7

61 7 0
                                    

Sha

Sebelum tidur malam ini aku bertelponan dengan sepupuku. Berbagi cerita dengannya merupakan kebiasaan kami. Tertawa dengan hal receh juga merupakan bagian dari kebiasaan kami.

"Sha, lo kapan pulang sih? Pokoknya sebelum gue tunangan lo harus pulang loh" ucapnya dengan cerewet

"masih lama kali. Gue kan disini setahun. Lo minta hadiah apa sih sama gue pas lo tunangan?" tanyaku dengan manis

"bawa cowok pas tunangan gue dong. Betapa bangganya nanti gue sama lo, Sha" ucapnya dengan heboh

"hayal lo, Wi" ucapku singkat pada Dewi

"realistis kali. Lo udah waktunya nikah cari dong pangeran berkuda lo"

"pangeran berkuda lagi. Sekarang kan banyak mobil, gak musim pake kuda tuh" ucapku. Receh memang tapi kami berdua tertawa dan kulirik Dila sepertinya dia tidak terganggu dalam tidurnya

"gue udah ngode ke lo, Sha. Lo udah buka paket gue belum sih? Udah lo pake kan?" tanyanya beruntut dan good. Aku lupa dengan paket itu

"hehe. Belum, Wi. Gue lupa banget. Sumpah. Tapi paketnya udah gue terima kok" sesalku

"ah, Sha. Lo dibeliin barang mahal – mahal khusus buat lo juga pake acara lupa unboxing segala" ucap Dewi merengek dan aku merasa berslaah

"so sorry, Wi. Ini deh gue buka"

"yaudah lo buka dulu. Gue balik kerja dulu yah. Assalamualaikum"

"waalaikumsalam"

Aku menutup telpon kami dan mencari paket yang masih dibungkus rapi tersebut. Aku membuka lemari dan kutemukan paket tersebut.

Aku membawanya ke kasur dan membukanya perlahan. Setelah kubuka aku terkejut ternyata terdapat jam tangan yang sangat mewah dan elegant bagiku berwarna hitam dengan merek Daniel Wellington. Secara keseluruhan aku menyukai jam tangan ini tapi ada satu kekurangan. Jam tangan ini edisi couple watches cocoknya dipake oleh mereka yang mempunyai kekasih atau mereka yang sudah menikah tapi kan saat ini aku masih single. Huft, kenapa juga Dewi memberikan jam tangan yang mewah tapi harus couple watches. Aku takut ini akan mubazir.

Daripada aku pusing, aku memilih untuk mengatur jam tangan tersebut menjadi waktu Beirut saat ini agar besok saat akan digunakan jam tangan ini sudah siap.

***

Aku membuka agendaku sebelum bekerja hari ini. Hal tersebut sudah menjadi kebiasaanku sejak bekerja menjadi jurnalis. Jujur saja aku bukan tipe orang yang pintar ngomong di depan public atau orang banyak. Terkadang untuk berbicara pun aku takut salah untuk menyampaikan. Jadi untuk meminimalisir kesalahan aku selalu menulis di agendaku tentang apa yang nanti akan kusampaikan.

Untuk liputan sendiri, aku harus merasa seperti berbicara sendiri agar tidak grogi atau 'demam' mendadak saat liputan. Jujur saja sampai saat ini aku belum pernah melihat diriku sendiri saat liputan.

"your morning coffee" Agus memberikanku segelas kopi sembari aku membaca agendaku

"lo diem mulu" ucap Agus dan aku terkekeh

"grogi gue mau liputan"

"itu mah kerjaan lo, Sha. Udah bertahun – tahun masa lo grogi?"

"gue malu dlihat banyak orang" Agus terkekeh mendengar ucapanku

Akhirnya aku meikmati kopiku dan Agus membaca agendaku. Hari ini tidak sepadat biasanya. Syukurlah.

"Gus menurut lo gue ini gimana?" kata – kata itu terlontar begitu saja dari mulutku

The Expected FaithTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang