Epilog I

1.4K 152 12
                                    

Sehun sedikit menyesali hal-hal yang belum sempat ia lakukan di Korea, terlebih saat musim gugur seperti ini, musim kesukaannya. Musim di mana orang bisa bernafas lega setelah musim panas yang melelahkan, setidaknya itu menurutnya. Bersepeda di pulau Nami, disertai hembusan angin sejuk dan pemandangan yang memukau mata pasti merupakan pengalaman berkesan. Kapan-kapan ia akan mencobanya.

Ia memfilosofikan di mana daun yang gugur sebagai lambang pelepasan penat, atau juga bisa sebagai simbol keikhlasan terhadap apa yang memang Sehun harus ikhlaskan selama ini.

"Ini belum senja jadi kau tak perlu merenung."

Sehun secara reflek berdecak melihat orang itu, siapa lagi kalau bukan Mino. "Tidak di Korea, Amerika, apartemen, di sini pun aku juga melihatmu."

Mino yang baru saja memasuki kafe dekat apartemen mereka mendengus lalu memesan minuman dan cake. Espresso yang hangat dan cheesecake lumayan cocok di musim ini. "Kau mengambil semua mata kuliah yang sama denganku. Kalau tak mau melihatku, aku akan ganti matkul saja."

Mino berkutat dengan laptop-nya mengabaikan Sehun yang mulai panik, membuatnya tersenyum di dalam hati. Dasar kelewat lugu.

Menempuh pendidikan di luar memang berbeda rasanya. Bukan masalah cara belajar, tapi tentang orang-orang baru dan kepribadiannya. Mino bersyukur mahasiswa asing sepertinya dan Sehun wajib mengikuti kelas bahasa Inggris yang membuatnya bertemu banyak mahasiswa dari Asia. Walaupun Sehun sering bilang kalau Mino orangnya kebarat-baratan, tapi tetap banyak culture shock yang dihadapi.

"Hey, aku minta maaf." Sehun menatapnya memelas dan dibalasnya dengan gumaman, membuat badan Sehun merosot lega.

"Kenapa ikut klub seni?"

"Karena suka saja. Itu bakat terpendamku. Kenapa? Mau menjiplakku lagi?"

Sehun menggeleng, "aku tidak ada bakat di sana."

"Kau berbakat dibasket."

"Tapi tak ada minat."

Mino meminum espresso miliknya yang baru datang. Begitu mudahnya perasaan berubah. Sehun yang dulunya sangat suka basket menjadi kehilangan minat, begitu pula dirinya dengan Sehun yang bisa kembali bersahabat.

"Bukan karena aku, kan, atau iya?"

Senyum simpulnya membuat Mino merasa bersalah. Apa iya?

"Bisa iya, bisa juga tidak. Tak perlu pikirkan, aku sama sekali tidak menyesali itu. Aku malah sangat bersyukur kembali berteman denganmu dan membuat Chanyeol hyung bisa terus bermain basket." Mata Sehun meredup, "aku jadi rindu si Yoda itu. Dia sok sibuk sekali."

"Kurasa dia memang sibuk."

Sehun merengut, memperhatikan jam tangannya sebentar lalu menghembuskan nafas. "Jam 2 kita ada kelas, kan?"

"Seringlah mengecek notif hp-mu, bocah. Mr. Louis ke luar kota. Sebagai ganti ada tugas di kelas online biasa. Batas pengumpulan minggu depan."

Sehun tersenyum setengah bangga dan setengah mengejek. Mino berusaha banyak dalam merubah dirinya. Ia jadi malu sendiri, karena Sehun sampai sekarang tetap lah kekanakkan. Ah, tapi walau begitu ia juga punya sisi dewasa saat dibutuhkan. Setiap orang punya lebih dari satu sisi, tinggal kapan saat yang tepat untuk menunjukkannya.

Ia suka meninjau ulang kata-katanya beberapa kali. Ingat, kan, Sehun pernah bilang selama ada Mino untuk apa mandiri? Tapi nyatanya, mau tak mau, di negeri orang di tambah lagi tanpa orang tua, kau pasti akan lebih mandiri sedikit banyaknya. Kau juga lebih banyak merenung dan merindukan hal-hal kecil di rumahmu yang tak dapat sering kau rasakan lagi, hingga akhirnya ada semangat dalam diri untuk membuat orang-orang yang kau tinggalkan merasa bangga. Kepada para perantau di luar sana, ada banyak kebaikan yang dapat kau ambil selama kau dapat menjaga diri. Tanya saja Sehun.

***

Waktu terasa cepat saat kau bahagia, dan melambat saat sedih. Waktu di hidup Sehun sekarang tidak stabil, kadang cepat, kadang lambat.

Terimakasih kepada Mino sang sobat yang selalu menemaninya dan persetan kakak tiang listriknya yang memang tak bisa dipaksakan untuk terus menemaninya.

"Kita akan ke rumah Kris hyung, dia baru datang sore tadi, loh."

Mobil Mino melewati jalan raya di malam hari. Wajahnya terlihat begitu cerah, entah karena merasa senang Kris ada di negara yang sama dengannya atau karena sinar-sinar lampu di jalan.

Sehun mengernyitkan keningnya, "hei, kenapa kau tak tinggal di sana saja daripada apartemen?"

"Banyak alasannya. Tapi yang kuingat adalah aku ingin merasakan sensasi jadi mahasiswa luar pada umumnya, dan, menemanimu mungkin. Lagipula kalau tinggal di sana aku juga akan bertanggung jawab dengan barang-barang di sana. Bergantung dengan orang lain tak melulu enak."

Sehun berdecak kagum dan menoel pipi Mino. Tuh, kan. Mino sudah jadi baik dan dia iri. Kalau Sehun perempuan dia mau kok jadi pacar Mino. Tapi bohong.

Untuk kedua kalinya Sehun berdecak kagum tak lama setelah Mino menyuruhnya melihat ke sekitar. Sebuah pemandangan yang agak jarang Sehun saksikan di Korea.

"Tak kusangka mereka mulai menghias secepat ini," ucap Sehun setelah melihat depan rumah orang-orang sekitar sini dengan nuansa Halloween. "Aku akan menginap di kamarmu atau menculikmu ke kamarku saat dekat-dekat Halloween nanti. "

"Kau kira anak-anak berkostum Halloween akan mengetuk kamarmu ?"

"Apa tidak?" Tanya Sehun.

"Kurasa iya."

"Maka biarkan aku menjadi benalumu!"

Mino hanya tertawa malas. Ini di negeri orang dan dia tak hanya merawat diri sendiri melainkan anak orang. 


***


Mau apdet tapi belum selesai ceritanya, jadilah ku apload cerita yang nanggung ini :v

Stepbrother [Chanhun Brothership Story]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang