9

1.3K 198 19
                                    

Sena paling tidak suka ketika Yoongi menyetir dalam kondisi marah. Pria itu seolah menganggap bahwa di dalam mobil itu hanya ada dia seorang begitu juga jalanan yang dilalui adalah milik nenek moyangnya sendiri. Sena memang menyukai permainan racer tapi bukan berarti dia suka berada di dalam mobil yang melaju dengan kecepatan di atas 100 km/jam! Sena hampir mengalami hyperventilasi ketika mobil yang mereka tumpangi nyaris menabrak mobil lain.

"HENTIKAN MOBILNYA SEKARANG JUGA, YOONGI!!"

"Yoongi?!"

"AISH! CEPAT HENTIKAN!"

"KAU JUGA SEKARANG MENGANGGAPKU REMEH, HAH?!"

Rasa-rasanya Sena ingin bunuh diri saja di sana. Ini bukan waktu yang tepat untuk berdebat tapi Yoongi malah....

CKIIIT!

Yoongi menghentikan mobil secara tiba-tiba yang bisa saja membuat Sena terlempar keluar andai sabuk pengaman tidak melilit tubuhnya. Gadis itu mengatur napasnya sejenak, lantas menoleh pada Yoongi dengan marah.

"Kau ini kenapa sih?! Kau nyaris saja membuat kita berdua mati, tahu tidak?!"

"Kau juga menganggapku remeh, sekarang?"

Sena merotasikan bola matanya jengah. "Karena Taehyung, huh? Kalau kau marah pada Taehyung, jangan ajak aku untuk mati bersamamu! Lampiaskan emosimu pada yang lain! Jangan bermain-main dengan nyawa! Kenapa kau egois sekali, hah?!"

"Egois katamu?!"

"Kalau bukan egois lalu apa?! Kau bahkan tidak berusaha memahami dari sudut pandang Taehyung lalu melampiaskan amarahmu dengan mengajakku menantang maut, kalau itu bukan egois, lalu apa namanya?! Andaikata tadi terjadi tabrakan, kau tidak hanya merenggang nyawa kita berdua, tapi juga ini, di dalam perut ini, kau akan membunuh tiga orang sekaligus, Yoongi. Aku kecewa padamu."

"Mwo? Apa maksud—Sena! Yaa! Eodiga?!"

Tanpa memedulikan panggilan Yoongi, Sena buru-buru keluar dari mobil dan berlari menjauh. Namun pergerakannya tidak lebih cepat dari Yoongi. Dalam sekejap ia sudah direngkuh oleh sepasang lengan kokoh dari belakang.

"Lepaskan aku."

"Tidak sampai kau menjelaskan padaku apa maksudmu...."

"Apa kau bahkan peduli, huh? Kau bahkan nyaris membunuhnya."

"Jadi kau hamil? Sejak kapan, Sena? Kenapa kau tidak memberitahuku?"

"Kalau saja benar-benar terjadi tabrakan malam ini, kau mungkin tidak akan pernah tahu, Yoongi."

Pelukan Yoongi makin erat. "Mianhae."

"Aku berniat memberitahumu malam ini tapi—"

"Sssh, jangan dilanjutkan. Sekali lagi maafkan aku. Tidak akan kuulangi lagi, janji."

Sena memejamkan matanya sejenak. "Bisakah kau lepaskan aku? Beri aku waktu sendiri."

Yoongi menggeleng cepat. "Kau tidak boleh pergi ke mana-mana."

"Yoongi...."

"Sekali tidak, tetap tidak, Sena. Bagaimana jika terjadi apa-apa pada kau dan kandunganmu, hm?"

"Saat ini aku justru lebih takut padamu. Please, sekali ini saja. Aku mohon Yoongi...."

Yoongi membalik tubuh Sena supaya menghadap padanya. Perasaannya terluka melihat gadisnya yang tampak pucat itu menangis. Diusapnya lembut rambut Sena, lalu beralih ke pipi dan berakhir di bibir. Ia sungguh menyesal telah melampiaskan amarahnya pada seorang gadis yang tengah mengandung anaknya. Kini dia akui, bahwa dirinya memang egois.

"Besok. Kau bebas menggunakan waktu seharian besok untuk menjauh dariku, Sena. Tapi tidak malam ini. Aku tidak ingin membahayakan keselamatan kalian lagi. Sekarang kita pulang ke rumah, hm? Kau harus istirahat...."

Sena hanya mengangguk lemah sebagai jawaban. Dia bahkan tidak menolak ketika Yoongi mencium bibir dan tanda kepemilikan di lehernya.

Malam itu, Yoongi bermimpi buruk sehingga menyebabkan ia tidak bisa tidur hingga fajar menyapa. Ironisnya, apa yang ada di dalam mimpinya itu benar-benar terjadi dalam kurun waktu kurang dari 24 jam.

Sorry, MateTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang