Dalam pekatnya kegelapan, Hyunbin berandai-andai dirinya makhluk independen yang hidup damai dan tidak pernah melangkah di jalan menyimpang. Upayanya gagal. Ia tidak mampu berkhayal karena hakikat penciptaannya adalah untuk mengabulkan angan orang lain. Tentu mustahil sebuah mimpi bermimpi, bukan? Sayang sekali, asa yang menyusun darah dan daging Hyunbin telah dilindas kecemburuan. Pria itu kini merasakan setiap inci raganya memudar menyakitkan.
Awalnya, Hyunbin merupakan sekelebat ide di tengah keputusasaan seorang perempuan muda. Perempuan ini disiksa kaki tangan ayahnya—seorang bangsawan keji—akibat mewarisi darah jelata dari sang ibu. Kejahatan demikian lazim terjadi untuk memurnikan silsilah keluarga ningrat, tetapi Sang Pemimpi tidak mau mati nista. Ia terus memberontak selama masih punya tenaga. Dalam pikirannya, pangeran tampan dengan tinggi lebih dari enam kaki sedang berkuda ke basemen tempatnya dicambuki, jadi ia hanya perlu bertahan beberapa saat lagi ... lalu kesadarannya pun hilang. Pada detik ia terpejam, Hyunbin membuka mata dan berpijak di lantai ruang bawah tanah dalam wujud pria tampan bertinggi lebih dari enam kaki. Tak hanya itu, ia juga kuat dan ahli bertarung ...
... maka tujuh pengecut yang cuma berani mengeroyok perempuan bukan apa-apa baginya.
Sang Pemimpi dibawa ke rumah masa kecilnya di balik bukit. Beberapa pelayan masih menjaga tempat itu kalau-kalau nona mereka kabur dari rumah ayahnya yang dingin. Mereka asing dengan Hyunbin, tetapi tidak sebaliknya. Orang-orang baik ini tersimpan dalam memori Sang Pemimpi, jadi tak mungkin Hyunbin tidak mengetahui mereka, mengingat benak si gadis adalah tempat Hyunbin dikandung.
Berada dalam perawatan Hyunbin segera setelah siuman, Sang Pemimpi mengucapkan terima kasih. Hei, bukankah harusnya Hyunbin yang menyatakan kesyukuran? Fantasi tak akan hidup tanpa kehendak kuat orang yang memimpikannya, Hyunbin mengungkap identitasnya melalui teka-teki sederhana, membuat Sang Pemimpi membulatkan bibir tak percaya sebelum tersenyum gembira.
"Apa ini artinya kau adalah abdiku?"
Pasti. Apa pun yang Sang Pemimpi mau, Hyunbin bersedia mengiyakan.
Biasa memperlakukan semua pelayan seperti teman sendiri, Sang Pemimpi akhirnya benar-benar memperlakukan Hyunbin layaknya pesuruh: memerintahnya memasak, menyiapkan pakaian, busa dan bunga di bak berendam, dan terakhir, mencium bibir. Hyunbin tidak mengeluh sama sekali. Mengapa mengeluh ketika menerima sebuah kehormatan untuk melayani orang yang ia muliakan?
"Maukah kau bekerja denganku untuk membalas dendam?"
Pria berdarah biru yang mengekang Sang Pemimpi selama ini bukan apa-apa, kecuali kebencian yang melumuri jiwa seorang perawan suci dengan dosa. Menurut Hyunbin, ayah Sang Pemimpi beserta kroco-kroconya pantas dimusnahkan sampai ke akar, jadi ia rela menjadi ujung tombak dari rencana si perawan—yang dalam perjalanannya berubah sekeji iblis. Sang Pemimpi dan Hyunbin menokohkan sepasang eksekutor dalam drama berdarah yang menggegerkan kota. Pembunuhan berantai! Seluruh tuan tanah bermarga Kang beserta nyonya dan putra-putri mereka dibantai! Tidak tercegat, polisi masih menyelidiki!
Teror berhenti setelah di kota, tidak ada satu pun manusia yang berhubungan darah dengan Sang Pemimpi. Sejenak rehat, sepasang algojo ini lantas mencuri.
Meski Sang Pemimpi tinggal di lingkungan serba berkecukupan, semenjak kematian ibunya, ia terus-menerus dihinakan dan ditawan dalam lingkungan itu. Ketika ia mengira tidak ada yang mengacuhkan tangisnya, Hyunbin mendengar dan marah untuknya, tetapi tak bisa berbuat apa-apa tanpa raga sejati. Setelah menghapus dinastinya sendiri, masuk akal bila Sang Pemimpi ingin sekaya dan seberpengaruh ayahnya. Disusunlah rencana-rencana pencurian awal, lanjut ke perampokan-perampokan yang makin cerdik dengan pelaksanaan sempurna. Tak ada kecacatan barang sedikit sebab Sang Pemimpi menginginkan begitu—dan Hyunbin melaksanakan sesuai permintaan.
Menariknya, roda kehidupan berputar bahkan untuk entitas yang tercipta dari mimpi. Demi melancarkan sebuah aksi, Hyunbin—terpaksa—merayu nyonya rumah dalam sebuah pesta, langkah yang tak sepenuhnya disetujui sang majikan. Malam itu mengakhiri Hyunbin dengan nahas, sementara Sang Pemimpi lari dengan berlian yang mereka incar.
"Sekali lagi kutanya, di mana nonamu?"
Seluruh serat otot Hyunbin saat ini bagai adonan semen yang mengeras, lalu retak dan hancur karena rapuh. Tanpa pukulan dari para polisi ini pun, lebam-lebam berebutan muncul. Rasanya mirip ketika ia berdansa dengan nyonya rumah di bawah tatapan cemburu Sang Pemimpi: sakit tak terkira. Semakin tegaslah eksistensinya sebagai sebuah khayalan; jika Sang Pemimpi tidak menginginkannya lagi, tamatlah ia. Mungkin itu pula alasan mengapa ia yang selalu lolos dari manuver penegak hukum amat mudah ditaklukkan di malam pencurian berlian.
"Heh, tebaklah sendiri."
Hyunbin dipukuli lagi gara-gara seringai sombongnya. Wajah rupawan itu dibanjiri darah begitu banyak hingga ekspresinya terdistorsi dan ucapannya berubah jadi kemam. Walaupun demikian, gelombang nyeri yang diterimanya bukan diakibatkan siksaan mereka.
Sang Pemimpi telah melupakan aku.
Tapi, ia tak akan melupakan majikannya yang menyebalkan itu. Menyebalkan—sebab tidak dapat dibenci. Penjahat yang diumpankan komplotan pada polisi biasanya akan menyumpahi yang lolos, sedangkan Hyunbin malah terharu. Beginikah guncangan emosi Sang Pemimpi dulu tepat sebelum fantasinya terlahir? Bolehkah Hyunbin berharap perempuan itu akan datang menyelamatkannya? Ketika pandangannya mulai menggelap, laki-laki jangkung itu melukiskan sosok Sang Pemimpi dalam pikiran. Rambut hitam pekat yang dipangkas seleher sebagai lambang kebebasan. Obsidian berkilau berani. Garis rahangnya berakhir dengan sedikit maskulin pada dagu yang melebar, tetapi bibir di atas dagu itu tipis manis. Lengannya kecil dan cekatan. Pinggangnya ramping. Kakinya panjang nan lincah. Sifatnya yang tak pernah lupa mencinta—mencintai Hyunbin—di tengah pusaran ambisi pribadi. Suaranya yang lantang menghalus di beberapa waktu, khususnya ketika memanggil ....
"Hyunbin, bangun."
Si tawanan gelagapan dan terbatuk-batuk saat wajahnya disiram air. Darah di sana luruh seketika, membawa serta seluruh rasa sakit. Ia bangkit dengan kikuk, lantas dikejutkan beberapa badan yang bergelimpangan di sekitarnya dengan luka tembak menembus kepala.
Seorang perempuan yang seakan dicetak langsung dari benak Hyunbin mengulurkan tangan padanya, telunjuk di sisi satunya masih melingkari pelatuk senjata. Hyunbin menerima telapak mulus itu dengan perasaan mengambang. Sebelum pesuruhnya benar-benar berhasil menegakkan tubuh di atas dua kaki, si gadis berbalik. Sepucuk revolver yang dilemparkannya ke belakang ditangkap sigap. Mereka berdua melesat keluar markas polisi—di mana mayat-mayat berceceran tak berarti—dan menunggangi kuda yang sama, kabur dari petugas-petugas bantuan. Sang Pemimpi memegang kendali, sedangkan Hyunbin duduk di belakang.
"Terima kasih sudah kembali untukku. Bagaimana kau menghabisi mereka seorang diri?"
Satu kekehan meluncur dari perempuan tangguh yang menarik lengan Hyunbin agar melingkari pinggangnya mesra.
"Apa yang kaukhayalkan," satu ciuman mendarat hangat di pipi Hyunbin, "mulai hari ini kaudapatkan."
----
sang pemimpinya bukan arai rek. *laskar pelangi reference* siapa hayoooo ini
KAMU SEDANG MEMBACA
Deep Slumber ✅
FanficDalam pekatnya kegelapan, kamu menemukan fragmen-fragmen perasaan yang terserak. Kisah mereka tidak akan utuh tanpa kamu yang melengkapinya! [Let's play a little game! 28 ficlet dark fantasy featuring 28 97-line idols, 14 couples, 14 different unive...