Gulungan Ombak

163 13 4
                                    

Biarkan dia banyak tertawa
Sebelum menyirnakan surga kecilnya
Sebelum belahan hatinya remuk
Oleh gulungan petaka
Biarkan dia merasa,bahwa hidup punya alurnya.(k)

Jumat,28 September 2018

   Surya bersinar redup seakan akan dia tidak ingin menunjukan sinar keemasannya hari ini. Surya ingin sekali menutup matanya tak kuasa menatap ribuan insan terseret gulungan petaka.

Angin menghembus dengan Sepoi menelaah setiap daerah yang dia lewati. Jika angin bisa berbicara dia akan menyampaikan kabar petaka dari laut yang akan mengamuk sore ini.

Burung burung berkeliaran Dari sarangnya dan mengepakkan sayapnya di angkasa menghiasi langit biru yang sore ini akan di selimuti oleh gulitanya kedukaan.

Pohon pohon dan bunga bunga seakan akan merunduk layu tak kuasa menatap ribuan insan memohon perlindungan.

Jum'at, hari yang dibilang utama dari hari hari lainnya bagi umat muslim. Karena hari Jum'at semua amalan yang kita lakukan akan berkali lipat pahalanya.

Pagi ini seperti hari hari Jum'at biasanya Hendra membersihkan Masjid bersama dengan beberapa anak anak kecil yang mengaji dengan ayahnya.
Masjid ini, akan menjadi perlindungan bagi beberapa orang beruntung dari gulungan petaka yang mematikan.

"Qaqa.... Sapunya patah..." Seorang anak kecil dengan rambut ikal menunjukan sapu lantai yang telah terbagi menjadi dua bagian kepada Hendra.
"Kok bisa patah?siapa yang matahin?" Hendra meraih sapu yang patah ditangan anak kecil tersebut.
Anak kecil tadi diam seribu bahasa, dia memainkan baju biru yang melekat di tubuhnya dengan sempurna.

Hendra menghela nafas lembut lalu tersenyum seakan akan dia tau apa maksud dari diamnya anak kecil dihadapannya.
"Yasudah... Lain kali hati hati ya..."Hendra mengelus rambut ikal anak kecil tersebut dengan lembut.
"Qaqa... Tidak marah?" Bola mata yang menggemaskan itu membulat dengan sempurna.
Hendra menggelengkan kepalanya dengan lemah lalu kembali mengembangkan senyuman ramahnya.

"Makasih qaqa, Edi janji gak bakal matahin sapu lagi, Jum'at depan Edi bakal bantuin qaqa lagi... Makasih qaqa!" Anak kecil tadi berlari menuju teman temannya yang lain.
Hendra hanya bisa tersenyum sembari menggelengkan kepalanya melihat keluguan Anak kecil bernama Edi tersebut.

Sayang seribu kata sayang, Edi tidak bisa mewujudkan perkataannya. Jum'at depan dia tidak bisa membantu Hendra membersihkan Masjid, jangankan membersihkan masjid bernafas sedetik saja belum tentu terwujud.

•°•

   Miya menapih beras dinampah sembari sesekali celingukan barangkali sosok Reza muncul di pandangan matanya.
"Kalo kerja yang bener...celingukan nyari siapa sih?" Ibu kini sudah duduk disamping Miya.
"Eh... Enggak .kok... Gak...gak nyari siapa siapa" Miya sedikit gelagapan menjawab pertanyaan ibunya.
"Reza?" Dengan jahit ibunya mencolek pipi Miya.
"Ih... Apa sih Bu.... Orang gak nyari siapa siapa" Miya mengumpulkan beras yang telah ia tapih kedalam guci beras untuk persediaan Minggu depan.

Sekali lagi sayang seribu kata sayang, beras itu hanya akan hanyut oleh ombak petaka, tercecer tanpa bekas, terbuang tanpa makna oleh ganasnya amukan laut.

•°•

  Reza melangkahkan kakinya dengan santai diatas jalanan yang sedikit berdebu.
Langkah kakinya semakin cepat ketikan pandangan matanya menemukan gadis cantik tengah duduk diatas batang nyiur yang melengkung hingga hampir menyentuh punggung bumi.
Miya mengembangkan senyumannya tata kala sosok Reza berjalan menujunya dengan langkah yang terbilang cepat.

Gelombang Cinta [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang