15th (I Wait)

1.1K 174 47
                                    

Few years ago….


Seorang bocah laki-laki tampak menaiki sepedanya dengan semangat. Penampilannya yang culun, kulitnya yang sedikit gelap, tubuhnya yang sedikit gempal dengan kacamata yang bertengger di wajahnya.

Sesekali, ia tersenyum tipis. Entah apa yang ia pikirkan.

Ia terus mengayuh sepedanya dengan kecepatan tinggi. Binar bahagia terpancar dengan jelas pada kedua matanya.

Ia merasa bahwa hari ini akan menjadi hari bahagianya. Hari dimana ia membuka lembaran baru dalam hidupnya.

Namun, sepertinya bocah laki-laki itu mengambil kesimpulan terlalu cepat. Karena, yang terjadi selanjutnya adalah sepedanya yang tidak sengaja tersenggol oleh sebuah motor yang lewat di dekatnya.

Si bocah laki-laki terjatuh dari sepedanya. Ia meringis. Sekujur tubuhnya terasa sakit. Seragam sekolahnya tampak kusut dan kotor. Bersamaan dengan hal tersebut, rintik hujan mulai turun.

Si bocah laki-laki memandang ke arah langit. Rasanya, ia ingin sekali menangis bersama hujan karena nasibnya yang dirasa sial.

“Padahal, hari ini aku harus ujian…” gumam bocah laki-laki itu pelan sembari mengusap sudut matanya yang sudah basah.

“Seragam sekolahku kotor semua. Bagaimana ini?” keluhnya lagi.

Ia mengedarkan pandang ke sekelilingnya. Banyak orang berlalu-lalang. Akan tetapi, mereka terlalu sibuk dengan urusan mereka masing-masing sehingga tidak mengindahkan keberadaan si bocah laki-laki. Tidak ada yang berminat untuk memberi pertolongan kepada si bocah laki-laki.

“Jahat. Semuanya jahat.”

Si bocah laki-laki mulai memunguti barang-barangnya yang tercecer di pinggir jalan.

Hingga kemudian indera penglihatannya mendapati sosok di hadapannya. Seorang gadis tampak membantu memunguti barang milik si bocah laki-laki sebelum kemudian menyerahkannya kepada si bocah laki-laki sembari tersenyum manis.

“Jangan menangis. Ini,” ucap gadis itu pada si bocah laki-laki.

Cantik.

Paras gadis itu begitu cantik. Terlebih lagi, senyumannya yang begitu manis hingga mampu membangkitkan getar tertentu di relung hati si bocah laki-laki.

“Ah, kamu mau ikut ujian masuk ke sekolah ini?” Kedua mata si gadis tertuju pada berkas ujian milik si bocah laki-laki.

Si bocah laki-laki mengangguk pelan. “Iya. Itu merupakan sekolah impianku. Aku ingin menikmati masa Sekolah Menengah Atas-ku di sana.”

“Wah, kalau begitu semangat!” Si gadis menepuk bahu si bocah laki-laki. “Tahukah kamu? Aku juga pergi ke sekolah ini! Kalau kamu diterima di sekolah ini, kamu akan menjadi adik kelasku. Karena itu, berjuang lah. Jika kamu diterima di sekolah ini, beritahu aku ya. Aku mau menjadi temanmu di sekolah ini.”

Si pemuda membulatkan kedua matanya. Ia membenarkan posisi kacamatanya yang sedikit bengkok karena kecelakaan yang baru saja dialaminya.

“Eh, aduh. Tanganmu luka loh. Sini. Aku punya pembalut luka.” Si gadis meraih tangan si bocah laki-laki sebelum kemudian membersihkannya dan meniupnya perlahan.

Keduanya saat ini sedang berteduh di sebuah halte. Si bocah laki-laki sesekali mencuri pandang pada gadis cantik di sebelahnya. Kedua pipi si bocah laki-laki diselimuti oleh rona kegelapan.

“Nah, selesai. Sekarang sudah tidak apa-apa. Kamu bisa melanjutkan perjalananmu ke sekolahku untuk mengikuti ujian masuk,” kata si gadis dengan riang.

Baby Baby (MinRene)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang