Jam 3 sore ini, mari bertemu di tempat kau menghajarku dulu.
***
Sehun telah menghabiskan dua botol minuman dan 3 chips. Untung minimarket tak jauh dari sini. Sungguh, minuman atau makanan tak pernah membuatnya bosan. Setelah membuang kantung plastik yang sudah kosong, ia kembali duduk lagi. Dan sekarang, dia bosan sungguhan.
"Mengesankan melihatmu hanya diam seperti pak tua."
Sehun menengok ke belakangnya. Ia berdecak dan sedikit tersenyum. Entah senyum jenis apa. Yang pasti senyum yang pantas untuk seorang mantan teman, mungkin?
"Mengesankan juga melihatmu di tempat ini. Berniat mengirimku ke rumah sakit lagi?"
Mino duduk di sampingnya agak memberi jarak. Mereka bukan bertemu sebagai teman. "Ya, lebih tepatnya ke rumah sakit, lalu membuatmu terisolasi dari dunia luar karena orang tua yang takut nyawamu terancam." Mino tersenyum mengejek. "Tapi tetap saja aku belum puas, dude."
Sehun menatap Mino agak tajam sedangkan yang ditatap menaikkan sebelah alisnya. Sungguh, Sehun tak suka ini.
"Sudah berapa kali kubilang," ucap Sehun dengan nada lebih serius. "Pakailah otakmu. Kenapa kau melampiaskan semuanya padaku?"
"Kau tak mengerti." Mino menjawab dengan santai. Yah, Sehun tau pasti. Bahkan dalam penampakan sesantai apapun, orang ini berbahaya. Ia bisa saja menghajar Sehun lagi.
"Apa? Biar kuperjelas walau seharusnya kau sudah tau hal ini. Ayah kita bersaing dan ayahku melakukan hal licik demi menjatuhkan perusahaan ayahmu. Ayahmu bangkrut dan keluargamu mulai berantakan. Kau tinggal dengan ibumu yang menikah dengan pengusaha kaya. Mereka tak memberikan perhatian padamu sedangkan anak ayah tirimu mereka istimewakan. Lalu—"
"Apa yang kau lakukan sebagai sahabatku dulu?" Potong Mino.
"Aku sudah berapa kali bicara dengan ayahku. Tapi kapan omongan anak kecil sepertiku dihiraukan, huh? Aku juga berapa kali mendekatimu tapi kau malah bergaul dengan berandal perokok!" Sehun membuang nafasnya sedikit kasar. "Nasib kita sekarang hampir sama. Hanya saja bedanya, aku cari aman dengan jadi anak rumahan, dan kau tukang bully berandal. Bukan begitu?"
"Bukankah keluarga Park menerimamu dengan baik? Kurasa nasibmu beruntung." Mino tersenyum miring.
"Yah, setidaknya jika kau mau menerima orang dengan baik, kau juga akan menemukan orang yang baik padamu. Lalu, siapa yang kau punya selain Kris sepupumu itu?"
Mino mengepalkan tangannya. Sungguh Sehun berhasil membuatnya darah tinggi. Berhasil menguasai amarahnya, Mino beranjak ke lapangan didekat sana. Men-dribble bola basket dengan cepat dan keras lalu memasukkannya ke dalam ring. Begitu saja sampai beberapa menit.
"Pergi atau mau kubuat sekarat?!" Teriaknya.
Sehun menatap datar orang di sana itu kemudian beranjak. Ia mungkin salah strategi. Bukankah niatnya ingin memperbaik hubungan? Ya, minimal orang itu mengakui apa yang sebenarnya bahwa kerusakan keluarganya itu salah ayah Sehun. Bukannya Sehun dan malah menjauhinya.
Harusnya Sehun lebih sabar.
"Sehun."
Sehun menghentikan niatnya yang ingin menghentikan taksi. Suara berat itu, ia kenal betul.
"Chanyeol hyung, kenapa disini?"
"Untuk memastikan adikku baik-baik saja." Chanyeol tersenyum lalu menggiring Sehun menaiki motor miliknya yang terparkir tak begitu jauh. "Kenapa mukamu tegang begitu? Ingat, besok kita akan liburan. Harusnya senang, kan?"
Sehun mengangguk dan tersenyum. "Hm, benar."
***
Sehun memperhatikan Chanyeol yang memasukkan pakaian Sehun ke ransel. Beberapa saat lalu orang itu mengeluh karena bingung barang apa saja yang harus ia bawa. Chanyeol rasa, bahkan anak 10 tahun pun lebih pandai dari bocah besar di hadapannya ini.
KAMU SEDANG MEMBACA
Stepbrother [Chanhun Brothership Story]
Fanfiction[11-8-2018 s.d 26-3-2020] Chanyeol mendapat adik tiri yang merepotkan. Bahkan sejak interaksi pertama, ia tanpa ragu menjuluki anak itu 'Bocah Setan'. . . . This is brothership and friendship story. Not yaoi. Cerita ori dari otak sendiri :v