Chapter 10

6.5K 677 218
                                        

Singto kembali tersenyum kala mengingat momen-momen dimana ia bersabar.

Kini, lihatlah, Singti bahkan berhasil bertemu dan jalan bersama dengan Krist.

Ingin rasanya Singto memeluknya erat dan berkata bahwa ia sangat rindu. Tapi, mana mungkin. Bisa-bisa Krist meneriakkan kata, "Pedofil" tepat di wajahnya. Itu lebih menyakitkan dibandingkan Singto ditabrak oleh truk.

"P'Sing, kenapa melamun? Tempatnya tidak menyenangkan ya?" Krist melambaikan telapak tangannya di depan wajah Singto.

Singto tersenyum, "Tidak. Hanya sedang berpikir saja, Krist."

"Berpikir apa, P'? Jangan bilang pekerjaan. Plis, P'... Kita sedang jalan-jalan, refreshing, P'!" Krist tanpa sadar mempoutkan bibirnya.

Gemas dengan poutan Krist, Singto mencubit gemas pipi bulat Krist, "Hahaha... Iya-iya, Nong Krissst,"

"Auuu!!! Sakit, P'!!" Krist mencoba melepaskan cubitan Singto.

"Habisnya pipi mu cubit-able sekali," balas Singto. Singto melepaskan cubitannya,"Ayo jalan lagi. Atau kau mau berfoto disini? Ku fotokan,"

Krist sontak saja menganggukkan kepalanya kencang. Terbayang foto wallpaper milik Singto yang bergambar langit itu. Pasti Singto ini pintar memfoto.

Singto terkekeh dan segera menyiapkan handphone-nya. Melihat Singto akan memfotonya dengan handphone milik Singto, Krist mengerti... Sangat mengerti kalau handphone milik Singto lebih-lebih-lebih bagus kameranya.

.

Puas dengan acara foto, Krist dan Singto memilih kembali ke mobil.

"Pulang?" tanya Singto yang menghidupkan mobilnya.

Krist mengangguk, "Ya. Sudah malam juga. Aku masih menggunakan seragamku." balas Krist. Krist memperhatikan baju seragamnya dan membatin, padahal seragam ini masih digunakan besok, hmmmm...

Singto mengemudikan mobilnya keluar dari parkiran. Ia melirik Krist, "Mau mampir ke Mall?"

Krist menoleh kan kepalanya, "Mall? Untuk apa?"

"Mengganti seragam mu. Besok masih dipakai kan?"

Krist hampir berteriak kalau dirinya tidak menahan, "...Hah?"

Singto ikut menengok dan menatap Krist ketika mobilnya berhenti karena lampu merah,"Kenapa? Aku akan membelikan baju untukmu."

Siyalan.

Krist benar-benar ingin mengumpat sekarang, "P'... Tidak usah repot-repot. Lagipula ini sudah pukul 7 malam."

"Kenapa? Anak remaja sekarang bahkan pulang jam 10 lebih. Atau tengah malam." Singto melajukan mobilnya karena lampu telah hijau. "Kita ke Mall, ya. Tidak usah merasa tidak enak. Aku yang sudah membuatmu bertemu denganku memakai seragam sekolahmu." Singto berucap dengan tersenyum tipis.

Krist hampir menjedotkan kepalanya. Tidak berdaya menolak karena Singto sudah menunjukkan wajahnya yang serius.

Tak lama kemudian, Singto dan Krist telah sampai di Mall. Singto memarkirkan mobilnya dengan mulus.

"Ayo, keluar." Singto mengetuk pintu bagian mobil Krist.

Krist membuka kaca jendela mobil itu pelan, "Serius, P'?"

Singto menganggukkan kepalanya, "Ya, Krist. Ayo, keluar."

Krist menghela napasnya berat. Akhirnya, ia menutup kembali kaca mobil itu dan membuka pintu.

Singto mengambil tas Krist.

"P'Sing?" Krist mencoba mengambil kembali tasnya.

"Biar aku saja yang bawa. Ayo." Singto tetap kukuh membawakan tas sekolah Krist yang berat. Jelas berat. Tasnya berisi kumpulan buku paket yang ia siapkan untuk ujian.

Chatting with CEO!?Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang