Yang tak terduga

29 15 10
                                    


SAAT ini pelajaran Fisika tengah berlangsung. Sang guru, Dhira Mariana sedang menjelaskan materi di depan tentang pencernaan makanan pada manusia. Namun karena hujan diluar sedang turun, ditambah suhu Air conditioner begitu dingin, membuat beberapa murid mengantuk di kelas, bahkan Brianto si murid malas yang duduk di bangku pojok itu tertidur pulas di mejanya.

"Baiklah, pelajaran Fisika cukup sampai disini. Sampai jumpa minggu depan. Dan jangan lupa kerjakan tugasnya ya?"

"Siap Bu."

"Habis ini pelajaran siapa?" tanya Bu Dhira.

"Pelajaran Pak Adam Bu, Matematika."

"Oh... Matematika." Bu Dhira manggut-manggut sambil membereskan peralatan alat tulisnya. "Cuaca gini emang enaknya tidur di rumah sambil minum teh ya?"

Para murid tertawa kecil mendengar celetukkan Bu Dhira. Meski tidak ada yang lucu dalam ucapan tersebut.

"Apalagi tuh temen kalian malah tidur. Hih yaampun enak banget ya? Dikira ini kamarnya apa?" Bu Dhira menunjuk Brianto yang sedang tertidur pulas di meja pojok, membuat pandangan murid-murid langsung tertuju pada pria itu. Kontan saja para murid kelas XI Mipa 4 tertawa kembali. "Yasudah, assalamualaikum."

"Waalaikumsalam buu!!"

Setelah itu, Bu Dhira berlalu keluar kelas dengan langkah santai. Setelah guru Fisika itu telah menghilang dari balik pintu, suasana kelas yang tadi sempat ricuh malah semakin ricuh dengan tawa gelak para murid yang mentertawakan Brianto.

"Eh Bar, bangunin Brian sana," kata Maureen pada seorang pria yang duduk di sebelah tempat duduknya, Barra Nikolas nama lengkapnya, seorang pria berperawakan tinggi besar. Dia pernah memenangkan nominasi siswa dengan tinggi badan tertinggi antar sekolah swasta. Tingginya saja hampir mencapai 2 meter.

"Udah lah biarin, biar dia gak rusuh. Emang lo gak risih apa reen kalo dia bangun? Mulutnya kan nyinyir mulu. Pusing tau gak jadinya."

"Iya juga sih."

"Eh reen, gue pinjem catatan Matematika punya lo dong."

Maureen melempar buku catatan Matematika pada Barra. "Nanti balikin, jangan dipinjemin ke si Kevan," kata Maureen seraya mendelik tajam ke arah Kevan yang duduk di depan Barra.

"Sip lah."

Dan Kevan yang merasa disebutkan namanya langsung menengok. Pria itu langsung mengangkat dagunya dengan dahi mengrnyit. "Apaan?"

"Kepo amat lo jadi orang!" sahut Maureen.

"Dih! Gue nanya Barra, bukan lo!"

Maureen mendengus sambil menggerutu tidak jelas.

"Tadi kenapa Bar, dia nyebut-nyebut nama gue?" tanya Kevan pada Barra.

"Enggak, ini gue pinjem buku catatan dia. Katanya gak boleh dipinjemin ke lo."

Kevan langsung melirik Maureen sambil tersenyum miring. "Gue pinjem dulu bentar Bar," bisiknya.

"Lah tapi...."

"Diem dulu."

Barra hendak merampas buku itu kembali, namun Kevan malah menjauhkan bukunya dan kembali menghadap ke depan. Barra melirik Maureen, dan gadis itu sedang mengobrol dengan Tamara, belum menyadari bahwa Kevan sudah merampas bukunya.

Tak lama kemudian, Maureen meminta pada Barra untuk cepat-cepat memberikan bukunya karena sebentar lagi Pak Adam akan masuk ke kelas. Barra terlihat meringis gelisah, membuat Maureen mengerutkan dahinya bingung.

MAUREEN-NOTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang