Mino menyesal bisa-bisanya bertemu anak ini di halte dan bahkan mengantarnya ke rumah. Sungguh ia menahan diri agar tidak mencekik mantan temannya itu saat ia seenak jidat menyuruhnya jangan pulang dulu.
Canggung tentu saja. Sungguh rasanya ini akan begitu lama berakhir karena Mino tahu tipikal hujan yang terjadi hari ini akan lambat teduh. Jika di keadaan biasa, mungkin Mino bisa saja berkata kasar. Hanya saja, sekarang beda.
Mino cukup terkejut sebelumnya saat ia merasakan kalut yang sama seperti dulu, saat melihat Sehun yang sekarang ia anggap musuh mulai berhadapan dengan phobianya. Tidak, ini biasa saja, kok. Ia hanya takut Sehun kembali mengalami asma seperti dahulu dan ia menjadi satu-satunya tersangka di sini.
"Di sebelah mana kamarmu?" Dan sialnya, Mino masih ingat jelas bahwa Sehun itu selalu mengurung diri di kamar saat hujar berpetir macam ini.
Mino tetap berdiri memperhatikan gerak-gerik Sehun yang sekarang menyelimuti keseluruhan tubuhnya sendiri. Ini nih yang membuatnya asma. Dari mana oksigen bisa masuk ke paru-paru, dasar bocah tengik.
"Awas saja kalau kau pergi." Sehun berucap setelah memegang lengan Mino dan berucap pelan.
Mino memutar matanya jengah. Ia bukan lagi Mino dulu, yang selalu sabar menghadapi bocah ini. Tapi ya apa boleh buat.
"Hari ini boleh saja aku baik padamu. Besok-besok, boleh jadi ku hajar lagi."
Sehun mengejeknya dalam hati, karena kalau mengejeknya terang-terangan, Mino bisa mengejeknya balik. Masa sudah besar takut petir? Mau ditaruh dimana wajah tampannya ini. Tempat sampah? Kan sayang.
Tunggu.
Sepertinya Sehun harus menghentikan monolognya dalam hati karena hujan semakin deras dan petir menyambar semakin sering. Ia kembali merapatkan selimut. Mencoba menghirup udara di dalam selimut yang membuatnya sesak.
Ia merasakan seseorang yang tentunya adalah Mino menyingkap selimutnya. "Atasi phobiamu itu dengan yang tidak membuatmu sesak!" Ia tidak bisa berujar pelan karena suara hujan yang tak mampu diredam rumah beton ini saking lebatnya.
Hangat. Aman. Dan tentunya ia bisa bernafas lebih lega.
Sehun tersenyum simpul. Dulu ia sering memeluk Mino saat hujan berpetir jika mereka main di rumah salah satu dari mereka. Kalau di sekolah sih, Mino jadi tsundere. Takut dikatai homo katanya.
"Kalau begini setiap mendung aku akan menemuimu. Supaya kalau hujan, kau memelukku dan tak memusuhiku lagi. Walau saat sudah cerah, kau menghajarku lagi tak apa." Sehun berujar pelan namun sangat jelas di telinganya. "Tapi aku masih berharap egomu itu hilang. Kita kan teman sampai mati."
Sehun tertidur di pelukannya.. dan Mino lega. Ia mengelus rambut yang berkeringat itu sambil menerawang ke masa lalu dan berlanjut tentang keputusan apa yang akan ia ambil mendatang.
Mumpung hati dan pikirannya melunak, mungkin ini saat yang bagus untuk berpikir.
***
"Kau manis juga malam tadi. Sudah seperti kakakku kau tau?"
Mino menyuap sandwitch buatannya sampai habis. "Diam dan makanlah dengan benar."
Sehun tersenyum menyebalkan, sangat menyebalkan kalau kata Mino. Seharusnya ia pulang saja sekarang. Tapi, lebih lama dengan teman kecilnya tak ada salahnya.
Mino tak tahu kenapa dia jadi sedikit baik begini.
"Lagi pula kakak cungkringmu itu tak di rumah?"
"Menginap di rumah Kris sepupu narsismu itu. Dia mau mengajakku tapi aku bilang ada kau di rumah." Sehun menatapnya serius, "sebenarnya kakakku khawatir, tapi ku bilang kau lumayan jinak." Ia kemudian tersenyum mengejek lagi.
"Aaw!"Sang pelaku pelemparan garpu meneguk air putihnya sampai tandas. "Rasakan, bocah. Aku mau pulang."
"Mino ya~"
Demi. Apa. Mino. Benci. Aegyo.
Apalagi yang melakukannya lelaki! Tapi imut sih. Ya kalau dibandingkan dirinya memang beda jauh.
"Chanyeol hyung pulangnya sore. Kita bisa main-main dulu." Bocah itu menatap Mino dengan memelas.
"Hentikan wajah menyebalkan itu." Mino menoyor kepala Sehun pelan dan kembali ke dapur. Ya, membersihkan piring dan segala macamnya. "Dia memperbudakku rupanya," desisnya.
Setelah selesai, Mino memilih berbaring di sofa ruang keluarga dengan Sehun yang menonton acara kartun dengan wajah bosan. Kening Mino menukik sepanjang melihat acara pilihan Sehun itu. Apa serunya coba? Dasar anak kecil!
"Apa setelah tak lagi bermain basket, mentalmu berubah jadi anak TK begini, Oh Sehun?"
Sehun menjawab tanpa menoleh, "tidak. Memang begini sejak dulu. Jangan pura-pura lupa. Kau bahkan sangat suka iron man."
"Itu sih saat aku berteman denganmu."
Sehun berbalik setelah mengecilkan volume televisinya, "kukira kita memang selalu teman."
Itu memang pernyataan, namun Sehun terlihat begitu mengharapkan jawaban orang yang kini juga menatap lurus ke arahnya.
"Begitu, ya? Aku masih menganggapmu musuh, kok," ucap Mino ragu, namun Sehun meneguk itu bulat-bulat.
"Musuh. Mino masih menganggapku begitu," gumamnya pada diri sendiri dengan pelan namun masih terdengar. Sehun menatap tv di depannya dengan pandangan kosong dan Mino menyadari itu. Ia menahan nafas.
Dan ini sudah sekitar 15 menit! 15 menit sudah bocah kurang ajar di depannya itu hanya berdiam diri dengan wajah yang memang selalu menyebalkan itu.
"Sehun?"
"..."
Mino menghela nafas kasar. Ingin rasanya menghujat anak ini seperti yang biasa ia lakukan. Namun entah mengapa setelah kemarin, rasa egonya mulai meluntur. Mino mulai bisa mengakui kalau Sehun tak bersalah apa-apa. Tapi, ia bingung. Karena masih ada egonya yang tersisa.
Mino memilih untuk duduk, dan Sehun yang ikut duduk di sampingnya membuat Mino terkejut. Ia menatap Mino dan memegang bahunya. "Mino, segala sesuatu yang bertepuk sebelah tangan itu menyakitkan. Kau menganggapku musuh, sedang aku tak pernah sekalipun menganggapmu begitu. Jika kau mau berteman lagi, katakan saja. Aku selalu menerimamu kapanpun." Sehun tersenyum manis.. dan Mino yang mencoba mencekiknya--walau tak serius.
"Jangan membuatku geli."
Sehun tertawa. Tapi kemudian terdiam lagi. Apa orang ini kemasukan?
"Mino, kau boleh pulang kalau kau mau."
"Malas."
Mino menatap Sehun yang menatapnya dengan alis terangkat dan senyum lebar. "Tuh kan. Kau sebenarnya mau berteman denganku."
"Tidak"
"Iya"
"Tidak"
"Iya tuh"
"Tidak"
"Iya!"
"Tidak!"
"Iya!"
"Tidak Oh Sehun, atau aku pulang sekarang?!"
"Mino ya~"
"Diam kalau begitu!"
Sehun terkikik dan memeluk Mino yang mencoba melepaskan pelukan orang menyebalkan di depannya. Namun, akhirnya ia tersenyum tipis.
"Kita bisa jadi teman lagi."
"Benarkah?"
"Kapan-kapan."
***
Apa ini?
-RIM-
KAMU SEDANG MEMBACA
Stepbrother [Chanhun Brothership Story]
Fanfic[11-8-2018 s.d 26-3-2020] Chanyeol mendapat adik tiri yang merepotkan. Bahkan sejak interaksi pertama, ia tanpa ragu menjuluki anak itu 'Bocah Setan'. . . . This is brothership and friendship story. Not yaoi. Cerita ori dari otak sendiri :v