in between

17 3 0
                                    

Setelah Haden pergi, July datang dan membuat Riva memutuskan untuk mengecek jadwal pengantaran pesanan dari dalam ruangannya. Besok dia harus mengantarkan 150 cupcakes pesanan ibu Effie yang merupakan pelanggan setianya. Ibu Effie selalu memesan 150 cupcakes setiap bulannya untuk dibagikan kepada anak-anak jalanan disekitar kompleks perumahannya. Hal sederhana yang sangat dihargai Riva.

Karna baru membuat setengah dari pesanannya. Riva memutuskan untuk kembali ke dapur dan menyelesaikan tanggung jawabnya. Tidak lama kemudian Alexa datang bukan tanpa sengaja tapi memang Riva yang memintanya datang.

"Ada apaan nih? Tumben banget lo gangguin gue kerja." kata Alexa begitu memasukki zona nyaman Riva.

"Emang kerjaan kamu lagi banyak?"

"Gak juga sih tapi gue dapet project yang kliennya bawel kek bayi brewokan syukur ganteng kalo enggak udah gue tendang. Nyebelin abis."

Riva tertawa menanggapi celotehan Alexa "Ganteng dikit aja langsung lemah kamu."

Alexa mengambil setoples choco cookies "Jadi ada apa?"

"Ketidakmungkinan yang aku bilang ke kamu itu beneran jadi mungkin."

"Apaan nih maksudnya beb?"

"Tadi Hillary kesini."

"Trus?"

"Bareng Haden."

Uhuk uhuk uhuk spontas Alexa tersedak choco chip "lo gak lagi ngayal babu kan Riv?"

Riva mengambil segelas air putih untuk alexa "Ih aku serius Lex. Kamu sendiri kan yang waktu itu bilang kalo gak ada yang gak mungkin."

Sambil nyengir kuda Alexa berkata "Ya waktu itu gue ngasal aja sih sebenarnya. Trus gimana?"

"Dia nanyai kabarku duluan. Well dia masih haden yang sama tapi penampilannya udah lebih dewasa postur tubuhnya masih sama cuma lebih kekar aja."

"Seksi abis dong. Secara dia kan tinggi semampai kalo sekarang ditambah otot-otot kekar gitu duh emang lo bisa tahan Riv?"

"Kamu pikir aku itu kamu?"

Kali ini Alexa yang tertawa "polos banget sih sahabat gue ini. Jangankan dicium Haden kayaknya dipeluk doang lo udah gemeteran."

"Dipeluk apanya sih Lex? Belasan tahun aku kenal Haden sentuhan dia ke aku itu cuma sebatas tepuk-tepuk pala doang."

"Eits jangan lupa rangkulan tiap kali lo hampir keserempet motor karna lo kalo jalan kan berasa jalan raya itu punya nenek lo syukur banget lo sering pulang bareng Haden kalo enggak, gue gak tau lagi seberapa sering lo ijin sakit."

Riva terkekeh mendengar penuturan Alexa. Dia memang seceroboh itu dan memang selalu Haden yang ada saat kecerobohannya kambuh.

"Tapi Lex. Si Devan gimana?"

"Gimana apanya?"

"Lo masih suka sama haden kan? Trus si devan gimana? Lo bilang mau belajar buka hati untuk dia kan?"

"Iya aku emang mau belajar nerima Devan tapi bukan berarti perasaanku ke Haden langsung berubah gitu aja kan Lex. Bukan perkara mudah untuk aku bisa lupain Haden apalagi setelah dia muncul hari ini. Aku bingung harus gimana, itu tujuan awal aku minta kamu kesini."

Mengambil beberapa waktu untuk berpikir akhirnya Alexa merespon "untuk sekarang mending lo jalanin aja apa yang ada. Belum tentu juga lo bakalan ketemu Haden lagi kan. Tapi kalo seandainya kalian dipertemukan lagi kedepannya. Menurut perasaan lo aja kuatnya ke siapa? Kalo tetap sama Haden di sini lo harus bisa tegas ke Devan biar dia juga gak ngerasa seolah dimainin sama elo."

Saran sahabatnya itu disimak dengan baik oleh Riva "makasih ya Lex. Karena selalu jadi sahabat yang paling bisa kuandalkan."

"Nevermind. Tapi setoples ini gue takeaway aja ya. Nagih soalnya."

Sambil tertawa Riva berkata "sesukamu aja Lex."

Mereka lalu berjalan keluar untuk melihat keadaan toko. Ada sekelompok remaja yang sedang duduk bersama sambil ngemil dan sepertinya sedang membicarakan tugas sekolah.

"Mbak Riv tadi mas devan mampir." kata Juli

"Oh ya? Kok gak nyamperin aku?"

"Mungkin karena tau mbak lagi ngobrol sama mbak Alexa jadi dia langsung cabut."

"Oh ya udah. Makasih Jul udah ngasih tau."

"Si Devan denger obrolan kita gak ya?" Tanya Alexa.

"Gak tau sih. Tapi kalo dia denger menurut kamu gimana?"

"Ya palingan doi maklum sih sama kegalauan lo ini. Udah nyantai aja, si Devan naknya baek kok."

Tak lama kemudian Alexa pun pamit untuk kembali ke dunia kerjanya yang jauh lebih sibuk dibandingkan Riva.

***

Matahari telah terbenam sejak 2 jam yang lalu. Riva sedang membereskan tumpukan kertas resep dimeja kerjanya. Pintunya diketuk.

"Masuk."

"Hai, lagi beberes?" Suara Devan.

"Hai. Iya nih kan mau pergi sama kamu."

Kekehan Devan pun terdengar.

"Kamu tadi mampir ya? Kok gak nyamperin?"

"Gak enak gangguin cewek curhat."

Riva melihat kearah Devan dengan tatapan bertanya "Emang kamu denger curhatanku ke Alex?"

Devan tersenyum "gak kok. Itukan privasi kamu."

Riva merespon dengan senyuman...lega?

"Udah siap? Jalan sekarang?"

"Ayo."

Mereka pun berjalan bersama keluar dari ruang kerja Riva "Jul..jam 9 close aja ya. Biar gak kemalaman kamu pulangnya."

"Siap mbak."

"Duluan ya Jul." pamit devan.

Mereka berjalan menuju mobil Devan. Setelah itu mereka pergi meninggalkan RB.

Lagu dari Taylor Swift yang berjudul better than revenge mengalun menemani perjalanan mereka.

Sejak awal perjalanan itu, Riva selalu ingin mengatakan kepada Devan bahwa tadi dia bertemu kembali dengan Haden. Ya, Devan tau mengenai Haden dari cerita Alexa. Setelah menarik napas panjang Riva memutuskan untuk mengatakannya.

"Dev."

Devan mengalihkan pandangannya sejenak sebelum kembali melihat jalan dan tersenyum "kenapa?"

"Tadi aku ketemu Haden."

Riva dapat melihat senyum yang menghilang dari wajah Devan setelah dia berkata tentang pertemuannya dengan Haden. Tapi hanya beberapa detik senyum diwajah dokter muda itu muncul lagi.

"Are you happy?"

Mendengar pertanyaan itu, Riva bingung harus menjawab apa. Ini bagian yang paling Riva benci ketika seseorang menyukainya, saat dia tidak bisa melakukan hal yang sama. Menyakiti orang yang tidak dia kenal saja berat untuk Riva lakukan apalagi menyakiti orang yang peduli dan menyayanginya. Jadi Riva memilih diam tanpa jawaban apapun.

"Kamu tau kan, aku selalu suka mendengar hal-hal yang buat kamu bahagia. Tapi untuk yang satu ini kita skip aja ya. Gak papa kan?"

Riva mengerti. Cerita tentang Haden bisa nyakitin perasaannya. Riva mengerti. Dengan senyum merekah Riva menikmati perjalanan mereka masih dengan lagu Taylor Swift. Devan tau bahwa riva sangat menyukai musik Taylor Swift untuk itu setiap Riva berada di kursi penumpang mobilnya lagu Taylor lah yang selalu dimainkan.

She should keep in mind
She should keep in mind
There is nothing i do better than revenge.

Seperti itulah penggalan baik lagu Taylor yang disenandungkan oleh Riva. Devan yang melihat itu hanya tersenyum saja.

PARADOXTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang