k. (kepulan asap mie instan)

4.1K 484 24
                                    

Haechan sedang menaruh sendok dan garpu pada masing-masing mangkuk mie yang terdapat di hadapan nya.

Kini ia sedang berada di ruang makan yang terhubung langsung dengan dapur, suatu ingatan mulai kembali ketika melihat kepulan asap dari mie yang ia buat.

Ia mengingat di suatu malam yang dingin, ia sedang memasak mie untuk seseorang dan dirinya. Lalu, hembusan angin yang dingin memasuki dapur melalui jendela, membuat nya bergidik karena kedinginan.

Tak lama, seseorang memeluknya dari belakang, memberi kesan hangat tersendiri, hangat yang buka sekedar hangat, membuat senyum kecil terlukis di wajah Haechan.

"Bisa kah kau memelukku setiap kali aku kedinginan?" Tanya Haechan.

"Tentu saja, bahkan bukan hanya di saat kau kedinginan, disaat kau butuh pelukan untuk menenangkan mu, di saat kau butuh pelukan pada saat kau hancur, dan di saat kau membutuhkan pelukan di saat kau ketakutan, akan akan memelukmu selagi kau perlu," Mark menaruh kepalanya di leher Haechan, sehingga kata demi kata yang ia ucapkan dapat Haechan dengar dengan Jelas.

"Yak! Kenapa ingatan tentang si brengsek itu kembali!" Gerutu Haechan pada dirinya sendiri.

"Fokus Haechan! Dia sudah bertunangan dengan orang lain," ujar Haechan kepada mie buatan nya sendiri.

"Siapa bilang?" Mark berujar dari pojok ruangan, sedari tadi ia memperhatikan kekasih nya itu.

"Se-sejak k-kapan k-kau di sana?" Haechan terkejut dengan kedatangan Mark yang menurutnya sangat tiba-tiba.

"Sejak kau menghayal tadi, aku tahu kau ingat malam itu kan," Mark tersenyum nakal kepada Haechan.

"Jangan terlalu percaya diri! Aku tidak akan mengingat nya dan tidak mau! Lebih baik kau pergi sana, sebelum tunangan mu itu mendatangi ku lagi," Haechan berpaling dari mie yang ia buat ke lemari kulkas.

Dengan cepat Mark berlari dan menghadang Haechan dengan berdiri di depan kulkas.

"Aku tidak memiliki tunangan," ucap Mark.

"Minggir, aku sudah muak mendengar omongan kosong mu!" Haechan berusaha meraih gagang kulkas namun tangan nya di pegang oleh Mark.

"Dengarkan aku," ucap Mark yang memegang tangan Haechan.

"Yak! Lepaskan tangan ku!" Haechan memberontak.

"Akan ku lepaskan, tapi tolong dengar aku terlebih dahulu," ujar Mark menahan pegangan tangan nya.

Haechan hanya terdiam seketika, berusaha menahan tangis, dan mendongakkan kepalanya agar agar dapat melihat wajah Mark.

"Aku tahu kau sangat marah padaku karena Jaemin yang mengaku sebagai Tunangan ku kan?" Tanya Mark, pertanyaan nya kali ini sangatlah bodoh.

Haechan tak menjawab pertanyaan itu, hati nya mulai retak kembali sekarang.

"Dengar Chanie, jika kau ingat siapa itu Jaemin, kau akan mengerti bahwa yang ia katakan tidak lah benar, aku tidak mungkin bertunangan dengan nya," Mark buru-buru menjelaskan.

"Tidak mungkin? Lalu foto mu yang memberikan bunga kepada nya itu apa?" Haechan berusaha menahan tangis.

"Pada malam itu aku membelikan bunga untuk mu, pada saat aku selesai membeli bunga nya, Jaemin menelfon ku, berkata bahwa kau ada di rumah nya, dan kau bilang bahwa kau ingin ku jemput, tanpa berfikir aku pergi ke rumah nya, dan yang ku dapatkan hanyalah dia di sana, ia berusaha merampas bunga yang ku belikan untuk mu, sehingga di foto itu terlihat seolah-olah aku yang sedang memberikan bunga kepada nya, aku hanya berada pada waktu yang salah," ujar panjang Mark langsung di sambut tangisan keras oleh Haechan.

"Aku tidak tahu kau berkata jujur atau tidak, namun entah mengapa, diri ku berkata aku harus percaya kepadamu," ucap Haechan di sela sela tangisan nya.

Tanpa ragu Mark memeluk Haechan, mengelus punggung kepala nya dengan lembut, dan sesekali menenangkan kekasihnya itu.

"Aku benci padamu Mark!" Haechan memukul pelan dada Mark.

"Kau boleh benci aku sekarang, tapi untuk nanti, pastikan rasa benci mu itu sudah terganti oleh rasa sayang mu padaku," Mark berucap sembari tersenyum.

Haechan melepaskan pelukan Mark, dan mundur satu langkah, lalu menatap wajah Mark.

"Kau tahu? Sepanjang hari aku hanya memikirkan mu!" Ujar Haechan yang mata nya masih basah sehabis menangis tadi.

"Berhentilah menangis," Mark mengusap kedua pipi Haechan.

"Siapa bilang aku menangis?" Haechan menatap tajam Mark.

"Chanie, berhentilah memikirkan ku, biar aku saja yang terus memikirkan mu," ucap Mark.

"Markie, berhentilah membuat perasaan ku bercampur aduk," balas Haechan.

Mark terkejut nama panggilan nya kembali terdengar dari mulut Haechan, sudah tak tahan, kini Mark mencium bibir manis milik Haechan.

Haechan yang di cium hanya terkejut dan terdiam beberapa saat, sebelum tangan Mark memegang pinggang nya.

"Tutup mata mu," ujar Jisung pada Chenle.

"Aku tak menyangka mereka akan balikan," ujar Chenle sembari menutup mata nya.

"Mereka tidak pernah putus Zhong Chenle," tukas Jisung yang asik menonton adegan panas Mark dan Haechan.

"Yak! Jisungie, bukan kah aku dan kau memiliki umur yang sama? Mengapa kau tidak menutup mata mu juga?" Tanya Chenle polos.

"Aku sedang mempelajari nya, agar nanti aku bisa mengajari mu juga, jadi kau tutup mata saja, tunggu saat di mana aku yang mengajari mu nanti," ucapan Jisung ini hanya di balas anggukan oleh sang kekasih.

To Be Continued....

***

Hai para pembaca ku yang ku sayangi :'D

Maaf tidak pernah menyapa kalian :'D

Aku hanya ingin bilang......

Terimakasih untuk setia dengan cerita tidak jelas ku ini :'D

Terimakasih juga yang sudah vote cerita ini, jejak dari kalian membuat aku makin semangat nulis cerita ini loh :'D

Maaf jika banyak typo di cerita ini ya kawand :'D

Dan terakhir yang aku ingin sampaikan, aku akan segera mengakhiri cerita ini, mungkin 3/4 part lagi bakalan end :'D

Itu saja yang ingin author sampaikan, kurang lebih nya mohon di maafkan.

sekian dan terimakasih :"D

What About Us? // MarkHyuck [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang