Prologue

770 62 19
                                    

"Suatu kehormatan besar bisa menjaga dan menjadi pelindungmu, nona Jung."

.

.

"Menjadi pendamping hidupmu adalah keputusan terbaik yang pernah kupilih."

.

.

Ruangan berukuran 10×12 meter persegi itu dalam keadaan gelap

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Ruangan berukuran 10×12 meter persegi itu dalam keadaan gelap. Wanita bersurai hitam sepinggang itu masih terduduk sendiri di dekat jendela kamarnya yang sedikit terbuka. Hanya cahaya jingga penanda sang surya akan kembali keperaduannya yang menerobos masuk. Menjadi satu-satunya sumber penerangan baginya.

Untuk sesaat, wanita itu mengarahkan pandangannya pada bingkai besar yang terpampang indah di dinding kamarnya. Gambar paling sempurna yang pernah ia miliki itu adalah potret dirinya yang begitu anggun dengan balutan gaun putih dan sebuah mahkota di kepalanya. Ia tersenyum bahagia dalam dekapan seorang pria yang sangat dicintainya.

Namun sungguh! Untuk kali ini memandang potret itu justru membuat hatinya nyeri. Detik berikutnya ia terisak. Hatinya merasa lelah menghadapi kenyataan bahwa pernikahan ini tidaklah sesempurna impiannya semasa gadis.

Semua orang menggunjingnya. Dan setiap kali prianya mengukir senyuman indah penuh kesabaran, detik itu pula ia merasa jatuh, terperosok dalam rasa bersalah.

Tok tok tok

"Sayang, boleh aku masuk?"

Pintu kamar itu diketuk. Disusul oleh suara berat yang juga mengusiknya. Ia masih tak mau merespon dan kembali tertunduk, memeluk lututnya. Ia hanya butuh waktu untuk menumpahkan air mata kelemahannya sesaat. Semoga pria itu mau mengerti.

Derit pintu terdengar. Langkah pria itu semakin mendekat kearahnya, namun ia masih enggan menoleh. Sepertinya kali ini ia harus pasrah saat tangan pria itu berhasil mengangkat dagunya. Membuatnya harus rela memperlihatkan wajahnya yang berlinang.

"Kau semakin terlihat cantik saat menangis. Tapi air matamu melukaiku." Ucap pria itu yang sama sekali tak cukup menghentikan tangisannya.

Ia memejamkan mata kala buku-buku jemari pria itu mulai menyapu jejak air mata di pipinya. Lalu sebuah kecupan mendarat di kedua kelopak matanya yang terpejam.

Pria itu tersenyum hangat sebelum akhirnya merengkuh tubuhnya yang masih bergetar. Membawanya ke dalam dekapan hangat yang akan selalu ia rindukan setiap hari dan sampai kapan pun.

"Kau terlalu sempurna Yoo Kihyun. Sedangkan aku ...?"

"Tuhan, apakah ini ujian darimu untuk jenjang hidupku berikutnya? Jika iya, maka aku telah siap.Tapi tolong kuatkan dewiku! Tulang rusukku ini rapuh."

"

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

.

.

.

Cerita ini kupersembahkan untuk sahabatku yang bernama Baekhee. Teman semasa SMA-ku yang masih saling merindu denganku sampai detik ini.

Bucin-nya Kihyun mana suaranya?!

Aku yakin kalian tahu betul cara menghargai sebuah karya seorang penulis.

Yang belum berteman sama Hyun, ayo kita berteman! Folbacknya minta aja.

270119
Regards,

Hyun Regina

Magical Sunset :Yoo KihyunTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang