4

72.9K 5.8K 203
                                    

Aggia membuka ruangan bosnya karena sedari tadi ia mengetuk pintu tak ada jawaban. Kepalanya menyembul dari pintu yang dibuka, ia menatap sekeliling isi ruangan dan alangkah kagetnya mendapati bosnya tertidur di sofa, masih menggunakan pakaian kemarin sore. Dirinya segera masuk untuk memabangunkan Fauzan.

"Pak, Pak Ojan!" panggil Aggia seraya menepuk bahu bosnya. Namun, tak ia dapati pertanda Fauzan mau bangun. Akhirnya, perempuan ini mengayunkan tangannya sepenuh tega menghantam punggung sang bos. Kontan Fauzan meringis dan terpaksa membuka matanya yang terasa berat

"Aggia!" geramnya penuh penekanan melihat raut wajah cengengesan sang sekretaris. "Kamu ngapain mukul saya? Sekalian aja cekik saya, kalau udah bosen jadi sekretaris saya, biar kamu bisa terbebas dari semua tugas kamu," sinisnya dengan suara serak khas orang bangun tidur.

Aggia menggeleng dengan raut wajah sendu dan dibuat semenyesal mungkin. "Pak, mana mungkin saya mau nyakitin Bapak. Saya kan cuma mau bangunin Bapak, ini kan udah jam kerja," jelas Aggia dengan nada lembut. Ia berusaha sesabar mungkin dan menyoba menenangkan Fauzan.

"Kalau kamu mau bangunin saya, bisa kan enggak pakai pukul? Jelas kamu pengin banget nyiksa saya. Sok bilang enggak mau nyakitin, tapi nyatanya kamu seneng banget nyiksa saya."

"Maaf, Pak. Sumpah saya enggak ada maksud buat nyakitin Bapak. Saya kan sayang sama Bapak. Bapak itu udah kayak kakak saya sendiri," bohong Aggia dengan nada semenyakinkan mungkin. Padahal, dalam hati ia mengatkan amit-amit memiliki kakak seperti itu. Bisa-bisa semua pria mundur teratur untuk meminangnya.

Fauzan tak memperhatikan Aggia lagi. Ia bangkit dari posisi tidurnya, lalu membenarkan kemejanya yang lusuh. Ditatapnya jam yang bergulir melingkar di tangannya. Sontak lelaki ini mendesau frustrasi, pasalnya sudah jam delapan dan ia belum membersihkan diri.

"Pak," panggil Aggia takut-takut. "Bapak butuh sesuatu? Maksudnya, bantuan?" tawar Aggia lembut seraya membenarkan bantal sofa. Lalu, pandangannya tergerak pada selembar foto. Ia menatapnya bingung. Kemudian, mengambilnya.

"Enggak," balas Fauzan dingin.

Aggia tersenyum masam. Ia bingung harus melakukan apa lagi, pasalnya si bos kalau marah biasanya hanya sebentar. Kali ini sepertinya Fauzan benar-benar murka kepadanya.

"Bapak, semalam tidur di sini, ya?" tanyanya basa-basi.

"Enggak, saya baru datang ke sini tadi pagi."

"Terus, kenapa masih baju yang kemarin?"

"Suka-suka saya dong, saya mau pulang. Mau di sini. Mau pakai baju apa, ini kan hidup saya," balasnya seraya berjalan menuju kamar mandi.

"Pak!" Aggia ingin mengembalikan foto milik bosnya.

"Apa?" tanya Fauzan ketus seraya berbalik.

"Ini," Aggia menyodorkan foto itu. Buru-buru Fauzan mendekat ke arah Aggia, lalu mengambil foto itu. Ia menatap foto miliknya dengan tatapan lesu.

"Itu kekasih Bapak?" Aggia penasaran dengan perubahan mimik wajah bosnya begitu melihat foto itu.

"Bukan urusanmu," Fauzan langsung menyobek foto itu dengan raut wajah yang sulit diartikan.

"Cuma nanya. Jawabannya gitu," gumam Aggia dengan nada lesu. "Sensinya ngalahin perempuan dapet tamu," gerutu Aggia dengan nada lirih supaya sang bos tak mendengar.

"Saya ada di hadapan kamu, kamu malah ngumpat saya. Cuma sekretaris aja belagu," ujar Fauzan dengan nada kesal. "Mulai hari ini, kamu dipecat! Segera beresin barang-barang kamu dari kantor ini dan apartemen yang kamu tinggalin saat ini."

Aggia memelototkan matanya. Ia memastikan tidak salah mendengar. Dirinya memang ingin berhenti bekerja tapi tidak dengan cara seperti saat ini. Pasalnya, dirinya belum benar-benar siap.

"Kembalikan juga semua perhiasaan yang saya kasih ke kamu," tegas Fauzan seraya mengadahkan tangannya.

Aggia melepaskan kalung dan gelang pemberian Fauzan, lalu mengembalikannya dengan raut wajah sendu. "Ini, Pak."

"Cincin yang saya kasih ke kamu juga!"

"Cincinnya di apartemen, Pak," Aggia menatap bosnya dengan raut wajah muram. "Pak, saya kan cuma buat kesalahan kecil. Kenapa dipecat seperti ini?"

"Kesalahan kecil? Kecil dari mana? Saya kasih kesempatan kamu yang kedua, tapi kamu malah nghianatin saya. Buktinya semakin jelas, kamu berani ngelepas cincin yang saya kasih."

Aggia mengelus dadanya sabar. Pasalnya, tak mungkin ia menggunakan cincin pernikahan saat bertemu temannya kemarin. Apa kata mereka nantinya.

"Pak, saya kemarin beneran nemuin teman saya. Dan, cincin itu saya lepas karena enggak mungkin kan, saya pakai cincin pernikahan, kalau saya sendiri belum nikah. Apa kata teman-teman saya?"

"Dulu, kamu sendiri yang bilang suka sama cincin itu. Lagian, saya beliin cincin itu emang sengaja biar semua orang ngira kamu udah nikah. Supaya enggak ada pria gatel yang deketin kamu!"

"Pak, saya emang suka sama cincinnya, tapi saya pengen pakainya kalau saya udah nikah. Bukan main beliin, terus biar enggak ada cowok deketin saya. Aneh banget sih jalan pemikiran Bapak?" Aggia menepuk dahinya pelan. "Jangan-jangan Bapak suka sama saya, ya atau malahan jatuh cinta sama saya. Makanya, enggak rela saya jalan sama cowok lain. Ahahaha...," tawa Aggia hambar.

"Enggak, saya enggak pernah jatuh cinta sama kamu. Baik dulu, maupun sekarang. Kalau misalnya suatu saat saya jatuh cinta sama kamu, saya akan langsung membunuh perasaan itu," tegas Fauzan dengan raut wajah serius. Tidak ada keraguan dalam ucapannya. "Jatuh cinta itu bisa membuat orang lemah, Gi. Dan, saya enggak mau jatuh cinta."

"Masa? Saya kalau jatuh cinta kok malah happy aja."

"Kamu kan aneh. Kamu belum pernah patah hati, ya? Kamu belum pernah mencintai setulus hati, tapi malah ditinggal pergi?"

Aggia menggeleng, "Bapak curhat? Bapak pernah dikhianati?" Aggia menatap Fauzan curiga.

"Sering. Banyak orang di sekitar saya yang sering mengkhianati saya. Bahkan sahabat baik saya sendiri. Semua orang bisa berkhianat Gi, kapan pun. Jadi, saya lebih memilih untuk mencintai diri saya sendiri daripada orang lain," Fauzan tersenyum sekilas. "Saya enggak mau kehilangan kamu karena saya percaya sama kamu. Kamu sudah saya anggap seperti sahabat, saudara, dan keluarga saya sendiri. Selama ini kamu yang bantu saya dalam banyak hal dan kamu yang paling mengerti saya. Kalau kamu punya kekasih atau menikah, saya enggak akan punya teman baik lagi. Kamu akan sibuk sama pasangan kamu dan membangun masa depan bersamanya. Kamu bakal ngelupain dan ninggalin saya. Pada akhirnya, saya sendirian dan kesepian."

"Padahal, Bapak baru aja mecat saya," celetuk Aggia asal. Ia tak mengerti harus berkata apa.

Fauzan langsung memeluk Aggia dan memejamkan matanya sejenak. "Saya enggak bener-bener pecat kamu, kok. Jangan tinggalkan saya, Gi."

"Kalau Bapak enggak mau saya tinggalin, mending Bapak nikahin saya aja. Masalah selesai. Saya enggak usah bingung nyari-nyari suami," sahut Aggia seraya membalas pelukan sang bos. "Saya janji enggak akan lirik-lirik pria lain, kalau Bapak takut dikhianati."

"Enggak bisa, saya enggak mau nikah sampai kapan pun. Saya enggak butuh istri, saya hanya butuh sahabat yang mengerti saya. Kalau, kamu jadi istri saya, pasti semuanya akan beda. Saya enggak mau ada perasaan yang lebih dari persahabatan."

"Terserahlah, saya depresi nghadepin kelakuan Bapak. Bapak harus traktir saya setelah ini."

Tbc...
Kalian bisa beli pdf atau e book atau novel karya ini.

1. Random Wife = Rp 69.000
2. Ugly Ceo = Rp 69.000
3. Romantic Drama = Rp 67.000
4. Romantic Hospital = Rp 67.000
5. Wanted! Ugly Wife = Rp 65.000
6. Annoying Couple = Rp 65.000
7. Aku Bukan Simpanan = Rp 67.000
8. He Called Me Buluk = Rp 57.000

No 1-8 terdapat e book di playstore, bisa beli di sana. Atau beli pdfnya Rp 35.000 per judul. Rp 50.000 dapat 2 judul. Rp. 100.000 4 judul. Rp 150.000 dapat 7 judul. 8 judul Rp 165.000. Bisa hubungi wa: 087825497438

Pembayaran ke rek BRI atau via pulsa + 5.000

Annoying Couple (Akan Rilis Di Kubaca)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang