5

64 8 0
                                    

Sha

Aku berkunjung ke rumah Madam Alida kali ini sendirian. Kebetulan ada waktu kosong karena sudah lama aku tidak mengunjunginya. Aku rindu dengan beliau.

"Mengapa Yudha tidak pernah kesini, Sha?" tanya Madam Alida disela – sela kami menata kue kering untuk ditaruh di toples – toples berukuran mini

Aku menghela nafas berusaha rileks dan tenang seperti tidak terjadi sesuatu apapun.

"wah saya kurang tahu, Madam. Mungkin Mas Yudha sibuk"

"tanyakan dia, Sha. Mengapa tidak pernah berkunjung kesini"

"wah gak berani, madam" ups, aku keceplosan

"kenapa? Yudha berbuat sesuatu kepadamu?" tanyanya panic dan aku menggelengkan kepala

"enggak kok, Madam. Nothing bad thing happen. Don't worry" ucapku sambil tersenyum agar Madam Alida bisa tenang

"Sha. Kamu berbohong. Saya bisa lihat dari matamu. Sesuatu terjadi. Apa itu menyakitimu?" tanyanya lembut sembari menyelesaikan pekerjaannya dan menatapku

"hmm. Mas Yudha tidak mungkin mencintaiku, Madam" ucapku datar. Air mataku sudah habis dan sepertinya aku sudah kebal

"what are you talking about girl?" tanya Madam Alida bingung

"aku mendengarnya sendiri, Madam. That's okey. I'm fine, Madam" aku berusaha setenang mungkin sambil menaruh toples mini tersebut ke keranjang

Madam Alida menghela nafas dan berjalan ke ruang TV atau bisa juga disebut ruang keluarga yang terhubung dengan dapur dan aku mengikuti beliau.

"Sha kamu tahu sendiri bukan kalau Yudha baru saja putus. Mungkin dia berbicara seperti itu karena dia masih dibayangi oleh mantan kekasihnya"

"tapi saya juga bukan yang tebaik buat Mas Yudha, Madam" aku menunduk membayangkan betapa cantiknya mantan Mas Yudha

"kenapa berbicara seperti itu?"

"saya hanya perempuan biasa dibanding mantan kekasih Mas Yudha yang sangat sempurna itu. Saya hanya jurnalis, Madam yang hanya mengikuti arus sedangkan mantan kekasih Mas Yudha sangat berjasa untuk manusia. Dia dokter, cantik pula. Pantas saja Mas Yudha sulit melupakannya" aku berbicara sambil menunduk

"kamu berjasa, Sha. Tanpa jurnalis, dunia tidak akan berkembang. Kamu berpengaruh tidak hanya bagi sebagian kecil orang tapi kamu berpengaruh bagi orang banyak di dunia ini. Tanpa berita yang kamu kejar maka dunia hampa, Sha. Dan jangan pernah rendahkan dirimu sendiri, Sha. You're worth more than diamond "

Aku meresapi kata – kata Madam Alida yang merupakan energy positif untukku.

***

"why don't you stay? Ajak temanmu juga agar ramai" ucap Madam Alida saat aku akan berpamitan pulang.

"maaf, Madam aku tidak bisa. Aku belum ijin rekan yang lainnya" tolakku halus

"kau bisa pulang nanti saja kan, Sha?"

"maaf, Madam aku tidak bisa. The rule can not be broke" tolakku yang kesekian kali. Aturan yang harus kupatuhi pula jika tidak ingin mendapatkan sanksi.

Madam Alida membawakanku berbagai kue kering yang kami buat tadi sebelum aku meluncur ke markas. Jarak rumah Madam Alida dengan markas tidak begitu jauh. Ditempuh dengan jalan kaki pun sudah sampai dan pastinya daerah tersebut aman karena terdapat penjagaan yang ketat.

"Sha....." mbak Feni meneriakiku dari jauh sebelum aku masuk ke kamarku

"ada apa mbak?"

"ya ampun, Sha. Kamu ditunggu sama yang lainnya. Dari tadi aku hubungin juga gak bisa" omel Mbak Feni dengan hebohnya

The Expected FaithTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang