(7) Insomnia Senior

17.2K 1.2K 16
                                    

***

"Selamat datang."

"Selamat datang, silahkan."

Boarding pagi ini diputuskan untuk menggunakan pintu depan dan belakang pesawat untuk mempercepat proses boarding karena hari ini full pax.

Tak terasa waktu mengalun begitu cepat. Genap 3 bulan ini gue mengabdikan diri di maskapai singa. Rasanya seperti baru kemarin gue tanda tangan kontrak dan masuk mess untuk yang pertama kalinya.

Soal Captain Yudha, lelaki itu sepertinya memang tipe yang sulit dilupakan. Walau kami tidak pernah bertemu semenjak penerbangan terakhir itu, wajahnya selalu saja membayangi gue. Ah, sudahlah lupakan saja. Gue hanya ingin bekerja di sini dengan aman, nyaman, dan sejahtera tanpa pelototan tajam dari para pengangum rahasianya beliau.

Oh, hampir lupa. Soal Mas Adit, lupakan juga. Entah kenapa kedua lelaki itu bisa datang bersamaan di dalam hidup gue.

Pagi ini, schedule gue harusnya CGK-DPS-CGK-DPS. Tetapi, karena suatu alasan, schedule diganti menjadi CGK-DPS-CGK-DPS-CGK. Mantap banget. Mantap nggak jadi jemur diri di Bali maksud gue.

Pesawat sudah lepas landas 5 menit yang lalu. Setelah mengecek kabin, gue kembali ke galley dan duduk di jumpseat.

"Schedule hari ini bikin emosi, ya, Re. Masa kita nggak jadi RON DPS," curhat Mbak Devi yang in-charge sebagai cabin 2. Bibirnya merengut kesal dan tangannya meremas botol air mineral.

"Iya, Mbak. Nggak bisa gitu, ya, kita dibiarin jemur-jemuran dulu di Bali," sahut gue. Oh, bayang-bayang ombak pantai Bali semakin menghilang.

"Terimakasih sampai jumpa."

"Terimakasih sampai jumpa."

"Terimakasih sampai jumpa."

Satu per satu penumpang mulai keluar dari pesawat. Gue kembali ke galley belakang dengan tampang lesu dan lemas—mengingat kami gagal RON di Bali. Padahal, kalau tidak gagal, ini akan menjadi penerbangan pertama gue ke sana. Nasib banget, padahal sudah membayangkan ada di pinggir pantai sambil minum orange juice.

Mbak Ayu—cabin 1 tiba-tiba keluar dari lavatory sembari memegangi perutnya.

"Duhh, pengen kurus gini amat, ya," keluh Mbak Ayu. Ia lalu duduk di jumpseat sebelah gue sembari meminum air mineral yang ada di tangannya.

Gue berhasil curi-curi dengar dari rekan yang lain, bahwa Mbak Ayu ini sedang menjalani program diet ekstrem yang mengerikan. Ia akan memuntahkan semua makanan yang telah ia makan. Itu semua dilakukan untuk menjaga berat badannya. Hem, ini adalah satu dari sekian banyak jenis diet aneh yang pernah gue temui di sini.

"Cie, pada lemes nih gara-gara batal ke Bali," goda Mbak Ayu ketika melihat gue dan dua orang senior lainnya bermain ponsel dengan wajah muram.

Mbak Ayu pun tertawa cukup keras setelahnya. "Itu udah biasa. Kontrak jadi pramugari, kan, masih panjang. Masih banyak juga rute-rute yang belum disambangin. Bahkan, banyak yang lebih dari Bali. Ini masalah waktu aja. Kayak gue, udah karatan 7 tahun. Ke Bali doang mah bosen," lanjutnya sembari terkekeh di akhir kalimatnya.

Setelah mengatakan itu, Mbak Ayu lalu berdiri dan kembali ke galley depan karena penerbangan ini sudah selesai. Kami tinggal bersiap untuk menunggu jam boarding untuk penerbangan selanjutnya menuju Jakarta kembali.

Ketika gue sedang sibuk membuat segelas hot cappucino untuk gue nikmati, tiba-tiba Mbak Najwa—cabin 4 yang bertugas di galley depan datang dengan raut wajah lesu.

Terjebak Dalam Udara[RE-PUBLISH]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang