Bagian 8

42 5 0
                                    

Di halte bis ku habiskan waktu sendiri, hanya sendiri, tidak ada siapapun di sampingku. Aku hanya bisa menangis untuk melampiaskan kekecewaanku. Rasa itu tanpa beralasan, aku hanya melihatnya dengan sahabatnya, apa salahnya ia menghabiskan waktu dengannya. Meski aku tahu Shivani sahabat Raj, namun aku masih tetap meneteskan air mata. Matahari akan tenggelam, udara serasa dingin mencekam, namun aku tidak menghiraukan semua itu. Meski hujan deraspun mengguyur semuanya, tetap aku tidak merasakannya. Yang kurasakan hanya kecewa, kecewa, dan kecewa. Aku tidak boleh seperti ini, aku tidak bisa melupakan shalatku karena semua itu. Pasti ayah dan ibu sangat cemas. Segera aku pulang dengan jalan kaki, mungkin hanya membutuhkan waktu setengah jam, namun tak apa asal aku pulang sebelum petang.
_________________________________

Ku ketuk pintu rumahku.
" Assalamualaikum. Ayah!, Ibu!".
Badanku menggigil kedinginan. Pakaianku basah semua. Untungnya aku tidak membawa laptopku hari ini, karna tugasku ku kumpulkan besok lusa.
" Waalaikumsalam, Ishani!".
Ibu membukakan pintu untukku dan khawatir akan keadaanku. Ibu langsung menyuruhku masuk dan pergi ke kamar untuk segera mengganti baju.
" Kenapa dia sampai menggigil seperti itu? Apa bis tidak ada? Bis tadi cukup banyak yang berhenti di halte depan rumah tapi kenapa Ishani tidak naik bis." Ayah heran dengan sikapku.
Sepertinya ayah marah dengan Raj. ayah berpikir karena menemani Raj, aku harus pulang terlambat dan kehujanan.

Ibu mengantarkan secangkir teh hangat dan minyak angin untuk menggosok tangan dan kakiku agar tetap hangat. Aku merasa pusing dan sepertinya aku demam. Badanku tetap menggigil. Ibuku khawatir dengan keadaanku.
Tiba-tiba ayah masuk ke kamarku dan mengatakan, " Lain kali tidak usah bertemu atau menemaninya kemana-mana. Dia bukan pemuda yang baik untukmu.".
Ayah sangat marah.
" Ayah, Raj baik. Dia tidak seperti yang Ayah pikirkan. Raj tidak mengetahui semua ini. Dia tidak bersalah. Aku tadi yang hanya pulang terlambat, Yah. Ayah jangan salah paham dengannya.".
Aku berusaha menjelaskan semua pada ayah tapi keputusan ayah sudah tidak bisa diganggu gugat.
__________________________________

Keesokan harinya, aku tidak bisa beraktivitas seperti biasa juga tidak bisa kuliah. Aku masih kurang sehat untuk melakukan semua itu. Waktu demi waktu ku habiskan di atas ranjangku. Ingatanku tentang Raj masih tersimpan di memoriku. Aku ingin melupakannya namun tidak bisa. aku sering melamun tentangnya sejak hari itu.

Ayah dan ibuku bingung dengan semua tingkahku, tidak seperti biasa aku yang ceria, usil, penuh canda tawa, kini aku terlihat seperti patung yang duduk di tempat tidur. Bicaraku juga tidak banyak. Aku menunggu telepon darinya tapi hinggal sang surya tenggelam pun tak berdering sedikit pun. Mungkin ia sudah lupa denganku, jadi untuk apa aku mengingatnya. Aku memutuskan mulai malam ini tak akan berbicara ataupun menemui Raj.

Love In Taj MahalTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang