Lady Rose

3.2K 23 1
                                    

"Rubi.. rubi.. rubi rubi soho," terdengar suara serak Tim Amstrong begitu kami memasuki Twice bar.

"Ni dia pentolan kita dateng," kata Teddy menyambutku

Aku mengadu kepalan tangan dengan Teddy dan Abe.

"Sorry ya kita telat.." aku meminta maaf pada mereka, "Erick mana?".

"Biasa.. bikin anak.." kata Abe disambut gelak tawa mereka.

"Dasar penganten baru.. ngejar setoran mereka.." kataku bercanda

"Bae de wei.. kalian kapan nyusul?" kata Abe dengan jari telunjuk menuding aku dan Lena bergantian.

Aku dan lena berpandangan. Kami tersenyum penuh arti.

"Tunggu tanggal maennya.." kataku pada mereka.

"Ahhh kemaren kan kalian 'maen'? suaranya kedengeran sampe kamarku.." kata Abe menyindir.

"Ouwwwhh.. ouwwwhhh.. ", kata Tedy dengan tangan kiri membuat huruf "O" dan telunjuk kanannya di masukan pada huruf "O" itu.

Siaalll!!

"Dari pada loe dua.. kemaren saling tusuk pantat kan?" kataku mengejek.

"Kalian kapan nyusul Erick?", Lena balik menanyakan.

"Life fast, die young!!" mereka menjawab bersamaan.

Erick seorang PK yang mulai bertanggung jawab, Teddy pecandu narkoba tobat dan Abe manusia jenius dengan urat malu yang sudah putus. Bersamaku, lengkap sudah formasi super power dari "Traffic Light", sebuah grup band rock yang kami beri nama dengan sebuah niat naif, mengubah arus lalu lintas dunia musik di negara ini. Tak terasa 5 tahun sudah kebersamaan kami. Aku yang dekat dengan Erick dan Teddy yang akrab dengan Abe, keakraban 2 blok yang kami buang saat kami bersama. 5 tahun kami membangun mimpi, tak ada yang berubah, hanya umur yang bertambah. Perbedaan latar belakang kami seakan sirna oleh beberapa kesamaan : idealis, rock n' roll dan life fatst, die young sebagai semboyan kehidupan.

Sebulan setelah merampungkan rekaman dan mixing album baru kami, kami berlibur seminggu di Bali. Sengaja kami memilih berlibur bersama untuk menjaga kebersamaan dan kekompakan kami.

Twice bar malam itu penuh penuh sesak karena konser perayaan ulang tahunnya yang ke-16band terbesar di bali, SID. Sebuah konser langka dari band punk rock ini karena mereka bermain akustik. Aku mendapat tiket masuk dengan cuma cuma dari manager mereka Rudolf Detu yang ku kenal sejak 3 tahun lalu saat bandku dan SID bermain dalam satu panggung di Soundrenalin 2007 di pulau Serangan, Bali.

"Udah mulai blom?" aku bertanya pada Teddy dan Abe, pemetik bass dan penabuh drum kebanggaanku.

"Blom tuh.. kita juga lagi nungguin.." kata Abe sambil mengupas kacang kulit.

"Maennya di atas atau di bawah sih?" aku bertanya lagi.

"Emmm... aaaaahhhh... " teddy menahan panas tenggorokan akibat besentuhan dengan alkohol. "Kayanya sih di atas bro?" katanya lagi.

Lagu Rancid selesai, digantikan sebuah lagu yang begitu familiar di telinga kami, "Drugs dealler". Abe dan Teddy memandangku penuh arti. Sebuah lagu ciptaan Teddy diputar di Bali, tempat yang jauh dari rumah kami. Ada kebanggaan di hati kami bertiga.

"Ya udah klo gitu, gue ke atas dulu ya.. nyari tempat," kataku sambil menunjuk plafon Twice bar.

"Ya udah, loe duluan dah.. disini cewenya lebih rame.." jawab Teddy asal.

Aku dan Lena berjalan menaiki tangga Twice bar.

"Kita sambut penampilan pembuka dari "Sheena and The Punk Rock Stars!!", mc malam itu mengumumkan band pembuka konser.

Alcohol, Sex and Rock N' RollTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang