Bagian 21

35 0 0
                                    

       Tak terasa satu tahun sudah berlalu, aku masih merasa kehilangan Rohan. Karena aku dia tiada. Aku sangat merasa bersalah karena selain aku mengambil nyawanya juga selama ini aku tidak menyadari perasaannya untukku. Andai waktu bisa berputar, namun apalah daya semua sudah terjadi.

     Untuk sekarang aku harus berpikir bagaimana caranya aku harus mendapatkan pekerjaan, jika tidak untuk apa kuliahku selama ini.

     Hari ini sangat panas sekali, dari tadi aku menunggu bajaj tapi tidak ada yang kosong, semua terisi penumpang. Dengan keadaan seperti ini menjadi memaksaku untuk berjalan menyusuri sepanjang jalan raya. Sejujurnya kakiku sudah sangat pegal tapi mau bagaimana lagi aku harus mendapatkan pekerjaan segera.

     Aku sudah mulai capek. Tiba-tiba tanpa sengaja aku menabrak seorang wanita.
     "Ohh, maaf nona aku tidak sengaja ", kataku
Tapi dia hanya diam saja dan pergi. Seperti aku pernah bertemu dengannya, tapi siapa?. Hmm.. mungkin hanya halusinasiku saja.

     Hari sudah sore, aku memutuskan untuk pulang saja. Cukup melelahkan tapi tidak dapat apapun, karena di Agra semua perusahaan tidak menerima lowongan pekerjaan. 
__________________________________

     "Assalamualaikum, Bu..aku sudah pulang!".
     "Waalaikumsalam, nak... bagaimana dengan hari ini?"
     "Sama seperti kemarin. Maafkan aku Ibu".
     "Hustt... Tenang sayang, tak apa kita harus berjuang lebih keras lagi".
     Dalam hati sungguh aku tidak enak dengan Ibuku. Maafkan aku , Bu.
__________________________________

     Ketika hari sudah malam, setelah sholat aku merenung di atas kamar tidur. Aku berpikir jika aku terus-terusan seperti ini bagaimana aku bisa maju. Aku tidak boleh lama-lama menganggur seperti ini. Hingga pada akhirnya aku memutuskan untuk pergi ke Mumbai. Disana mungkin banyak lowongan kerja. Aku tahu itu adalah kota besar, tempat dimana harus berjuang keras untuk hidup. Akhirnya aku turun ke bawah menghampiri Ayahku yang sedang menonton TV.
__________________________________

     "Ayah.."
     "Iya, Nak. Ada apa?"
     Ibu menghampiri kita berdua dengan membawakan dua cangkir teh serta camilan.
     "Katakan saja Ishani, kau ingin apa?", Kata Ibuku.
     "Ayah, Ibu... Bagaimana jika aku pergi ke Mumbai?"
     "A-apa, Nak? Pergi ke Mumbai?", Ayahku kaget.
     "Nak, Mumbai kan kota besar. Dengan siapa kamu di sana?", Ibuku khawatir.
     "Jika aku tidak ke sana, kemana lagi aku harus pergi? Di sini tidak ada lowongan pekerjaan, Bu. Aku ingin merubah hidup kita", kataku sambil memegang pundak Ibuku agar tenang.
     "Boleh kan, Yah, Bu ? Aku mohon?"
     "Hmmm... Kapan kamu ingin pergi ke sana?".
     "Lusa, Yah".
     "Apa kamu yakin? Bukankah itu terlalu cepat?"
     "Iya, tapi kalau lebih cepat lebih baik kan, Yah?"
     "Tapi kamu sendirian disana, bagaimana kalau terjadi apa-apa?"
     "Aku yakin tidak akan terjadi apa-apa. Percayalah padaku aku bisa menjaga diriku sendiri. Aku hanya minta doa dan restu dari kalian."
     "Jika itu memang keinginanmu, Ayah mengizinkan. Semoga kamu sukses dan bisa menggapai apa yang kamu cita-cita kan,ya?"
     "Aamiin. Terimakasih ya, Yah, Bu."
     Aku sangat senang dengan keputusan mereka yang telah mengizinkanku untuk pergi ke Mumbai. Semoga aku tidak akan mengecewakan orang yang aku sangat sayangi, yaitu orangtuaku.
__________________________________

Love In Taj MahalTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang