6. Memori

53 0 0
                                    

Perjalanan ke tempat reuni terasa lama. Imah tak sabar ingin segera tiba di tujuan agar bisa cepat pergi dari hujan kenangan masa lalu yang membuatnya ingin menangis. Namun tentu saja dia tidak akan mengorbankan riasan 4 jamnya demi seorang Pendi. Bukan karena dia masih ada rasa, yang membuatnya ingin menangis adalah karena Pendi sudah membuatnya mati rasa pada yang namanya c i n t a.

Bukan satu-dua pria yang sudah mendekatinya, akan tetapi trauma itu masih terasa. Hinaan & caci maki istri Pendi masih bisa didengarnya dengan jelas seolah baru kemarin terjadi. Maka Imah menolak semua kumbang2 itu, dengan alasan ingin fokus pada karirnya.

Imah merasa motor yang ditumpanginya berjalan pelan. Terlalu pelan. Dia mengintip dasbor, 30km/jam? "Kapan sampainya nih kalau jalannya seperti siput?" Ujarnya ketus. Pendi berdehem.
.
"Apa kabar Mah?"
"Ya seperti yang kamu lihat saja." Imah malas menanggapi.
"Kamu sudah nikah?"
"Kenapa tanya2?"
"Cuma mau kasih tahu, aku sekarang duda."
Imah melotot. What?!
"Pernah dengar kata 'bodo amat' gak?"
"Kamu kejam banget Mah." Suara Pendi terdengar sendu. Imah mendengus & membuang muka. Rasanya ingin loncat saja dari motor ini. Tapi rugilah! Kalau jatuh kan dia sendiri yang merasa sakit.
.
"Dengar ya Pendi," Imah ambil ancang2 untuk ceramah dua babak. Pendi terlihat kaget dipanggil nama oleh Imah, karena dulu mereka saling panggil 'kesayanganku.' "Kita ini judulnya MASA LALU. Jadi jangan ungkit, bahas, apalagi ngarep. Aku sih NO!" Pendi langsung tancap gas membuat Imah hampir jatuh. "GAPLOK!" Dengan kekuatan bulan tas tangan Imah melayang ke helm Pendi. "Aw!" Anggap saja impas, Imah tersenyum sinis.

Untunglah tak lama mereka tiba di cafe tempatnya akan reuni. Tanpa basa-basi Imah turun dari motor & melenggang tanpa membayar, meninggalkan Pendi yang masih menatapnya nanar. Anggap saja kompensasi sakit hati. Bye masa lalu! I don't care for you anymore! Gitulah kira2 dialog di film yang ditonton abege semalam.

Di dalam cafe sudah menunggu Ijah. Mereka langsung jejeritan & berpelukan. Pendi pun segera terlupakan.

...bersambung

Babu-Babu MetropolitanTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang