Awal dari segala Hal

85 9 7
                                    

3 tahun sebelumnya .....

Allah Akbar Allah Akbar
Allah Akbar Allah Akbar

Adzan subuh telah terkumandang di Masjid menandakan Waktu salat Subuh telah masuk. Suara Muadzin menepis udara dingin pagi, memanggil para Hamba Allah untuk sembahyang menghadap kepada Sang Khaliq.

Perpaduan antara Kelantangan dan Kemerduan bisa menjadi irama yang menakjubkan. Hal yang menakjubkan itu hanya untuk membangkitkan setiap jiwa yang terbaring lemah di dalam dunia mimpi dan melangkahkan kakinya menuju Taman Syurga Dunia yang dimiliki oleh Allah Swt.

"Al... Bangun nakk!!! Udah Adzan Subuh. Siap-siap gih Salat Subuh di Masjid!!!" Panggil Ibunya Al.

"Hmm..."Jawab Al yang masih saja belum mencari jiwanya dan lebih memilih tinggal di dimensi Mimpi. Selimut hangat mampu membuatnya terlindungi dari dinginnya malam yang menusuk. Itulah yang menambah iya sulit menemukan Jiwanya.

"Bu..., Al mana? Ini udah adzan loh..." Tanya Ayahnya Al.

Ayahnya yang sudah lebih dahulu mempersiapkan diri jauh sebelum Adzan terkumandang. Peci Khas hitam yang dihiasi lukisan batik emas terpasang sudah di kepala. Baju Putih suci dengan motif Bunga. Dan Sarung hitam dengan model kotak-kotak adalah setelan yang biasa digunakan menuju Masjid.

"Nggak tahu nih, yah. Al dari dulu kan susah di kasih bangun salat Subuh."

"Hadeuh ini anak...."

"Ee... bentar Ibu bangunin dulu."

"Ya udah, cepet ya bu. sebentar lagi udah mau qomad nih."

Ibunya pun naik kelantai dua, tempat dimana kamar tidur Al berada. Didepan kamar Al, Ibunya pun mengetuk pinty kamar.

Tok tok tok tok tok

"Al... bangun nakk!!! Ayah udah nunggu dibawah tuhh. Cepet." Suruh Ibu

"Ckkk... Ibu ganggu aku ajaa... Masih ngantuk bu. Nanti aja lah..." Jawab Al dengan nada sedikit agak kesal.

"Nak, Salat itu kewajiban. Apalagi ini subuh, hukumannya 20 tahun loh di neraka. Dan waktu hukumannya bukan menggunakan waktu dunia, tetapi waktu Akhirat. 1 Hari disana itu paling minimal 1000 Tahun dunia. Mau di hukum gitu?" Jelas Ibunya.

Mendengar ancaman itu, Al pun secara terpaksa bangkit dari ranjangnya.

"Ckk... Ibuu. Ganggu orang tidur aja. Iya iya bentar. Aku cuci muka dulu sama ambil wudhu." Jawab Alvando

Selepas membasuh tubuh dengan air wudhu dan memakai peci hitam polos dan sarung biasa, Alvando pun turun dari kamarnya, lalu disambut ayahnya yang telah menunggunya dari tadi.

"Hadeuhh..., ini anak. Masa anak ayah dah besar masih aja susah di kasih bangun salat..." Tutur ayahnya sambil menghela nafas

"Hmm..., udah ayok yah kemasjid." Jawab Al yang masih kesulitan membuka kelopak matanya.

"Yaudah, Ayok nak! Bu, Kami pergi dulu ke masjid. Assalamu'alaikum..."

"Iya hati-hati ya, Wa'alaikumsalam..."

Berhubung dekatnya masjid, mereka berdua pun memilih berjalan kaki. Ya seperti ayah dan anak, mereka suka berolahraga pagi dengan cara jalan kaki.

Sampai di Rumah Allah, Qomad pun terdengar lantang tanda salat subuh segera dimulai. Al dan Ayahnya pun mengambil posisi diantara shaf yang ada. Ibadah kepada Allah pun dimulai

***
Selesai sudah Ibadah mereka di Masjid An-Nur. Mereka pun pulang dengan hati damai nan segar. Seakan mereka sudah diangkat dosanya dan disucikan Hatinya oleh Allah Swt.

"Al, gimana? Enak kan salat subuh Jama'ah di masjid." Tanya ayahnya...

"Yaaa..., lumayan lah, yah. Tau-tau menghirup udara sejuk pagi, dan tambah olahraga juga lah."

"Nah gitu dong. Itu baru anak ayah. Hari ini kamu udah masuk sekolah lagi ya. Tapi kamu sekarang naik kejenjang yang lebih tinggi. Yaitu SMA. kamu tambah besar sekarang nak."

"Ya gitu lah yah."

"Kamu jangan nakal nanti di sekolahnya. Hormati senior kamu dan jadi anak yang pinter."

"Iya yah. Iya."

Perbincangan hangat mereka berdua, belum lagi suasana yang begitu menyejukkan, membuat setiap detik yang dirasakan Al pada saat itu begitu membahagiakan. Bersama Ayahnya, Al belajar banyak hal. Terutama, tentang kehidupan.

"Yah. Aku boleh nanya?"

"Ya tentu saja."

"Seperti ayah ketahui aku sekarang masih belum tahu apa keinginanku tetap hidup, maksudnya Tujuanku hidup belum ada sama sekali. Apa yang harus aku lakukan ? Aku cuman anak ayah yang lemah dan selalu mudah menyerah."

"Kamu lihat gih bintang itu... Dulu Mereka kecil, tak bernilai, cahayanya sangat kecil, dan bahkan hampir menyerah akan bulan yang sinarnya lebih besar darinya. Namun, dia percaya, yang tebaik disimpan untuk terakhir. Dia terus bersabar dan terus bersabar. Dan sekarang, Bintang lah yang menutupi gelapnya langit."

"Jadi, Al. Kamu mungkin belum mengetahui apa keinginan mu. Tapi In syaa Allah, suatu hari nanti, kau akan menemukan jati diri mu. Menjadi seorang Bintang yang akan bersinar terang untuk menemani seorang Langit yang tepat untuk kau berlabuh."

Hati Al tersentuh mendengar nasihat ayahnya itu. Dalam pagi sejuk itu iya bertekad, bisa menjadi Bintang untuk seseorang yang iya bisa jadikan sebagai Langit, Tempat ia berlabuh.

In syaa Allah. Bantu hamba mu ini Ya Rabb... gumam Alvando dalam hatinya.

"Ee.... Mau liat Matahari terbit gak yah? Deket kok dari sini." Tanya Al

"Oh boleh. Hayok atuh keburu terlambat."

"Okey, let's goo!!!!"

***

Bintang Dan LangitTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang