[Winwin] It Was Such a Bewildering Day

93 8 3
                                    

Dalam pekatnya kegelapan, satu demi satu permukaan mengilap di rumah Winwin pecah tertumbuk butir-butir timah panas. Pria muda itu tengah diteror di tempat yang seharusnya paling aman—oleh seseorang yang terikat erat dengannya. Namun, Winwin tidak ingin terus lari; ia akan menghabisi bayangannya itu, sekarang atau tidak sama sekali!

Semua cermin di kamar sudah berubah jadi serpihan. Lantai berkilau yang Winwin pernah jejaki tak lagi utuh setegel pun. Dengan telunjuk masih terkunci ke pelatuk pistol, punggung si lelaki merosot kelelahan pada sandaran tangganya. Entah dari mana, ia mendengar bayangannya tertawa kegirangan.

"Ayo, bergerak! Aku bisa saja membunuh Delima-mu saat kau bersantai-santai!"

Winwin menembak jambangan bunga di meja tamu—di mana salinan dirinya yang berpakaian serba hitam baru saja terkekeh meremehkan. Sepertinya tembakannya tadi tepat menembus dada si bayangan. Harusnya makhluk itu sudah mati, bukan?

Peluru dalam magasin Winwin habis, maka senjata itu dijatuhkan ke lantai selagi pemiliknya menghampiri keping-keping jambangan. Air yang mengisi jambangan menumpahi meja hingga menetes ke ubin, membentuk genangan yang keruh. Kendati begitu, Winwin masih menemukan bayangannya di sana, berpakaian putih bersih alih-alih hitam kelam, dan akhirnya, ia dapat bernapas lega.

Kalau aku menemui Delima, mungkin aku masih sempat memperbaiki semuanya.

Sebenarnya, hari ini, Winwin berencana untuk menenangkan diri bersama bakal nyonyanya yang jelita dan baik laku—bernama Delima—agar dapat melalui prosesi pernikahan dengan lancar esok. Namun, bahkan sang calon istri tidak mengetahui jati diri berbeda yang disembunyikan pria lugu itu sejak sebelum mereka bertemu. Itulah musuh yang diam-diam berniat memiliki Delima untuk disakiti kelak. Setelah bertahun-tahun 'ditekan' oleh Winwin agar tidak mencelakakan keluarga dan sahabat-sahabatnya, bayangan hitam tersebut entah bagaimana menguat mendekati pernikahan. Beberapa kali raga Winwin diambil alih hingga Delima tercederai meski tidak serius, tetapi cinta wanita itu terlalu tangguh untuk dipatahkan beberapa luka. Masalahnya, jiwa Winwin tidak lagi mampu melawan dirinya yang lain itu; tinggal menunggu waktu sampai si bayangan menguasai badannya secara penuh. Usai menimbang-nimbang lama, dengan berat hati, Winwin meminta hubungan mereka diakhiri tepat sehari sebelum mengikat janji sehidup semati.

Di ambang putus asa, Delima masih berusaha memahami alasan tunangannya memutuskan hubungan pada titik paling krusial dalam hidup mereka.

"Mengapa harus diakhiri?"

"Karena aku tidak menginginkanmu lagi. Aku jenuh."

Erangan Winwin yang sarat sesal lolos ketika teringat betapa dingin kalimatnya. Ia tak pernah jenuh dengan Delima, tetapi kejujuran tak akan merusak perasaan perempuan itu. Pernikahan akan berlangsung tanpa hambatan. Apabila Delima lengah, bahaya akan menerkamnya dalam wujud seorang suami. Astaga! Winwin tidak boleh membiarkan bayangannya bertindak sesuka-suka meskipun ia mesti berkorban demi menyelamatkan sang kekasih.

Mendengar alasan Winwin yang terkesan dangkal tak ayal membuat Delima meradang. Tanpa malu, ia menangis dan mengamuk di depan banyak orang. Pipi lelaki yang biasa ia belai, ditamparnya sangat keras; tidak Winwin sangka Delima bisa demikian bertenaga. Mereka berdua merupakan jenis orang yang akan lebih banyak diam ketimbang membentak dan berkata kasar kala jengkel, tetapi selalu ada pengecualian. Hari inilah si perempuan bertindak berlawanan dengan sifatnya.

"Diamlah. Kau perempuan yang matang. Orang-orang akan mempermalukanmu kalau kau bersikap kekanakan begini."

Terkutuk kau, Winwin memaki diri sendiri di sela berganti pakaian, bersiap-siap menemui Delima untuk meralat ucapan dan menjelaskan situasinya. Kekecewaan sang tunangan tadi hanya bermakna bahwa Delima mencintainya begitu dalam. Mana mungkin dahsyatnya rasa frustrasi akibat patah hati dapat ditangani dengan 'bersikap matang'?

Kancing demi kancing Winwin sangkutkan ke lubang tanpa berkaca; toh tidak ada lagi benda yang mampu merefleksikan dirinya di kamar tidur itu. Jemarinya gemetar oleh harapan dan ketakutan. Akankah Delima memaafkannya dan memahami kondisinya yang tak masuk akal? Bukan mustahil rasio calon istrinya menganggap cerita seram ini sebagai bualan yang dikarang supaya mereka rujuk.

Di kancing paling ujung, Winwin berhenti.

Andai perasaan Delima sudah berubah, apa pun yang kututurkan akan percuma, kan?

"Ya, jadi serahkan saja dia padaku!"

Suara ini! Terperanjat, Winwin mengedarkan pandang ke segala penjuru. Apakah ada permukaan mengilap yang belum dihancurkannya?

Nihil. Semua yang mungkin memantulkan bayangannya tak utuh lagi.

Winwin kehabisan amunisi. Di kamarnya, tidak ada benda yang bisa digunakan sebagai senjata, tetapi karena pertarungan belum berakhir, lelaki yang panik itu kembali ke ruang tamu untuk mencari besi penyodok perapian. Batang panjang itu ia sambar; bagian tajamnya diacungkan ke depan.

"Bagaimana kau akan melawanku kalau kau tak tahu di mana aku berada?"

Di mana dia?! Anak mata Winwin bergerak gelisah. Keringat dingin mengaliri pelipis ketika ancaman-ancaman si bayangan menggema dalam dadanya, seakan berimpit, tetapi tak terlihat. Ini sangat mengusik! Tidak ada pantulan dirinya sama sekali di dalam ruang tamu, jadi dari mana asalnya—

"Winwin, awas!"

Letupan mesiu di balik punggung memaksa Winwin tiarap. Besi penyodok perapian segera ia tegakkan lagi begitu berpaling ke belakang, tetapi agaknya perlawanan lebih lanjut tidak diperlukan.

Winwin Hitam berdiri dengan tatapan kaget. Darah mengucur dari sisi-sisi kepalanya. Separuh tungkainya menyatu dengan bayang-bayang—oh—yang memanjang dari tumit sepatu putih Winwin.

Selongsong peluru kosong bergulir dari sebelah kiri.

Tak sempat Winwin menoleh. Begitu si bayangan jahat ambruk, satu sosok bergaun hitam panjang menindih dan meledakkan jantungnya menggunakan revolver. Sementara itu, seorang lain— kembaran si gaun hitam yang berpakaian putih—mendekap Winwin dari samping sambil terisak-isak.

Perempuan bergaun hitam sejenak tersenyum sebelum pudar bersama korbannya. Di hadapan Winwin, kini hanya tersisa sepucuk senjata api yang masih panas.

"Kau berutang penjelasan padaku!"

Delima menatapnya dengan mata berlinang-linang. Tak tega Winwin membiarkan kekhawatiran bermain di sana, tetapi kejar-kejaran dengan bayangan kepalang menguras tenaganya. Ibu jari Winwin menghapus tangis kekasihnya, kemudian dengan hati-hati, ia tempelkan dahinya pada dahi Delima.

"Maaf. Aku akan menjelaskannya besok setelah resepsi. Boleh aku beristirahat sekarang? Kita masih punya sangat banyak waktu." []

---

is this what we called WayV effect? who falls for dark!winwin aaaargh untung ae renle ga jadi masuk sonoh kan bahayaaaaaa itu cuma buat gegemen doangggg. delimanya siapa hayo? btw aku tergoda bikin oneshot collection china-line gimana dong? project blm kelar semua ini dan liburku sdh mau berakhir~

Deep Slumber ✅Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang