11th (When You Love Someone)

1.5K 162 78
                                    

“Dasar. Masuk angin saja sampai membuat keributan segala. Aku sampai malu karena sudah berharap lebih dan membawamu ke dokter kandungan.”

Joohyun mendengus mendengar gerutuan suaminya yang tidak juga berhenti sejak satu jam yang lalu.

“Kapan aku membuat keributan sih? Bukannya yang heboh sendiri itu kamu ya? Kamu yang mengejar diriku ketika aku hendak pergi ke toilet untuk memuntahkan isi perutku. Kamu juga yang mengambil kesimpulan sembarangan dan membawaku ke dokter kandungan. Seharusnya aku yang malu tahu, bukannya kamu.”

Mino mengerucutkan bibirnya dengan sebal. Ia masih merajuk pada istrinya, meski tidak benar-benar marah pada Joohyun. Mino lebih jengkel pada dirinya sendiri yang sudah berharap lebih dan mengambil tindakan nekat dengan membawa Joohyun ke dokter kandungan, bukannya klinik terdekat.

“Sudah merasa lebih baik belum?” Mino memandangi punggung istrinya yang tidak benar-benar mulus. Terdapat bekas kerokan berwarna kemerahan pada punggung Joohyun.

Joohyun memang sempat dirawat untuk beberapa jam di klinik sebelum kemudian diperbolehkan untuk pulang karena sakit yang dideritanya tidak terlalu serius. Mino lah yang berinisiatif untuk memberikan kerokan pada istrinya agar Joohyun benar-benar sembuh dari masuk angin.

Awalnya, Joohyun menolak. Ia tidak ingin jika punggungnya tampak buruk karena bekas kerokan. Tapi, bukan Mino namanya jika tidak bisa membujuk istri tercintanya.

“Duh….” Joohyun membekap mulutnya menggunakan telapak tangannya.

“Ada apa?” Mino mengerutkan keningnya, menatap lekat-lekat pada wajah sang istri.

Joohyun membalas tatapan Mino dengan sorot matanya yang menyiratkan rasa gelisah. Mino menghela napas, mengerti maksud dari sorot mata sang istri.

“Sendawa saja. Tidak apa-apa kok.”

Joohyun menggeleng panik. Kedua pipinya sudah diselimuti oleh rona merah muda. Ia malu jika wanita anggun seperti dirinya harus sendawa di depan lawan jenisnya.

“Kenapa sih? Aku ini suamimu loh. Masa masih kaku sama suami sendiri?”

Joohyun menggeliat tidak tenang. Sementara Mino mendekatkan dirinya dengan Joohyun sebelum kemudian mulai memijat tengkuk sang istri dengan lembut, membuat Joohyun mau tidak mau tidak bisa menahan sendawanya.

Mino terkekeh pelan melihat Joohyun yang menutupi kedua wajahnya menggunakan telapak tangannya karena merasa malu.

“Tuh kan. Anginnya keluar.” Mino mengusap puncak kepala Joohyun dengan penuh rasa sayang.

“Pakai bajunya ya. Nanti kamu masuk angin lagi.” Mino membantu sang istri untuk memakai kembali daster yang sempat Joohyun tanggalkan ketika dirinya hendak dikerok oleh Mino.

“Sudah merasa lebih baik?” Mino membiarkan Joohyun yang bersandar pada bahunya. Wanita itu tampak memejamkan kedua matanya.

“Terima kasih ya. Dan maaf karena aku tidakbisa mengabulkan permintaanmu. Jujur saja, aku sedikit senang karena kondisiku yang ternyata tidak hamil. Aku belum siap, Song Mino.”

Mino terdiam sejenak, melirik sekilas pada istrinya.

“Kenapa selalu bicara seperti itu sih? Selalu saja merasa tidak siap. Bagaimana jika ternyata kamu hamil? Apakah kamu akan membuang bayinya? Aku sama sekali tidak menyalahkan dirimu yang memang belum hamil. Aku tidak akan mendesakmu. Tapi, aku mulai tidak suka dengan kamu yang selalu saja memberi kesan seolah anak adalah beban di hidupmu.”

“Bae Joohyun, bisakah kamu berhenti bicara mengenai ketidaksiapanmu dan betapa merepotkannya seorang anak? Bagaimana pun juga, mereka merupakan anugerah terindah yang ditipkan oleh Tuhan. Jika suatu saat nanti Tuhan memberi kepercayaan kepada kita berdua, aku ingin kamu berusaha mencintai anak kita. Bisakah kamu melakukannya?”

Baby Baby (MinRene)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang