orang sekitar.
__________________________________

Menit telah berlalu, aku harus berjalan kaki lagi dan lagi. Aku harus semangat untuk melalui semua ini. Demi masa depanku dan kebahagiaan orangtuaku, aku harus semangat. Aku merasa beruntung walaupun dari kalangan yang sederhana tapi aku masih bisa merasakan menuntut ilmu. Terimakasih Ya Allah, Ya Tuhanku.

Love In Taj MahalTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang