Bitter caffe sweet girl

14 2 0
                                    

Orang-orang mungkin banyak yang membenci hujan di pagi hari tapi Riva malah sangat menyukainya. Rasanya pagi jadi lebih sejuk. Pagi ini Devan tidak menjemputnya dokter muda itu membutuhkan istirahat setelah operasi panjangnya semalam.

Jadilah Riva mengemudikan kembali si kuning kesayangannya yang sudah lama nganggur di parkiran apartmentnya.

Karena semalam Riva begadang untuk menyelesaikan laporannya, jadi memutuskan untuk mencari kedai Starbuks sebelum melajukan mobilnya ke RB.

Karena di dekat RB tidak ada cabang starbuks jadi Riva harus mencari di daerah lain yang agak jauh dari RB. Sesampainya di tempat jualan kopi yang terkenal dan cukup mahal itu Riva langsung berjalan masuk untuk memesan kopinya.

Melemparkan senyum kepada pelayan yang memberikan senyum sopan dan ramahnya, Riva melihat-lihat kopi apa yang akan menjadi alarm meleknya pagi ini.

Riva bukan tipe orang yang sangat menyukai kopi, dia hanya meminum kopi saat dibutuhkan saja contoh seperti sekarang ini, namun dia bingung harus memesan kopi apa dia tidak terlalu menikmati sensasi pahit yang kuat dilidahnya.

Masih bingung memilih kopi seseorang mengisi spot kosong di sampingnya "vanilla latte aja. Kopinya memang lumayan kuat tapi rasa manis dari sirup vanilla dan susu buat kopinya gak terlalu pahit."

Riva menolehkan kepalanya melihat siapa yang baru saja berbicara. "Haden?"

"Kamu bisa bikin antrian panjang yang nungguin kamu milih kopi."

Riva nyengir mendengar perkataan Haden lalu memesan Vanilla latte sesuai saran Haden. Haden juga memesan kopi, dia mesan Caffe Americano yang Riva tau pasti pahit banget.

Setelah membayar dan menyebut nama pemesan untuk dituliskan dicup masing-masing, mereka menunggu sambil duduk berhadapan.

Riva membuka obrolan. "Kopi yang kamu pesan pasti rasanya pahit banget kan?"

Haden menggeleng. "Mau coba?"

Nama mereka pun dipanggil dan mereka mengambil pesanan masing-masing lalu berjalan keluar kedai kopi itu.

Haden lalu menyodorkan kopinya untuk dicicip oleh Riva.

Sebenarnya Riva ragu tapi dia coba saja, toh kata Haden gak sepahit yang Riva pikirkan. Tapi setelah cairan hitam itu menyentuh lidahnya rasa pahit pun menyelimuti indra perasanya.

Lalu dilihatnya Haden yang tersenyum tipis di sebelahnya. "Pahit banget."

Riva pun mencoba meminum vanilla latte nya berharap rasa pahit itu akan sedikit memudar namun seperti dugaannya, sia-sia. Kopi ya kopi.

Haden yang melihat wajah Riva yang memasang ekspresi tidak enak, menjadi kasihan.

"Tunggu di sini." Kata Haden lalu kembali kedalam starbuks.

Riva menunggu sambil berusaha menetralkan indra perasanya.

Haden muncul tak lama kemudian membawa sebungkus gula saset dan memberikannya pada Riva.

Riva menerima gula itu dan langsung mamakannya. Rasa manis pun menjalar menyapu rasa pahit yang sebelumnya terasa begitu menyiksa.

"Better?"

Riva berbalik dan melihat Haden lalu tersenyum semanis gula yang baru saja dicecapnya.

Melihat senyum itu sebuah ide muncul tiba-tiba dalam kepala Haden. Ada sebuah restoran makanan khas eropa yang baru buka di sekitar kantornya. Haden masih ingat betapa Riva menyukai Lasagna makanan khas salah satu negara dibagian eropa timur yang memang lezat.

"Riv." Yang dipanggil pun menoleh.

"Masih suka lasagna ?"

Riva membalas dengan anggukan kepala. "Disekitar sini ada restoran khas makanan eropa yang baru dibuka sekitar seminggu yang lalu. Salah satu hidangan mereka lasagna"

Mata Riva tampak berbinar mendengar info menyenangkan yang baru saja diutarakan oleh Haden. Riva rasanya sudah sangat lama tidak mencicipi makanan orang italia itu.

"Hem kamu bisa kasih tau alamat detailnya? aku mau coba kesana. Udah lama juga gak makan lasagna."

"Gimana kalo kesananya bareng aku. Mau?" Pertanyaan yang dilontarkan Haden dengan santai itu justru membuat Riva kaget.

Haden pun dapat melihat dengan jelas ekspresi kaget diwajah gadis manis di hadapannya ini. "Gimana?"

Riva sejenak berpikir lalu mengangguk mengiyakan disertai senyum merekah yang terlihat sangat cantik.

"Kujemput saat makan siang." kata Haden dan Riva hanya menyetujui saja. Lalu kemudian teringat mobil kuning kesayangannya.

"Eh tapi aku bawa mobil kok. Gimana kalo langsung ketemuan di sana aja? Nanti kamu tinggal kirimin alamatnya doang."

Haden pun menyetujui saran riva lalu merogoh kantong celananya untuk mengambil ponsel yang lalu disodorkan pada riva. "Nomor mu"

Riva pun mengambil ponsel itu dan mengetikan nomor ponselnya lalu mengembalikan ponsel tersebut ke pemiliknya.

Haden menelpon nomor yang baru saja Riva ketik diponselnya, membuat ponsel Riva berdering karena panggilan itu.

Riva dengan tersenyum menyimpan nomor haden ke kontaknya. Lalu berpamitan untuk ke RB.

"Aku harus RB sekarang. Mau siap-siap untuk buka. Kamu juga pasti harus kerja kan."

Haden hanya mengangguk saja.

"Sampai ketemu nanti siang, bye haden." Riva pun berlalu menuju mobilnya dengan senyum. Haden yang melihat itu langsung mengingat masa-masa sekolah mereka dulu.

Riva selalu tersenyum dan melambaikan tangan ketika mereka telah berada di depan pagar rumah mereka masing-masing. Riva yang memang selalu membututinya membuat mereka selalu berangkat dan pulang sekolah bersama.

Haden tidak menyangka bertahun-tahun berlalu tapi Riva tidak mengalami banyak perubahan. Hanya bertambah cantik dan dewasa. Selebihnya menurut Haden dia tetap gadis manis yang tinggal di samping rumahnya. Yang selalu menguntitnya kemana pun yang selalu tersenyum, tertawa, ceria, dengan banyak sekali cerita tentang berbagai hal yang tidak pernah Haden respon sama hebohnya hanya sekedar menjadi pendengar yang baik. Namun yang mengherankan gadis itu tidak pernah membuatnya merasa bosan.

Satu hal yang membuat Haden ragu, apa Riva masih menyukainya? Karena Haden tau seorang wanita mandiri yang cantik dengan sikap semanis Riva tidak mungkin dilewatkan oleh pria normal.

PARADOXTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang