Ilmu Yang Bermanfaat

72 10 0
                                    

  Tabir Surya membuka sinar keemasannya kecakrawala dengan indahnya, hembusan sang Bayu mengedar keseluruhan jagat yang baru terbangun dari tidurnya. Burung burung berkicau merdu menyambut lagi yang baru dengan cerita yang baru pula.
Bunga bunga yang semula menguncir kini telah merekah dan diserbu oleh ribuan lebah menggila nekstar, merayap, menghisap, lalu pergi dengan keadaan kenyang.
Pagi ini Ustad Jam'i sudah boleh pulang kerumah, warga setempat pergi menjenguk dengan buah tangan dan doa yang mengiringi dari bibir mereka dengan ikhlas. Senyuman manis terukir diwajahnya gadis berhijab biru , matanya yang berbinar binar, bibir ranumnya, alis lentiknya, alisnya yang beruntun, dan pipinya yang merona membuat lelaki tegap disampingnya semakin luluh dan semakin tunduk kepada cinta yang meluruh kedalam lubuk hatinya.
"Ih Miya, udah pakai kerudung aja... Cantek nih..." Goda seorang tetangga wanita paruh baya dengan seorang anak ingusan dipangkuannya.
"Iya Bu.... Alhamdulilah" Miya mengembangkan senyuman ramahnya kepada siapa saja yang menanyainya mengenai dirinya yang kini menjadi seorang muslimah dengan hijab emas yang menutupi aurat yang selama ini selalu dia tunjukan kepada semua orang termasuk kepada 2 lelaki yang dia cintai, yaitu Reza dan Hendra.

"Hen mau kemana?" Miya menatap heran Hendra yang memakai baju rapi.
"Ke masjid.... Mau bersihin masjid ... Ikut?" Hendra memasang sandal jepit ungu satu satunya dengan santai.
Dengan senang hati Miya menganggukkan kepalanya abadi tersenyum senang dan menyusul langkah kaki Hendra.
Nuansa pantai Talesi yang mempesona menaungi dua insan yang tengah berada dalam gejolak cinta yang berapi api itu dengan lembut, suara desiran ombak pantai menyapa gendang telinga yang bersahabat, burung camar terbang mengelilingi ikan ikan kecil yang meriak diair.
Sesampainya dimasjid disana ternyata sudah ada beberapa anak anak yang ikut membersihkan masjid, sebuah kenangan manis kembali melintas dibenak Miya . Bagaimana dulu dia bersama Reza dan anak-anak lainnya membersihkan rumput yang mengganggu jalan menuju rumah Sang Khaliq itu dengan senyuman bahagia dan gelak tawa. Sebuah kenangan manis yang kini hanya tersisa sepahnya saja.

"Ya.... Ngelamun terus kenapa sih?" Hendra menyenggol Bahu Miya yang sedari tadi melamun sembari menatap kosong kearah anak anak kecil yang tengah sibuk membersihkan rumah sang pencipta jagat raya itu dengan semangat.
"Ouh.... Enggak kok,,,,,, enggak apa apa...." Miya tersenyum gagu lalu kembali melanjutkan langkahnya menuju halaman masjid.
"Qaqa Hendra....!!!! Dia nakal!!!" Seorang anak kecil datang menghampiri Hendra dengan untaian air mata dikedua permukaan pipinya.
"Kenapa Jum?" Hendra menatap bingung kearah anak kecil bernama Jum Jum itu.
"Peta nakal Qaqa......, Dia mukul saya pakai kayu qaqa...." Jari mungil Jum Jum menunjuk kearah seorang anak lelaki Yang tengah bermain.
"Biarin aja....  Nanti dia kena tergur sama Allah,anak yang nakal kan temennya setan" Miya berbisik lembut kepada Jum Jum.
"Beneran Qa? " Sekali lagi Jum Jum menatap Miya tak percaya.
Miya hanya menganggukan kepalanya disertai dengan senyuman manis yang terulas dibibirnya.
Jum Jum berlonjak bahagia lalu berlari kembali menuju teman temannya dengan kesenangan kecil yang menggelantung dihati nuraninya.

"Bu Ustazah.... ". Hendra menyenggol  bahu Miya dengan jahil.
"Ih apaan sih Hen...." Miya memukul lengan Hendra disertai rona kemerahan dikedua pipinya.
   Sang Surya melaju dengan perlahan menuju ubun ubun kepala,  semakin bergulir Dan beranjak kearah dia akan lenyap semalaman.
Sinar kejinggaan telah tercetak dengan indahnya diufuk barat. Angin sore sudah membelai pohon Nyiur hijau yang siap menari mengikuti alunan sang Batara Bayu. Masjid sudah dipenuhi oleh anak anak yang mengaji kepada Hendra, seperti biasanya selepas shalat ashar Hendra selalu mengajar mengaji di Masjid untuk menggantikan posisi Ustad Jam'i yang semakin hari semakin termakan oleh usia. Dengan didampingi oleh kelembutan dan kerupawaan seorang Miya, Hendra menumpahkan ilmu yang dia miliki kepada malaikat malaikat kecil Palu itu dengan penuh kesabaran. Berharap kelak anak anak itu dapat menjadi orang orang yang melapangkan pintu surga dengan penuh kedamaian dengan cahaya Al Qur'an yang menerangi jalan mereka di alam baqa kelak. Lantunan ayat ayat suci Al Qur'an menghiasi rumah sang pencipta alam dan seisinya itu dengan merdu, menggetarkan pilar pilar dunia yang seakan akan menggapai langit biru. Ribuan malaikat ikut bertasbih sembari mendoakan orang orang yang senantiasa melantunkan ayat ayat suci Al Qur'an.
  Sebuah senyuman manis terukir di bibir Miya kala dia memandangi Hendra yang tengah mengajari anak anak mengaji dengan kesabaran sekuat baja,yang tak akan hangus terbakar, akan tetap bertahan layaknya karang yang terterpa oleh ombak yang berdesir.
"Ekhem...." Hendra berdehem kecil ketika melihat Miya yang tengah melamun sembari menatap ke depan dengan kosong.
"Ekhem..." Dideheman yang kedua kalinya Miya masih hanyut didalam lamunannya.
"Ekh..."
"EKHEMMMMM....!!!!!"Jum Jum berdehem dengan cukup kuat bahkan terkesan seperti sebuah teriakan yang tentu saja langsung membuyarkan lamunan Miya.
Hendra juga sebenarnya sedikit terkejut dengan tingkah Jum Jum yang spontan tersebut.
"Qaqa Miya.... Dideheman qaqa Hendra, " Jum Jum segera mengemasi Al Qur'an miliknya lalu beranjak keluar masjid setelah berpamitan dengan Hendra.
"Kaget ya?" Hendra menggeser meja yang ada didepannya.
"Hmm... Nakal banget sih dia" Miya sedikit menunjukan kekesalannya.
"Namanya juga anak kecil ya,,,,, oh iya ngomong ngomong kamu udah Juz berapa?" Hendra melirik Al Qur'an yang berada ditangan Miya.
"28, sebenernya udah pernah Khatam sih , waktu masih kelas 2 SMA kalo gak salah," Miya mengerutkan keningnya mencoba mengingat ingat kejadian dimana dia menyelesaikan Khatam pertamanya.
"Woah kalo gitu mah bisa lah bantu bantu buat ngajarin anak anak?" Hendra menatap Miya sembari sedikit menyipitkan matanya karena senyuman yang terulas diwajahnya.
"Ih..... Belum berani kalau itumah Hen...." Miya menggeleng lemah.
"Kenapa? Kan bagus Ya, kamu bisa dapat pahala, lagipula ilmu yang bermanfaat itu harus diajarkan" Hendra memulai nasehat emasnya.
"Insya Allah....." Miya mengulaskan senyuman manisnya kearah Hendra.
"Sudah senja ...... Ayo pulang , sebelum timbul Fitnah" Hendra segera bangkit lalu melangkah keluar dari Masjid.

Gelombang Cinta [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang