[Eunha] This Is a Spell That Will Punish Me

99 9 4
                                    

Dalam pekatnya kegelapan, Eunha memandangi satu-satunya tubuh yang tak larut dalam hujan hitam sebelum beranjak meninggalkan masa lalu untuk selama-lamanya. Manik ametisnya tertutup poni tak rapi, nanar mengawasi setiap tetes asam mengikis seluruh negeri.

Inilah hukuman, baik bagi Eunha yang terus melangkah maupun orang-orang yang telah menyakitinya.

***

Eunha dan saudara lelakinya dianggap kutukan oleh Monarki semata karena iris mereka berwarna ungu, bukan cokelat, biru, atau hijau seperti kebanyakan orang. Konon, menurut ramalan dalam kitab-kitab kuno, malapetaka akan datang bersama seorang anak bermata ungu, tetapi tidak ada yang menyangka bahwa anak kembar Raja memiliki sepasang mata bertuah itu. Satu mata mendiami soket kanan Eunha, yang lain pada soket kiri adik kembarnya. Yang ganjil, ayah mereka hanya memutuskan agar keduanya diasingkan ke sebuah kastel di luar Monarki, padahal berdasarkan kitab-kitab, Eunha dan adiknya mesti langsung dihabisi sebelum menimbulkan marabahaya. Hingga Raja mangkat, Eunha dan Adik hidup damai bersama para pelayan dan guru yang ditugaskan di kastel, tetapi naik takhtanya pangeran kedua meluluhlantakkan kedamaian itu.

Di saat bersamaan, serangan raja baru yang menewaskan orang-orang tersayang Eunha telah membangkitkan kekuatan destruktif Adik.

Sebenarnya, Eunha tahu bahwa matanya dan Adik adalah wadah sebuah kekuatan tercela. Ia mempelajari alasan ia dikurung dengan telaten sejak kecil hingga tiba pada kesimpulan demikian. Namun, ia yakin jika hidupnya tetap tenteram layaknya saat dalam kastel, maka kekuatan tersebut tidak akan bangkit. Dirahasiakannya hal itu dari Adik untuk menjaga agar emosi sang pemuda tak menggelegak. Sayang sekali, si raja baru telah merusak upaya Eunha; ia menggempur kastel tempat tinggal kedua kakaknya, membunuh semua guru dan pelayan si kembar, serta mengejek sulung yang perempuan.

Sekonyong-konyong, penutup mata Adik meleleh dalam rinai bening. Warna ungu berpendar menantang, lalu genangan di sekeliling mereka membumbung tinggi membentuk perisai air yang bergejolak. Perisai itu lantas menerjang para prajurit Monarki beserta kuda-kuda mereka, meloloskan jerit yang larut bersama kulit-tulang. Malapetaka: kekuatan Adik telah mengubah air hujan biasa menjadi asam yang bahkan dapat melebur logam. Raja muda hampir saja turut musnah bersama para pengawalnya andai Eunha tidak beraksi.

"Kakak sudah bilang, kan, jangan berbuat jahat seperti adikmu?"

Dari soket mata kanan Eunha, ametis berkilauan, meniadakan kekuatan kembarannya. Raja muda mundur, sementara Adik mengamankan Eunha. Kuda si kembar berhenti di depan sebuah gua ketika hujan mereda, lalu mereka berdiang, membicarakan masa depan yang tak terhindarkan sebagai buronan Monarki.

"Aku adalah tempat bergantungmu yang lebih tangguh, jadi biasakanlah dirimu untuk meletakkan separuh—atau seluruh—bebanmu pada bahuku, Eunha."

Bagaimana namanya menggeser julukan 'Kakak' dalam kosakata Adik menjentik bergantinya sudut pandang Eunha. Si gadis baru menyadari aliran waktu. Bocah lelaki berpedang kayu dalam penjagaannya—untuk pertama kali—tampak di matanya sebagai malaikat pelindung yang teguh hati.

Raja muda meneruskan pencarian besar-besaran terhadap kembar mata ungu tanpa mengetahui bahwa Eunha dan Adik telah memasuki wilayahnya. Pagi, mereka menyambung nyawa dalam penyamaran. Malam, mereka berkuda kembali ke kastel yang terabaikan, menyisir perpustakaan bawah tanah demi menemukan bagaimana mengenyahkan kutukan mereka. Tipuan demi tipuan dijalin untuk menyelamatkan diri; hanya pada satu sama lain, keduanya menyuguhkan kebenaran yang telanjang.

"Akhirnya! Ini dia, rahasia untuk melenyapkan kutukan kita!"

"Jangan keras-keras, Dik! Nanti ketahuan!"

"Eunha, kastel ini kan terpencil, jadi mana mungkin kita—"

Adik keliru besar. Si kembar dibekuk di rumah pertama mereka, menyebabkan pelarian selama ini seolah sia-sia saja. Kekuatan mereka tak dapat digunakan dalam lingkungan kering kerontang seperti dalam kastel. Bahkan ketika mereka digiring ke zona Monarki, baik Eunha dan Adik tidak merasakan adanya air di sekitar mereka; kemarau panjang rupanya punya kerugian dan keuntungan sendiri bagi Monarki. Raja muda memenjarakan 'penjahat-penjahat' itu sembari mempersiapkan alat pancung besar di pusat kota, memamerkan keberhasilannya untuk memusnahkan sumber malapetaka.

Di penjara, Adik meraih serpihan gelas yang tercecer dekat jeruji.

"Dik, apa yang kaulakukan?!"

Sisi telapak tangan Adik digores dalam, mengucurkan banyak darah.

"Eunha, satu-satunya cara untuk menghilangkan kutukan mata ungu ini adalah melalui percampuran darah 'penghancur' dan 'peniada'. Mereka yang pada masa lampau dibunuh Monarki adalah para 'penghancur', tetapi 'peniada' selalu ada untuk setiap 'penghancur'. Keberadaan mereka mungkin tidak terlacak karena kekuatan mereka tersamar. Nah, kaulah 'peniada' bagiku, Eunha, jadi darahku dan darahmu harus disatukan supaya kita menjadi manusia biasa."

Sekujur tubuh Eunha mendingin. Andai penerangan di sekitar keduanya cukup, Adik pasti dapat melihat betapa pucat kakak perempuannya.

"Sebentar saja. Bertahanlah, kau kan kakakku yang tangguh."

Berpegang pada lengan Adik menggunakan satu tangan, nyatanya Eunha masih mengerang pedih begitu telapaknya digores dalam. Adik cepat mengecup puncak kepala perempuan berambut sebahu di dekapnya.

"Sekarang, masukkan darahmu dalam mulut dan jangan ditelan sampai aku juga menelan."

Adik mencecap darahnya dan Eunha terpaksa meniru. Mendadak, bibir mungil Eunha dikunci oleh bibir Adik. Darah dalam mulut mereka teraduk lidah. Eunha meronta, memukul-mukul dada Adik hingga ia mendengar bunyi tegukan. Menangis, Eunha menelan pelan-pelan, seirama dengan naik-turunnya jakun Adik, dan mukjizat terjadi.

"Warna hazel memang lebih cocok untukmu."

Ketika akhirnya dapat bernapas leluasa, Eunha merangkul adiknya erat-erat. Pada serpihan gelas yang digunakan untuk menggores telapak, tidak terpantul lagi warna ungu dari sepasang matanya. Adik kemudian berusaha menyelamatkan mereka berdua dengan mengelabui penjaga, tetapi akhirnya kembali tertangkap.

"Lari, Eunha! Jangan khawatir, aku akan menemuimu kembali! Aku janji!"

Janji adalah pengikat si kembar selama ditepati, tetapi begitu menemukan Adik terbelenggu dengan pisau raksasa menggantung di atas kepala, ikatan tersebut pun putuslah. Kalbu Eunha remuk, berhamburan di bawah kaki-kaki penduduk kerajaan yang ingin menyaksikan biang bencana dipenggal. Sepasang manik cokelat si terdakwa sejenak beredar ke kerumunan. Hilanglah muramnya manakala bersitatap dengan Eunha. Bibir yang semalam membungkam Eunha itu bergerak membentuk serangkai aksara sunyi.

"Aku mencintaimu."

Langit menangis untuk Eunha, menyalahi kehendak musim. Kepala Adik berguling dari pancungan, tetapi dua bulatan ungu di balik helai-helai poni Eunha menyala menembus naungan mega.

Dengan membunuh Adik, Monarki menghukum Eunha tanpa mengetahui harga yang harus mereka bayar. []

---

tiga lagi broooo yehettt. ini adalah pairing yg jarak 2 ficnya paling jauh di series ini~ siapa ya si Adik?

gfriend comeback januari brg wjsn argh mengapa kalian tega menyiksa eonni dgn ketidakmampuan membeli album kalian TT.TT

Deep Slumber ✅Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang