Epilog: Gelombang Cinta

68 7 2
                                    

   Batara Surya terus memancarkan sinar keemasannya di siang hari tanda lelah, begitu pula dengan bulan yang senantiasa menerangi langit malam yang akan gelap tanpanya dan bintang bintang yang mencoba menemani bulan diangkasa sana. Waktu terus berjalan dengan beribu kisah suka nan duka. Bunga mawar tetap memekarkan mahkotanya yang indah dengan duri duri kecil menyakitkan yang menjaga batangnya. Genap 3 tahun sudah berlalu dimana Hendra kehilangan sosok seorang ayah yang selama ini telah menjadi suri tauladan sekaligus penasihat hidupnya hingga bisa mendapatkan kebaikan hidup hingga saat ini. Tiada hari tanpa berdoa, tiada hari tanpa beribadah, tiada hari tanpa menyebutkan nama ayahnya itu disepertiga malam dengan deraian air mata suci dari kedua kelopak matanya yang akan menjadi penyelamatnya di akhirat kelak. Hendra tetap berusaha menjalani hidupnya dengan tanah dan sabar, tiada hari tanpa senyuman dan guratan kebahagian entah mau bagaimanapun Hendra akan tetap tersenyum dan tersenyum. Menebarkan kebahagian ke semua orang meskipun sebenarnya batin Hendra tengah dilanda kedukaan dan kerinduan kepada sosok sang ayah. Hendra menjalani hidupnya dengan senyum kebahagiaan, lain dengan Miya, hari demi hari kesedihannya semakin bertambah. Sudah bertahun tahun dia menikah dengan Hendra namun, dia belum bisa memberikan buah hati kepada Hendra layaknya yang terjadi pada rumah tangga lainnya. Julukan gadis mandul membuat hati Miya begitu rapuh dan hancur, Hendra selama ini telah memberikan kebahagian dan nafkah kepadanya namun dia belum bisa memberikan apapun kepada suaminya itu. Itulah yang selalu diratapi dan ditangisi oleh Miya ketika sedang menghadap maha kuasa di waktu shalat. Tiada hari tanpa air mata kesedihan. Sepasang suami istri dengan jalan kehidupan yang berbeda. Kebahagiaan dan kesedihan dua hal yang berbeda tentunya.

  Siang ini Miya duduk di ruang tengah sembari menjahit pesanan tetangga. Tangan dan kakinya terus berkutik di mesin jahit tradisional alias manual itu, tiada seguras senyuman di bibir Miya. Yang ada hanya wajah murung yang menyirat kesedihan. Benar saja sejak Ustad Jam'i meninggal dunia Miya menjadi seseorang yang pendiam, mengurung diri, dan jarang tersenyum ataupun berinteraksi dengan orang lain kecuali Hendra. Hidup Miya terasa begitu hampa, serasa tiada secercak warnapun yang bisa menciptakan segurat kebahagiaan di hidupnya. Hendra yang melihat keadaan istrinya semakin terpuruk pun merasa ikut bersedih. Walaupun Miya belum bisa memberikan momongan namun tetap saja Hendra akan terus mencintai Miya walaupun Miya sampai akhir hayat nanti tidak akan memberikan momongan.
"Gak istirahat dulu Ya.... Itunya nanti aja..." Hendra duduk di samping Miya sembari mengelus lembut bahu Miya.
Miya hanya menggelengkan kepalanya sembari masih sibuk berkutik dengan jahitannya. Hendra menghela nafas kasar lalu melangkah menuju kamar mandi untuk membersihkan diri.
"Uek...." Entah kenapa tiba tiba Miya merasa mual.
Dengan segera Miya berlari menuju kamar mandi yang tentunya membuat Hendra kaget karena posisi saat itu Hendra baru saja ingin melangkah masuk kedalam kamar mandi. Miya terus mual mual di kamar mandi, perutnya terasa dililitkan hingga terasa begitu mual dan pegal.
"Kamu kenapa ya???? Sakit????" Hendra menatap Miya yang terlihat sedikit pucat dengan cemas.
"Enggak apa apa..." Miya mencoba berjalan keluar dari kamar mandi dengan sempoyongan.
"Beneran gak apa apa???? Kamu pucat banget ..... Udah istirahat aja..." Hendra segera menuntun Miya menuju kamar sebelum Miya memaksakan diri untuk kembali berkutik dengan jahitannya itu.
Tangan Hendra bergerak mengaduk teh hangat yang baru saja dia seduh untuk Miya yang entah kenapa tiba tiba jatuh sakit.
"Minum dulu..... Biar gak mual lagi...." Hendra memapah Miya untuk bangun lalu meneguk sedikit teh hangat itu.

   Hendra menatap sayu Miya yang meringkuk diatas ranjang dengan keringat yang membasahi tubuhnya. Rasa panas dan tanda tanda demam mulai terasa ketika tangan Hendra menyentuh kening Miya untuk menyeka keringat yang menyelimuti kening Miya itu.
"Istirahat dulu, masalah kerjaan dilanjutkan besok saja.... Lagi......" Hendra berhenti melanjutkan perkataannya ketika mendengar suara dengkuran halus Miya.
Sebuah senyuman terulas dibibir Hendra, dia menggelengkan kepalanya sembari menatap Miya yang tengah tertidur cukup pulas itu. Hendra segera menarik selimut untuk menutupi tubuh Miya agar tidak menggigil. Hendra duduk dikamar sembari terus menatap istrinya yang tengah tertidur, entah kenapa seakan akan Hendra tidak dapat mengalihkan pandangannya sedetik saja dari wajah Miya. Seakan akan tuhan menciptakan mata Hendra hanya untuk melihat wajah rupawan Miya itu. Sinar kejinggaan mulai menerobos masuk melalui celah-celah jendela kamar yang terbuka.
"Sudah sore......" Hendra segera bangkit lalu beranjak keluar dari kamar Miya.
Hendra adalah lelaki yang tidak egois, dia paham apa tugas seorang suami jika istrinya sedang jatuh sakit. Hendra melangkahkan kakinya menuju warung untuk membeli sayuran guna makanan sore ini. Tidak ada rasa gengsi di hari Hendra meskipun disana banyak sekali ibu ibu yang tentunya tengah beradu mulut dengan tema tema tidak terpuji yang hanya berisi umbaran aib aib orang.
Itulah istimewanya Hendra daripada lelaki lain,sikap Hendra yang begitu bijak begitu berpengaruh dalam hidup Miya. Semua kekelaman atas tragedi trunami itu terasa terkikis sedikit demi sedikit dengan ulasan senyuman manis di wajah Hendra.
"Bu..... Ini 3 ikat berapa???" Hendra mengangkat seikat bayam yang terlihat masih begitu segar.
"5000 Hen...., " Jawab Bu Ani, penjual warung di dekat rumah Hendra.
Tidak terlalu dekat, namun maksudnya warung Bu Ani adalah warung yang lebih dekat dari rumah Hendra daripada warung yang ada dipesisir pantai Talesi.
"Kok Kamu yang belanja??? Emang Miya kemana???" Seorang ibu yang tengah membeli sayur mulai berceloteh.
"Lagi dirumah Bu, kebetulan lagi tidak enak badan" Hendra tersenyum ramah kearah seorang ibu ibu yang sedang berlanja disampingnya.
"Enak banget ya jadi Miya, punya suami kayak Hendra..... Kalau laki laki lain paling udah dicerai atau mungkin ditinggal..... Udah mandul pemalas lagi..." Celetuk seorang ibu kepada ibu lainnya.
Hendra hanya bisa tersenyum tipis lalu segera pergi setelah membayar. Sebenarnya hati Hendra begitu sesak ketika mendengar hinaan yang dilontarkan ibu ibu itu kepada Miya. Menurut Hendra Miya adalah perempuan yang paling sempurna di dunia ini. Hendra bertekad akan tetap berusaha menjaga dan membuat Miya bahagia bagaimanapun keadaan Miya. Kaki Hendra melangkah masuk kedalam kamar,disana Miya masih meringkuk diranjang dengan keringat yang membasahi dahinya. Tangan Hendra bergerak mengelus dahi Miya dengan lembut, rasa panas yang menjalar ke tangannya membuat hati Hendra semakin cemas.
"Miya......" Hendra menepuk bahu Miya dengan lembut.
"Hmmmm???" Miya memerjap beberapa kali karena terbangun dari tidurnya.
"Badan kamu kok makin panas...? Kedokter aja ya..." Miya beranjak duduk di ranjang sembari menyingkirkan selimut yang menutupi tubuhnya.
Mata Miya melirik sekantong plastik berisi sayuran digenggaman tangan Hendra.
"Darimana?" Miya menatap Hendra dengan penuh tanda tanya.
"Dari warung.... Ini.... Aku beli bayam, tempe, sama wortel.... Kalo dioseng enak..." Hendra tersenyum kearah Miya.
Senyuman Hendra di susul oleh senyuman manis Miya. Namun, setelah itu ekspresi wajah Miya langsung berubah, Miya berlari dengan cepat menuju kamar mandi Dan kembali mual mual.
"Miya.....kau gak apa apa????" Hendra mencoba mengetuk pintu kamar mandi dengan cemas.
Sesaat kemudian Miya keluar dari kamar mandi dengan wajah pucat. Hendra menuntun Miya agar duduk di kursi lalu menyuguhkan segelas air putih guna menghilangkan sedikit rasa mual.
"Kamu duduk dulu, biar aku ambilkan makan.... Kamu telat makan kayaknya jadi sakit perut gitu..." Dengan cepat Hendra bergerak mengambil nasi dan makanan untuk disuguhkan kepada Miya yang wajahnya terlihat begitu lesu dan pucat.

  Tangan Hendra bergerak menyuapi Miya dengan lembut. Sesekali senyuman terulas dibibir Hendra ketika Miya sedang mengunyah makanan. Sungguh siapa saja yang melihat Miya dan Hendra saat ini akan merasa iri dan cemburu. Jarang sekali rumah tangga terjalin begitu harmonis dan indah layaknya rumah tangga Miya dan Hendra. Walaupun belum ada buah hati yang bisa menambah suasana rumah namun mereka tetap berusaha bertahan sembari memohon kepada sang pencipta agar memberikan momongan kepada mereka. Tabah dan sabar itulah dua senjata ampuh Miya dan Hendra dalam menjalani kehidupan berumah tangga. Sebesar apapun masalah yang tengah melanda mereka, doa sesali menjadi perisai sakti guna  menjalani dan menyelesaikan masalah tersebut.
Malam ini karena Hendra sudah tidak kuasa lagi melihat Miya yang bulak balik kekamar mandi dengan wajah pucat yang sungguh menyayat hati Hendra akhirnya Hendra membawa Miya kedokter berharap istrinya itu segera sembuh dari penyakitnya. Hendra tidak menyadari sama sekali kalau yang dialami Miya saat ini adalah tanda tanda dimana Miya akan memberikan seorang buah hati kepadanya.
"Bagaimana dok???" Hendra duduk di kursi pasien.
"Selamat Pak Hendra...... Saya turut bahagia...." Dokter tersebut tersenyum bahagia.
"Maksud dokter???" Hendra menyergitkan keningnya dengan bingung.
Sementara Miya hanya bisa menunduk sembari menyembunyikan senyuman kebahagiannya itu dalam dalam.
"Istri bapak..." Dokter itu melirik kearah Miya sejenak.
"Dia hamil...... Selamat pak Hendra...." Hendra langsung membulatkan kedua matanya karena terkejut bukan kepalang.
"Ha....hamil?????" Hendra masih tidak percaya jika yang terjadi saat ini adalah nyata.
Dokter tersebut hanya menganggukkan kepalanya sembari mengulaskan senyuman turut bahagia.
"Alhamdullilah ya Allah" Hendra mengelus kepala Miya yang berbalut jilbab biru dengan lembut.
"Terima kasih dok..... Terima kasih..." Hendra berkali kali mengucapkan terima kasih.
Setelah selesai mengurus administrasi Miya dan Hendra langsung pulang kerumah.
"Akhirnya Miya......, Allah mendengar doa kita.......,kamu...." Hendra tak kuasa menahan ribuan kupu kupu kebahagian yang menjalar hingga ke ulu hatinya itu.
Setetes air mata mengalir di pipi Hendra lantaran begitu terharu atas apa yang diberikan oleh Allah kepadanya dan Miya saat ini. Hendra segera memeluk Miya dengan erat sembari berkali kali mengecup pucuk kepala Miya dengan begitu senangnya. Miya juga tak kalah bahagia, air mata kebahagiaan serasa tak mau berhantu mengalir dari kedua pelupuk matanya. Selama ini Miya hampir saja merasa putus asa dan selalu bersedih dan begitu kecewa karena dia belum bisa memberikan momongan hingga membuat dirinya dijuluki perempuan mandul. Julukan itu sempat mencabik cabik hati Miya hingga me buat Miya berubah menjadi perempuan yang rapuh. Namun akhirnya kini dengan perjuangan dan ketabahannya Miya mendapatkan apa yang dia harapkan selama ini. Tiada sia sia tahajudnya, tiada sia sia air matanya disetiap dia mengadahkan kedua belah tangannya memohon dan terus memohon kepada sang illahi tanpa lelah dan bosan.
"Jangan terlalu banyak bekerja.... Beres beres rumah biar aku aja... Nanti dedeknya kenapa kenapa" Hendra menahan Miya yang hendak menjemur baju.
Semenjak Miya mengandung Hendra menjadi setikip overprotektif dan lebih perhatian. Ketika Miya terlihat lesu sedikit saja ribuan pertanyaan akan terlontar dari bibir Hendra. Miya hanya bisa menggelengkan kepalanya sembari tersenyum dengan haru ketika melihat Hendra menjemur pakaian dengan semangatnya sembari sesekali menengok kearah Miya.

Gedebuk ......

Ketika Hendra ingin berjalan dan menaruh ember Hendra terpeleset hingga terjatuh, namun dengan cepat Hendra bangkit dan berjalan menghampiri Miya dengan senyuman yang masih merekah dibibirnya. Seakan akan senyuman dibibir Hendra itu nonstop 24 jam untuk Miya.
"Hati hati makannya... Udah tau disitu licin..." Miya menatap Hendra dengan cemas.
"Untung bukan kamu yang jemur tadi.... Besok aku timbun tanah biar gak licin... Nanti kalau kamu yang kepeleset bisa bahaya lah.." ucap Hendra.
"Doain aku jatuh????" Miya menyergitkan sebelah alisnya.
"Enggaklah.... Bukan begitu maksud aku.... " Hendra terlihat sedikit gelagapan ketika me jawab pertanyaan Miya.
Tangan Miya bergerak mencubit pipi Hendra dengan gemas karena melihat ekspresi gugup Hendra yang teihat begitu lucu di mata Miya.

Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: Jan 29, 2019 ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

Gelombang Cinta [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang