07

2.1K 378 132
                                    

Gue tidak yakin jam berapa dan bagaimana gue sampai rumah semalam, yang jelas siangnya gue kelabakan sendiri karena kesiangan. Walau sebenarnya kantor gue beroperasi cukup siang, tapi ini sudah hampir jam sebelas dan gue masih di rumah.

Rambut berantakan, baju berantakan, intinya hari itu gue sampai kantor dengan napas hampir putus dan cercaan karyawan lain sebab katanya, kalau mereka jadi gue, bakal dibablasin saja sampai habis istirahat.

Bener juga.

Akhirnya gue kesel sendiri. Memilih menghabiskan waktu istirahat gue di atap kantor sambil membawa segelas kopi. Hari ini cukup terik, dan pasti akan enak sekali kalau ada es krim.

Karena bosan, gue baru ingat untuk memeriksa ponsel gue. Ya semalam kesadaran gue sudah pada limitnya jadi begitu sampai rumah gue hanya ingat untuk mengisi daya ponsel gue lalu jatuh tertidur. Sampai kesiangan. 

Sederet notifikasi masuk ketika gue menyalakan sambungan internet. Sebagian besar adalah notifikasi chat grup. Beberapa pekerjaan dan hanya email spam. Tapi mata gue tertuju pada sederet nama yang tercatat melakukan panggilan lebih dari sepuluh kali.

Kenalan Setahun Lalu

Ada debar liar ketika gue melihat kata itu, begitu saja teringat pesannya sebelum gue berangkat kemarin malam. Nanti, kabarin gue kalau udah sampe ya.

Ah, iya, kabar.

Jeda lama, gue akhirnya memutuskan mendial kontak namanya. Membiarkan dengung panjang menggema di telinga gue sampai suaranya mengambil alih, menggantikan seluruh suara yang mungkin ada di dunia.

"Halo."

Lebih jauh, menggaungkannya hingga ke bagian yang tidak gue ketahui di mana tepatnya.

"Siapa ya?"

Mendengarnya gue refleks tertawa. Dendaman amat.

"Gue tutup, ya."

"EH YA JANGAN!"

Dia memekik. Entah kenapa gue bisa membayangkan ekspresi kesal Arda saat ini. Lagi, menimbulkan sensasi kebas di ujung jari gue.

"Malah mau ditutup. Minta maaf kek, apa kek, nggak tau ya lo semalem gue paniknya kayak apa?"

Gue menahan senyum.

"Panik kenapa coba."

"Ya coba lo bayangin aja Binarrrrr."

Arda menekankan huruf terakhir nama gue panjang-panjang.

"Gimana coba disuruh ngabarin, nggak ngabarin. Udah sampe apa belum. Aman sampe rumah nggak, masih utuh nggak, di kereta ada yang ganggu nggak."

"Ditelfon nggak bisa. Mau gue samperin juga nggak mungkin."

"Mau copot jantung gue tau nggak?"

Gue membiarkan saja dia berceloteh. Mengeluhkan ini dan itu. Terdengar lucu bagi gue.

"Coba bayangin jadi gue semalem."

"Nggak kebayang, tuh."

"EH!"

Sumpah, gue membayangkan dia cemberut sambil berkacak pinggang. Membuat mau tidak mau gue kalah oleh gelak.

"Malah ketawa ya lo."

"Maaf deh, maaf. Semalem tuh gue ketiduran, Da."

Gue membuat gambar imajiner di lantai dengan ujung sepatu gue. "Jadi, nggak sempet ngabarin."

Mengatakannya, terasa asing. Membuat kebas gue semakin menjadi-jadi.

"Yah setidaknya, lo baik-baik saja."

L A K U N ATempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang