10

74 8 3
                                    


Sha

Kira – kira ini sudah berapa lama aku menghindar dari Mas Yudha? Seminggu, dua minggu, tiga minggu? Sepertinya lebih deh. Tapi aku masih saja suka nangis – nangis.

Ketika bertemu tidak ada yang bertegur sapa diantara kami. Aku diam dan dia diam. Pernah sesekali kami saling melihat satu sama lain tapi aku selalu menghindar. Belum siap rasanya menerima ini semua.

Tentu saja orang pertama yang mengetahui ini adalah Dila lalu Agus. Syukurlah, mereka mengerti dan terus menghiburku. Nangis – nangis sejak pertama kali penolakan Mas Yudha kepadaku juga bersama Dila waktu itu di dalam kamar kami.

Kali ini kami sedang berada di luar. Sengaja memang hangout hanya bertiga sedangkan team WWN yang lain mempunyai agenda sendiri untuk menghabiskan day off mereka. Ada yang belanja, berburu foto tapi kebanyakan sih belanja untuk oleh – oleh. Aku belanja untuk oleh – oleh mungkin mendekati mau balik ke Indonesia saja toh di Beirut juga masih lama.

"Sha, Dil. Menurut lo ini bagus gak?" tanya Agus saat membuka e- commerce di ponselnya.

"lo beli make up?" tanyaku saat melihat eyeshadow pallete, bb cushion, dan lip matte di ponsel Agus

"buat aku kan?" tanya Dila

"enak aja lo, Dil. Ini buat cewe gue. Ya kali gue pake make up"

"bagus yang mana sih? Gue bingung. Warnanya mirip – mirip semua gini" lanjut Agus meminta pendapat kami

"tapi beda lah, Gus meskipun mirip – mirip. Tergantung orangnya juga sih" ucapku mengambil alih ponsel Agus dan melihat lip matte pilihannya.

Agus yang cowok saja sangking cinta banget sama pasangannya rela kebingungan beliin make up. Andai cowok kayak Agus ini stocknya banyak. Gak akan ada wanita yang kayak aku yang harus ngerasain patah hati sebelum menjalin hubungan.

Aku dan Dila pun akhirnya membantu Agus memilihkan make up yang pas dengan ceweknya si Agus. Aku pernah bertemu dengan ceweknya Agus. Mereka sangat serasi dan saling memahami. Udah kelihatan aura hubungan mereka. Pasti awet deh.

"Helo. Mbak Sha?"

"Sharmila"

Aku tersadar akhirnya saat mereka berdua bergantian memanggilku. Ya Tuhan aku sering banget ngelamun sih.

"mbak, broken heart won't be easy" ucap Dila sambil memegang pundakku. Sepertinya dia tahu arah pikiranku

"gue jadiin lo yang kedua yah, Sha biar bisa lupa sama Kapten Yudha" ucap Agus blak – blakan dan tak lama dia mendapat jitakan dariku

"enak aja lo. Ogah gue jadi pelakor cewek lo. Ya kali lo kayak Nicholas Young, gak rugi – rugi amat gue jadi pelakor cewek lo" cerocosku dan Agus tertawa

"gue lagi proses kayak Nicholas Young, Sha. Gue beliin pulau mah kalau lo mau jadi bini kedua gue" ucapnya dan aku memukul lengannya tak sabaran

"Dila sekalian jadi yang ketiga. Boleh banget" ucapnya seenaknya

"enak aja lo, Mas. Gue yang rugi" ucap Dila dan ikut bergabung memukul Agus

Sebelum matahari tenggelam, kami habiskan untuk hangout sepuasnya, bercanda gurau dan seperti biasalah aku dan Dila berfoto ria disekitar kota Beirut untuk kami abadikan baik di social media atau bahkan disimpan sendiri dan tentu saja terdapat fotografer handal dibalik itu semua yaitu Agus dong.

Setidaknya teman –temanku yang super pengertian dari hati ke hati ini mengerti sekali keadaanku dan berusaha menghiburku meskipun aku tak akan bisa lupa kalau Mas Yudha tidak akan bisa mencintaiku.

The Expected FaithTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang