09 🏅 Kotak Cokelat Tristan

33.9K 5.6K 459
                                    

Setiap orang memiliki topeng berbeda-beda untuk dia kenakan di berbagai waktu

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Setiap orang memiliki topeng berbeda-beda untuk dia kenakan di berbagai waktu.
🏅🏅🏅

"Mampus."

Tawa meledak, menggema dalam ruang keluarga rumah Uttam yang luas, didominasi warna putih dan bermandikan cahaya lampu.

Uttam memegangi perutnya yang sakit akibat terlalu banyak tertawa. Bara meninju bahu Tristan, terbahak-bahak. Mangi dan Maudi bertepuk tangan di sela-sela tawa mereka yang sulit dihentikan.

Ekspresi Marcel tak menunjukkan bahwa dia telah mengatakan sesuatu yang aneh. Matanya tetap mengerjap polos, sudut-sudut bibirnya tertarik ke atas. "Salah ya?" tanyanya.

"Siapa yang ngajarin lo ngomong gitu?" Uttam bertanya histeris dan tertawa lagi.

"Tristan," jawab Marcel kalem.

Ruangan kembali gaduh oleh tawa yang sama. Karena ucapan Marcel, dan untuk menertawakan Tristan yang kini wajahnya memerah.

Bersama napasnya yang memburu, Tristan membanting kotak cokelat di genggamannya. Dia seakan lupa kalau beberapa jam yang lalu, kotak itu ia berikan kepada seseorang yang matanya setajam elang. Dia seakan lupa, kalau sebelumnya kotak itu bahkan ia jaga dari goresan sekecil apa pun.

"Hei, gak baik banting-banting barang." Mangi kembali ke dirinya semula. Dia membungkuk, memungut kotak itu dan menyimpannya di atas meja.

"Emang isinya apaan?" Uttam membuka kotak cokelat beledu yang awalnya hendak diberikan Tristan kepada Dahasya.

Tristan adalah tipe seseorang yang sulit mengaku yang berhubungan dengan sesuatu yang dia sukai. Maka, ketika dia menceritakan bahwa Dahasya menolak pemberiannya, antara kasihan dan ingin tertawa, mereka bungkam.

Namun, tawa kemudian pecah saat Marcel, yang jarang sekali berbicara aneh-aneh bergumam, "mampus".

"Wow." Uttam mengangkat kalung dari dalam kotak. Warnanya perak, berbandul bentuk anak panah. "Ini benar-benar khusus buat Dahasya, gue rasa."

"Nggak." Tristan merebutnya. "Ini bisa gue pake. Atau, gue kasih ke cewek gue nanti biar inget gue terus."

Tidak ada yang tidak menatap Tristan dengan tatapan sangsi.

Kalau cowok itu sudah memiliki niat, maka dia akan melakukannya dengan segenap usaha dan tenaga yang ada. Tristan tidak akan setengah-setengah. Dia tidak akan dengan mudah mengendurkan cengkeraman pada apa yang diinginkannya.

"Nggak percaya," kata Uttam, mewakili semuanya.

"Nih gue pake!" Tristan bersungut-sungut. Dia membuka kaitan kalung dan memasangkan di lehernya sendiri.

Utara (SUDAH TERBIT)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang