Part 23 : Sanggupkah Bertahan?

3.4K 81 11
                                    

Keadaan Hannah semakin membaik. Meskipun tubuhnya masih lemah, tetapi ia sudah bisa duduk tanpa dibantu, dan ia sudah berbicara dengan normal seperti sedia kala.

Melihat kemajuan kondisi Hannah, Malik memutuskan untuk membawa Hannah pulang ke Indonesia.

"Dokter," sapa Malik saat dokter spesialis kanker itu hendak pulang dari rumah sakit.

"Ya, Tn. Malik? Ada yang bisa saya bantu?"

"Bisakah istri saya kembali dirawat di Indonesia?"

"Kenapa? Istri Anda belum sembuh total, masih perlu ditangani secara khusus."

"Saya tahu, Dok. Tapi ... jujur saja, saya sudah tidak punya biaya jika Hannah terus dirawat di sini. Saya harus kembali bekerja, dan saya harap Dokter juga mengizinkan istri saya dirawat di rumah sakit di Jakarta."

Dokter mengangguk-anggukkan kepalanya. "Hmm ... seperti itu. Ya ... baiklah, besok saya akan buat surat rujukannya."

Malik sumringah. "Terima kasih, Dok."

Keesokkan harinya, sesuai dengan ucapan dokter, ia telah membuat surat rujukan, dan diberikannya pada Malik.

Malik membawa surat rujukan itu ke ruang rawat Hannah dengan perasaan gembira. "Sayang, kita pulang, yuk."

"Pulang?"

"Iya, kita pulang ke Jakarta."

"Alhamdulillah ... yang benar, Mas? Jadi aku sudah boleh pulang ke rumah?"

"Hmm ... belum, Hannah. Maksud Mas, kamu dirawat di rumah sakit di Jakarta."

Hannah melemparkan pandangannya ke arah dinding. "Aku nggak mau."

"Kenapa? Kamu, kan, belum pulih, Hannah."

Hannah melirik mata suaminya. "Aku mau pulang ke rumah kita, Mas. Nggak masalah aku harus diinfus, atau dirawat secara intensif, tapi aku mau di rumah."

"Mas usahakan, ya? Nanti Mas konsultasikan dulu dengan dokter."

"Iya, Mas ... makasih."

"Oh, ya ... makan dulu, yuk." Malik mengambil semangkuk sup ayam yang sebelumnya telah diantar perawat.

Baru beberapa sendok Malik menyuapi Hannah, dering ponsel menginterupsi aktivitas mereka.

"Sebentar, ya, Sayang." Malik menyimpan mangkuk sup di atas nakas. Hannah hanya tersenyum, dan mengangguk.

"Halo, Ma."

"Ya, halo, Malik. Kamu sibuk nggak? Ada yang ingin Mama bicarakan."

"Mm ... nggak juga, sih, Ma. Ada apa?"

Ny. Rosie berdeham. "Begini ... Mama dapat kabar dari Lina, katanya istrimu sudah siuman, ya, dari koma?"

"Iya, Ma, Alhamdulillah ... kondisi Hannah juga semakin membaik." Malik melirik ke arah Hannah, tersenyum sambil mengusap hijabnya.

"Ya, syukurlah kalau begitu. Mama turut senang. Tapi ... bagaimana dengan nasib Kate?"

Malik mengerutkan keningnya. "Lina, Ma?"

"Ya, iya, siapa lagi?"

"Alhamdulillah Lina baik-baik saja, kok, Ma?"

"Yakin kamu?"

Pertanyaan demi pertanyaan Ny. Rosie semakin membuat Malik bingung. "Yakin, Ma. Hannah memang baik-baik saja."

"Nak Malik ... kamu dan Kate menikah karena amanat istrimu, Hannah, sebelum dia koma. Dan sekarang, istrimu sudah bangun dari tidur panjangnya. Itu berarti, Kate harus berbagi hati dan raganya dengan Hannah. Apa kamu pikir Kate baik-baik saja?"

Bismillah Kunikahi Suamimu [Difilmkan] ✔Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang