Singto masih ingat betul.
Kala itu, hujan turun deras di kota Bangkok. Membuatnya yang hanya iseng ingin menaiki bis di halte pun merasa sangat menyesal.
Jalanan penuh dengan genangan. Singto tak mampu lagi berpikir apalagi kesialan yang akan menimpanya.
Sudah cukup dengan hawa dingin yang menusuk tulangnya dan lihat...
Sepatunya basah karena banyaknya air yang turun.
Ini menyebalkan.
Ingin sekali ia menelepon sekretaris pribadinya untuk menjemput. Namun, naas... Handphone nya sudah sekarat karena batrai habis.
Singto lagi-lagi menghela napas berat.
Andai saja ini bukan Thailand, mungkin akan lebih romantis lagi.
Salju mungkin yang turun? Singto akan lebih bersyukur.
Namun, sudahlah. Penyesalan memang datang diakhir.
"Om," suara kecil membuat Singto tersentak. Om? Apa suara itu memanggilnya?
"Om? Kau bisa mendengarku?" tanya suara itu lagi.
Akhirnya, Singto membalikkan badannya ragu, "... Memanggilku?"
Suara itu datang dari anak remaja yang membawa payung berwarna hijau dan lengkap dengan seragam SMP-nya, "Ya, siapa lagi?"
Senyumnya terlihat manis di mata Singto.
"Apa om tersesat?" ujar anak itu sekali lagi. Singto sebenarnya terganggu dengan panggilan om.
"Tidak. Hanya saja, hujan," Singto membalas tak jelas. Anak itu menaikkan salah satu alisnya.
"Hujan memang turun dibulan-bulan ini, om. Lagian kenapa om tidak membawa payung?" balas anak itu.
Singto menghela napas. Sejujurnya ia jarang sekali keluar dari rumah atau apartemen atau bahkan hotel sendirian begini. Biasanya dia akan membawa mobil atau setidaknya diantar oleh sekretaris pribadi nya.
"Om pasti kaya raya, ya," balas anak itu yang bagi Singto sok tau. Ya tidak sok tau juga sih. Mau bagaimanapun anak itu benar.
"Namaku, Krist. Krist Perawat," lanjut anak yang ternyata namanya adalah Krist.
Singto mengangguk,"Panggil saja aku P'Sing. Aku tidak setua yang kau kira sampai kau panggil Om."
Krist mengangguk mengerti,"Baiklah, P'Sing." Krist membalas dengan tersenyum manis. Entahlah. Bagi Singto senyuman Krist nampak menggelitiknya.
Terlihat manis. Namun juga terasa polos dalam bersamaan.
"Jadi, P' mau kemana?" tanya Krist.
Singto mencoba mengalihkan perhatiannya dari wajah manis Krist, "Kota Bangkok. Ke salah satu gedung perusahaan."
Krist mengangguk mengerti, "Apa P' sudah tau mau menumpangi bis yang mana?"
"Ya. Tadi sudah lihat si Booble map."
Krist nampak terkejut, "Booble map, huh? P' tidak takut kalau itu tidak valid?"
"Aku yakin ini sangat valid. Bukan kah orang-orang juga menggunakan ini?" tanya Singto ragu-ragu.
"Iya sih, tapi tidak selamanya itu valid, kan?"
Singto akhirnya mengangguk meng-iyakan.
"Lalu, apa kau tau bis apa yang bisa membawa ke sekitar perusahaan ruongrajh?"
Krist nampak kembali terkejut, "Perusahaan Ruongrajh yang besar itu?" tanya Krist memastikan.
"Ya kalau bagimu besar ya, yang itu." Singto mengendikkan bahunya.

KAMU SEDANG MEMBACA
Chatting with CEO!?
FanfictionSebelumnya Krist yang hanya pemuda yang bahkan baru saja naik kelas 12 SMA tidak pernah menyangka bahwa dia bisa berkenalan dengan seorang CEO yang sangat terkenal di negaranya---iya, dia berkenalan dengan Singto Prachaya Ruongraj, sebuah keluarga y...