Lasagna, future dinner

10 2 1
                                        

Membuat orang lain tersenyum memang bukan impian semua orang. Tapi itu impian Riva sejak kecil, membuatnya tumbuh menjadi gadis ceria yang tidak banyak menyusahkan kedua orang tuanya. Bahkan setelah banyaknya masalah hidup yang dia pendam sendiri, Riva tidak keberatan untuk tetap menjadi pribadi yang murah senyum.

Dengan sifat manisnya itu membuat Riva nyaris tidak memiliki musuh yang terang-terangan membencinya, hanya beberapa orang iri yang tak mampu bahagia tanpa membicarakan orang lain atau lebih tepatnya memfitnah orang lain.

Tapi Riva tidak dibesarkan untuk menjadi seorang pembenci. Seperti seorang malaikat kalau kata Alexa Riva selalu mudah memaafkan dan memberi senyumnya yang ntah sebanyak apa stoknya, tidak habis-habis.

Salah satu cara Riva untuk membuat orang lain tersenyum adalah dengan membuat sebanyak mungkin hidangan manis bukan cuma dengan kemampuan dan kedua tangannya tapi dengan rasa yang membuat setiap pelanggannya meneriakkan kepuasan.

Memutuskan menjadi seorang chef pastry, Riva tidak mengalami banyak kendala terutama restu dari orang tuanya membuat langkah Riva lebih ringan. Menjadi anak satu-satunya tidak sedikit orang tua yang ingin anak semata wayang mereka untuk menjadi seorang pribadi dengan profesi yang hebat setara CEO sebuah perusahaan bonafit ataupun produser film ternama. Tapi memiliki orangtua yang luar biasa suportif membuat Riva tidak pernah mendapatkan tuntutan yang sebegitu hebatnya. Satu hal yang orangtuanya selalu tanamkan adalah Riva harus bisa hidup bahagia dengan satu alasan, rasa syukur.

Knock knock knock

Pintu ruangan kerja Riva terbuka dan menampakan sosok kang Ale.

"Karimun kuning kesayangan mbak Riva udah dirawat di bengkel terpercaya keluarga kang Ale"

Ucapan kang Ale dengan cengiran itu membuat Riva tersenyum. Memang benar mobilnya ngambek dan membuat Riva harus menelpon kang Ale meminta bantuan untuk membawa mobilnya ke bengkel milik saudara kang Ale.

"makasih ya kang Ale. Oh iya ada setoples putri salju dekat meja kasir, kang Ale bawa pulang aja."

Kang Ale pun menyambut perkataan Riva dengan senyum merekah di wajahnya "mbak Riva mah selalu ngerti yang kang Ale butuhkan. Makasih yang mbak geulis." Kang Ale pun meninggalkan ruangan Riva.

Sebelum itu Riva memberitahu Haden kalau mobilnya mogok jadi mungkin Riva akan sedikit telat ke tempat janjian makan siang mereka karena harus menunggu mobilnya selesai di 'obati' . Haden belum membalas membuat Riva akhirnya memutuskan untuk kembali berkutat dengan tepung dan kawan-kawannya di dapur

***

Waktu menunjukkan pukul 12:00 siang, Riva masih fokus membagi cheesecakenya menjadi beberapa potongan sama besar untuk kemudian disajikan. Ponselnya berdering dua kali menandakan adanya pesan masuk.

Haden

Gak usah nunggu mobilmu dibenerin. Aku di depan RB, lunch sekarang?

Mendapat pesan pertama dari Haden setelah sekian lama, jantung Riva kembali berdebar. Lalu membalas pesan itu.

Riva

Tunggu bentar ya. 2 menit lagi aku keluar.

Riva pun buru-buru membuka celemeknya lalu bergegas ke ruangannya untuk mengambil tas dan menemui Haden yang sudah menunggunya. Riva dapat melihat Haden yang sedang berdiri di depan mobilnya sambil memainkan ponselnya.

"Hai." Sapa Riva membuat Haden mangalihkan pandangannya dari ponsel ke wajah Riva yang sedang tersenyum.

Haden memperhatikan wajah Riva yang membuat Riva bingung.

Apa ada yang salah sama wajahku?

Tangan Haden pun terangkat mengusap pipi kanan Riva membuat jantung Riva berdebar lagi ntah untuk yang keberapa kali.

"Buru-buru ya? Ada sisa tepung di pipimu yang sekarang warnanya terlihat lebih merah." Haden mengulum senyum mengetahui tindakan sederhananya yang membuat Riva tersipu lalu berjalan memasukki mobilnya dan duduk di depan kemudi.

Setelah menetralkan detak jantungnya dan mengembalikkan pipinya kewarna yang normal, Riva memasukki mobil Haden. Lalu mereka pun berlalu dari RB.

***

Setelah memesan makanan yang ingin mereka santap di restoran yang terlihat berkelas itu, mereka hanya duduk berhadapan dalam diam. Sampai Haden bersuara.

"Gimana RB?"

"Sejauh ini lancar. Aku dapat banyak pesanan dan pelanggan baru hampir setiap hari." Riva menjawab dengan senyum yang tak pernah lepas dari wajahnya.

Cukup lama memberi jeda, Haden kembali berucap "gak kecapean?"

Dengan gelengan kepala Riva menjawab "aku suka jadi gak capek walaupun harus handle semua urusan dapur sendiri. Lagipula aku punya sahwa, july dan kang Ale yang selalu bantuin aku ngurusin hal lain"

Haden tersenyum "ceria memang nama tengah mu."

Makanan mereka pun datang. Riva melihat lasagna dengan ekspresi yang menurut Haden sangat menggemaskan. Mereka pun makan dalam diam, karena Riva yang begitu menikmati santapannya dan Haden yang ntah sejak kapan menikmati melihat Riva yang sedang makan.

Menit demi menit berlalu mereka pun selesai dengan makan siang perdana itu.

"Enak?" Tanya Haden

"Enak banget." Jawab Riva sambil nyengir.

"Syukurlah."

"Haden."

Panggilan itu dibalas Haden dengan deheman.

"Em kalo lain kali kuajak makan di sini lagi, kamu mau?"

Ini bukan pertama kali Riva mengajak Haden makan bersama, karena sejak mereka masih berada di bangku sekolah Riva selalu mengajak Haden kemanapun dia mau pergi dan Haden tidak selalu mau menerima ajakan Riva. Membuat Riva menunggu jawabannya kali ini.

Cukup lama sebelum akhirnya Haden memberikan jawaban "sabtu ini, kujemput jam 7."

Mengerutkan dahinya Riva melisankan kebingungan di pikirannya "maksud kamu?"

"Aku ngajak kamu makan lagi di sini. Itu maksudku." setelah itu Haden berdiri setelah meletakan 2 lembar seratus rupiah di atas meja.

Riva yang masih bingung hanya diam di tempatnya. Namun tak berapa lama sadar jika Haden mengiyakan keinginannya untuk makan lagi di sini.

Riva berjalan keluar restoran western itu dengan senyum manis di wajahnya. Riva tidak tau mengapa tapi dia senang karena Haden tidak lagi secuek dan sedingin dulu padanya.

Sejenak pun Riva terpikir untuk berterima kasih pada sang pemilik restoran dengan lasagna terenak ini.

PARADOXTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang