Suasana menjadi hening seketika.
Off melepaskan pitingan-nya, "...Serius? Ciang Mai?" Off bersuara memecah keheningan.
Krist mengangguk, "Ya, ada jurusan yang kuinginkan dan itu terbaik di universitas Ciang Mai."
"Bukan karena si om-om itu kan, Krist?" Knott bertanya. Ia khawatir dengan Krist. Pasalnya Krist dan Singto itu berkenalan lewat internet, bagaimana kalau ternyata si Singto ini brengsek dan penipu.
Krist menelan ludahnya, "Hmm... Tidak karena dia juga sih... Jurusan yang aku inginkan memang benar-benar yang terbaik ya di Ciang Mai," balas Krist meyakinkan.
"Sudah bilang orang tuamu?" tanya Gunsmile.
Krist menggelengkan kepalanya, "Belum. Ayah dan ibuku akan di rumah besok. Mungkin aku akan membicarakannya dengan mereka besok."
Teman-teman Krist mengangguk mengerti.
Ini adalah jalan hidup yang Krist pilih, dan teman-teman Krist merasa tidak memiliki hak yang cukup tinggi untuk melarang Krist pergi.
"Yahhh... Kalau begitu, sih, kau harus rajin belajar Krist! Ujian Nasional sudah di ujung mata! Ujian masuk universitas di Ciang Mai pasti juga susah--" Off memberitahu. Ia sebenarnya memberi semangat agar Krist bersemangat untuk belajar.
"Lagian, kalau kita nanti bener-bener jauh, inget ya, guys. Hubungannya dijaga." Toota memberi peringatan keras.
"Kalian itu jangan omong kosong doang, nanti ya! Awas saja nanti kalau aku chat dan tidak ada yang membalas chatku!" Balas Gunsmile tidak mau kalah.
Ya. Walau jauhkan tetap saja, hati mereka akan terus terhubung.
Krist berpikir mantan kekasih itu ada, tetapi mantan sahabat ataupun teman itu tidak ada, kan?
.
Malam telah menjelang, Krist dan teman-temannya kini pulang ke rumah masing-masing.
Dalam perjalanannya Krist merasa ponselnya bergetar dan segera mengambil telponnya yang berada di saku kanan celananya.
"Ya?" Krist bersuara.
"Heii?" suara Singto dari sebrang terdengar lelah.
"Ada apa?" Krist menghentikkan kakinya ketika sampai di salah satu gang rumahnya.
Memang rumah Knott dan Krist tidaklah begitu jauh, begitupun yang lainnya. Yang membedakan hanyalah gang-gang saja.
"Bagaimana harimu hari ini?"
"Baik."
"Hari ini melelahkan sekali," balas Singto tanpa ditanya ada apa dengannya hari ini.
Memang seperti itu, sejak mereka semakin sering berhubungan seperti ini, Singto tidaklah harus ditanya bagaimana harinya. Toh ia akan bicara bahkan mengeluh sendiri bagaimana harinya.
Tin!
Ketika Krist ingin membalas Singto terdengar suara mobil yang meng-klaksonnya.
Krist membalikkan tubuhnya dan menemukan mobil berplat nomor milik ayahnya.
"Pa?" guman Krist dengan berjalan mendekati mobil ayahnya.
Kaca mobil berwarna silver itu diturunkan dan menampilkan wajah ayahnya, "Hei, baru pulang?" Ayahnya bertanya,"Masuklah. Kita pulang bersama."
"Aku habis pulang dari rumah Knott, belajar kelompok." Krist mematikan sambungan telponnya tanpa berkata apa-apa kepada Singto. Tapi, mungkin Singto taulah. Ketika Krist memanggil nama ayahnya kan sambungan telpon belum Krist matikan.
KAMU SEDANG MEMBACA
Chatting with CEO!?
FanfictionSebelumnya Krist yang hanya pemuda yang bahkan baru saja naik kelas 12 SMA tidak pernah menyangka bahwa dia bisa berkenalan dengan seorang CEO yang sangat terkenal di negaranya---iya, dia berkenalan dengan Singto Prachaya Ruongraj, sebuah keluarga y...